WHITE OWL The Wisdom and Knowledge

Ayesha
Chapter #52

LII

Di dalam kacaunya ruangan bercat putih itu, terlihat sepasang muda-mudi yang sama-sama terdiam. Alora yang membiarkan tubuhnya didekap erat dan Aston yang enggan melepaskan rengkuhannya barang sejenak pun.

Merasa pegal pada lehernya, Alora menyentuh belakang kepala Aston dan mengelusnya lembut.

“Pangeran Aston, sebaiknya obati luka yang ada di pelipis anda. Saya pikir luka itu mengeluarkan terlalu banyak darah,” ucap Alora berusaha membujuk.

“Saya tak akan mati hanya karena luka sekecil ini.” Aston berkata pelan, masih dengan mata terpejam.

Alora melirik wajah Aston diceruk lehernya. “Anda membutuhkan perban.”

“Tidak, saya hanya membutuhkan anda. Jangan coba-coba menjauh dari saya, Lady Alora.”

Pria dengan wajah sayu itu menarik dirinya dari leher Alora, beralih memperhatikan paras Alora dari jarak yang sangat dekat. Tangannya menangkup wajah wanita di hadapannya. “Saya cemburu,” bisiknya.

Alora yang tidak bisa fokus karena jarak Aston yang terlalu dekat, sontak menaikkan salah satu alisnya. “Pardon?”

Gemas dengan ekspresi bingung Alora, Aston tertawa kecil. Ia menyatukan keningnya dan mengunci iris biru tersebut ke dalam netra hitamnya.

“Saya terjebak pada pesona anda, Lady Alora. Hingga saat ini saya tak pernah menemukan jalan pulang,” ungkap Aston.

Alora tersenyum tipis. Jemari lentiknya terangkat mengusap lembut darah yang terlukis pada sudut bibir Aston, juga lebam pada tulang pipi pria itu.

“Mana mungkin seseorang menemukan sesuatu yang tidak dicarinya.” Alora menyahut pelan.

Keduanya tertawa renyah, merasa konyol dengan perkataan mereka.

“Saya serius dengan ucapan saya, Pangeran. Luka anda cukup dalam. Anda harus segera mengobatinya atau pendarahan ini tak akan berhenti.” Alora berujar serius. Wanita itu berdecak pelan kala memperhatikan lamat-lamat kulit Aston yang tersobek dalam.

Aston mendengus kecil, menarik tubuhnya dari Alora dan berjalan tenang menuju ranjang besi yang sempat Alora balikkan.

Hm, tidak perlu khawatir. Apa anda tak mendengar perkataan Jovian tadi? Dia pasti sudah memerintahkan tabib Istana untuk datang kemari.” Aston membalikkan ranjang itu seperti semula dan mendaratkan bokongnya di sana. Ia kembali menatap Alora, tersenyum konyol.

“Lady, apa anda tahu bahwasannya tak baik bagi seorang wanita duduk di sembarang tempat? Kemarilah, pangkuan saya kosong,” goda Aston menepuk pahanya dengan alis yang dinaik-turunkan.

Melihat hal tersebut, Alora melirik sinis pria dengan rambut berantakan itu. Ia mengusap cepat lengannya dan bergidik ngeri, berpura-pura jijik dengan ekspresi Aston.

“Itu hanya sebuah takhayul kuno. Anda tak perlu mempercayainya. Jikalau pun benar, sepertinya saya tetap akan memilih duduk di sini dibanding duduk pada pangkuan anda.”

Aston terkekeh. “Mana boleh menyia-nyiakan keberuntungan. Lady Alora, sejujurnya anda sangat-sangat beruntung. Saya memberikan akses bebas untuk anda mengeksplorasi tubuh saya, dan orang lain tak akan pernah mendapatkan hak istimewa itu. Cobalah untuk lebih bersyukur atas kehadiran saya dalam hidup anda yang penuh dengan kemiskinan dan status gelandangan itu.”

Lihat selengkapnya