Golden Indonesia School (GIS), Jakarta Selatan.
Beberapa hari sebelumnya.
"Elle."
Gadis itu menoleh ke sumber suara dan manik biji kopi miliknya langsung menemukan seorang teman lain yang berada di kelasnya. Celine.
Celine tengah berlari-lari kecil menghampirinya. Dengan ransel yang baru digantungkan sebelah di lengan kanannya sementara yang satunya dibiarkan begitu saja mengikuti tempo langkahnya yang tergesa. Deru napasnya terdengar lelah, terengah-engah.
"Duh, gue nyari lo kemana-mana daritadi tahu nggak?!"
Namun didatangi secara tiba-tiba dan disapa dengan nada suara yang tinggi, membuat Elle menjadi tidak nyaman. Ia pun refleks mengernyitkan keningnya dan balas menimpali Celine dengan ketus. "Kenapa emangnya?"
"Tadi lo disuruh Mario ngumpulin tugas kimia anak sekelas, 'kan?" tanyanya memastikan. "Sekarang mana tugasnya anak-anak?"
"Udah gue simpan di ruang guru."
"Hah? Serius?" Celine mendesah kasar. "Lo gimana, sih?! Punya gue 'kan belum selesai. Kenapa nggak ditungguin aelah."
Elle menutup rapat mulutnya, enggan berkomentar terhadap apa yang terjadi di hadapannya. Karena sebenarnya, gadis itu juga tidak mau membawa tumpukan buku-buku yang berat ke ruang guru, Mario lah yang memaksanya.
Tiba-tiba saja tubuh Celine yang sudah tampak berantakan merosot ke lantai. Ia menyandarkan punggungnya ke dinding di belakangnya dan meluruskan kedua kakinya. Wajahnya yang dipenuhi keringat mendongak, menatap Elle yang masih membeku di tempatnya tadi. "Gue udah susah-susah ngerjain tugas ini. Tapi kenapa lo tega ngelakuin ini ke gue? Lagian sejak kapan sih, manusia batu kaya lo sibuk ngurusin tugas-tugas anak sekelas? Gara-gara lo, gue bakal dikeluarin di kelas kimia berikutnya tahu nggak."
Melihat Celine melampiaskan kekesalannya kepada Elle yang bahkan tak tahu apa-apa memang hampir membuatnya kesal. Namun seperti biasa, Elle hanya memilih diam dan menatap Celine. Pandangannya dingin dan mengintimadasi, bahkan tanpa perlu mengatakan apa-apa, Celine sudah dibuat takut karenanya.
"Mario juga nggak bilang-bilang kalau tugasnya dikumpulin pas bel terakhir," kata Celine, mencoba mengkambinghitamkan orang lain. "Sekarang gue harus gimana coba?"
"Celine."
Gadis itu mendongak lagi, melihat Elle yang bahkan tak menunjukan ekspresi apa-apa di depannya.
"Lo nggak bisa nyalahin orang lain seenaknya kaya gitu. Apa yang terjadi sama lo adalah manifestasi dari hukum sebab-akibat."
Celine beranjak dari lantai, kemudian membenarkan posisi tasnya terlebih dahulu sebelum mendekati Elle dan mengangkat dagunya dengan angkuh. "Maksud lo apa? Lo mau bahas masalah gue dan Alesha tadi? Atau masalah gue dan Tristan di kafetaria?"