Wicked Game

Hendra Purnama
Chapter #2

Sax

Bicara tentang masa kecil, lelaki itu kini sedang menuju kampung halamannya. Sebuah perjalanan pergi tanpa rencana kembali. Ini untuk pertama kalinya ia akan menginjakkan diri lagi di kampung halamannya, setelah duapuluh tahun pergi. Ia mengambil keputusan itu tepat beberapa hari setelah menghadiri pemakaman seseorang. Seseorang yang membuatnya sedih. Memang ada yang bilang bahwa janganlah mengambil keputusan saat sedang berduka, jangan membuat janji ketika gembira. Namun sebuah keputusan yang lahir saat baru kembali dari pemakaman itu tiba-tiba saja terasa sebagai keputusan yang paling tepat. Kembali ke kampung halaman, tempat aku memulai semuanya, lalu tak usah kembali lagi ke kota ini.

Sementara itu, gerimis di luar makin tak terlihat. Bukan berhenti, hanya lenyap tak terlihat karena malam telah turun makin pekat. Perlahan lelaki itu merosot tertidur, perjalanan ini terlalu panjang untuk dibawa merenung dalam-dalam. Lelaki itu ingin sesekali tidak merasakan apa-apa dan tiba-tiba ada di tempat tujuan. Dia ingin kembali merasa dirinya yang polos dan bersemangat, hidup penuh optimisme seperti anak kecil yang tiap hari bermain dan memiliki rencana sekaligus tidak pernah membayangkan akan menapaki kegagalan.

Karena dia sedang tertidur, maka marilah kita mengambil waktu untuk membicarakan dirinya sedikit. Ia adalah seorang lelaki yang telah sampai di pertengahan usia tiga puluh. Pekerja keras, namun punya kecenderungan untuk terlalu fokus bekerja pada satu bidang saja. Itu yang menyebabkan dalam hidupnya ia merasa terlalu banyak kesempatan yang lepas, hanya karena ia tidak menaruh perhatian lebih luas lagi. Dalam kehidupan sehari-hari ia menjalankan dengan sangat sederhana, baju dan celana yang dipilihnya selalu sama sejak masa-masa kuliah dulu, tak pernah ia ingin mengikuti mode, bahkan ia sebenarnya tak mengerti soal mode. Membedakan atau menjelaskan bedanya kualitas Lacoste dengan Polo saja ia tak bisa. Baginya kaos ya hanya kaos, apapun merek nya itu adalah kaos, celana adalah celana, training adalah training. Dompet yang digunakannya saat ini adalah dompet yang sama saat ia masih kuliah. Tak ingin ia mengganti meski sudah banyak orang yang menyarankan, karena dompetnya sama sekali tidak mencerminkan lelaki dewasa, begitu kata orang-orang yang memberi masukan. Tapi ia memang tak pernah ambil pusing. Dompet adalah dompet, tempat menyimpan uang, tidak ada bedanya dompet mahal dengan dompet murah.

Lihat selengkapnya