Why Fall in Love?

AkuOsa
Chapter #1

1#

Aku hanya remaja yang terjebak dalam masa putih bau, ah maksudnya abu. Semua temanku tampak normal. Sebenarnya aku pun normal, hanya saja orang-orang terdekatku mengatakan aku berbeda.

Sampai detik ini, di mana aku sedang menghabiskan satu potong risol di pinggir lapangan ditemani kesendirian, ah nasib-nasib, aku masih bingung di mana letak perbedaannya. Aku mempunyai kedua bola mata, hidungku satu dengan dua lubang, masih bisa untuk mengupil. Lalu, aku mempunyai dua telinga yang akan kutajamkan ketika masa ulangan tiba. So, aku tidak berbeda, mereka saja yang gabut mencari celah dalam diriku.

Jangan berburuk sangka kepadaku dahulu, ya. Aku tidak seperti apa yang kalian pikirkan di kepala. Aku tidak jelek, ya, paling tidak standar cantik orang Indonesia telah aku dapatkan. Aku cukup banyak punya teman--teman seperjuangan mencari ladang percontekan.

Sedikit informasi, aku tidak cerdas seperti Salsa yang menduduki tahta kecerdasan di sekolah. Aku sekolah hanya memenuhi kewajiban belajar 9 tahun dari pemerintah. Masalah mama yang menyuruh kuliah itu urusan belakang, bisa kubuang list menyebalkan itu dalan hidupku.

"Gabut?" tanya Salsa yang kini ikut duduk denganku. Semoga saja niat dia baik ingin menemaniku, bukan karena belas kasihan menyaksikan diriku layaknya murid yang dikucilkan.

Aku menghela napas berat, seberat beban pikiran yang kuemban. "Kapan ada rapat dewan guru? Kata Bibo hari ada rapat, bulshit banget, tuh cowok." Lihat saja nanti kalau aku bertemu dengan Bibo, akan kucukur kumis kebanggaannya itu.

"Percaya banget sama Bibo. Anak itu kalo sama kamu, kan jahil."

Ya, seharunya aku tak termakan omongan buaya Bibo. Anehnya, akan sekesal apa pun aku tidak pernah kesal dalam arti sesungguhnya. Bukan aku menyukai cowok itu, sebabnya karena dari Bibo lah aku bisa hidup sampai kelas duabelas ini. Dia yang rajin memberiku contekan kalau Salsa dalam mode siaga.

"Aku mau bolos kelas Pak Ahmad," kataku memberi informasi. Paling tidak, Salsa akan menyiapkan jawaban kenapa aku tidak berada di kelas.

"Mau disuruh nulis lafad istighfar dua ratus lagi?" tanya Salsa memastikan.

Coba kuingat lagi, dua minggu yang lalu aku tidak hadir di kelas Agama Islam. Tentu saja aku malas mendengarkan Pak Ahmad bercerita dan memberikan nasihat yang kalau ditulis bisa menjadi sebuah novel. Akhirnya, aku diberi tugas istimewa itu. "Paling kali ini disuruh nulis 250. Kebiasaan Pak Ahmad, kan bertambah 50. Udah aku siapin, jadi santai aja."

Wajah Salsa tampak tak percaya dengan ucapanku barusan. Ibarat kata hendak berperang harus membawa senjata. Begitu juga denganku kalau ingin bolos, maka pelajari taktik guru dan siapkan konsekuensinya. "Kamu lupa kalau hari ini ada hafalan?"

Aku menggeleng, mana lupa dengan hafalan surah Al-kahfi 50 ayat. "Kalau bukan karena hafalan mana mungkin mau capek-capek nulis istighfar," jawabku.

"Bukannya kamu udah hafal 20 ayat kemarin?"

Lihat selengkapnya