Aku tidak memgerti dengan sistem ketatanan sekolahku ini. Sekolah Namindra bukan berbasis Islam, tetapi coba masuk ke sini dan lihat pembohongan publik yang terjadi.
Kalian harus tahu satu fakta yang sebenarnya ini sudah menjadi buah bibir sekolah lain. Kantin bukankah tempat kita melepas penat, melepas dahaga, dan menambah amunisi, bukan? Seharusnya kantin itu memanjakan muridnya. Tidak di sini, kami dipisahkan dengan jarak. Ya, antara wanita dan pria terpisah sudah seperti kamar mandi saja. Menyenangkan bagi rombongan Aludra, namun menyesakkan bagiku dan yang lain.
Ibarat nasi sudah menjadi bubur, aku tidak bisa keluar dari sekolah ini hanya karena hal tersebut. Sangat tidak etis ketika ditanya alasan kepindahan dan aku menjawab kalau kami dipisahkan jarak ketika makan di kantin. Masih mending waktu kita tidak terpisahkan.
Aku sangat bersimpati, sih dengan mereka yang mempunyai pacar. Tidak bisa berdua-duaan dengan suap menyuap macam para koruptor.
"Cieee, satu kelompok sama Aludra," goda Salsa.
Aku kini tengah bersandar pada tembok, memperhatikan tingkah teman sekelasku yang absurd. "Kenapa kamu nggak protes, sih Sa! Teman macam apa kamu ini!"
Salsa melempar biji kuaci yang menemaniku meratapi nasib. Aku benci dengan cowok bernama Aludra, dia tidak berada di kelas ini sebenarnya. Namun, karena kelas Agama Islam digabung maka kami dipertemukan.
Sehabis kelas kemarin, Salsa memberitahku kalau ada presentasi per kelompok. Parahnya aku malah terjebak dengan si cowok menyebalkan itu. "Udah aku protes asal kamu tau. Aku bilang kalo rumah kamu sama Aludra jauh, jadi kalo dijadiin satu kelompok bakal susah. Pak Ahmad bilang supaya kamu tetap di jalan yang lurus kalo satu kelompok sama Aludra."
Jelas sekali penjalasan Salsa barusan. Katanya supaya aku tetap berada di jalan yang lurus? Memangnya selama ini aku berbelok ke mana? "Kita tukeran aja gimana?" tawarku. Meski aku tahu tingkat diterimanya amatlah kecil. "Nggak bisa, protes aja sama Pak Ahmad. Kamu, kan bestienya."
Menurut yang aku dapatkan selama menuntut ilmu kurang lebih 8 tahun, takdir itu ada 2. Takdir yang dapat dirubah dan tidak dapat dirubah. Kasusku sebenarnya dalam opsi yang dapat dirubah, namun butuh perjalanan yang melelahkan. "Bestie apaan yang ada Pak Ahmad punya dendam sama aku."
"Qi, kata Aludra setelah pulang sekolah ke kelas dia dulu. Bahas tugas kelompok Agama Islam," ucap Jojo. Sudah berada satu tim dengan Aludra ditambah dengan Jojo si pendiam abis dan super ambis. Mau jadi apa aku di sana? Gerak salah, diam pun salah.
Kuberikan jawaban 'okay' tanpa suara. Padahal nanti aku ada latihan, apa aku bolos saja? Toh, di sana aku hanya akan menjadi patung. Tidak paham materi dan tidak bisa apa-apa. Lihat situasi nanti saja, lah. Kalau mood ikut kalau tidak yasudah.