Seperti kedatangannya, mimpi itu pun hilang secara perlahan dan lenyap begitu saja dari kesadaran. Sax membuka mata tepat ketika mimpi itu pergi dan merasa badannya baik-baik saja. Namun mimpi itu tetap melekat dalam ingatan. Sax bangkit, menengok ke sebelah. Istrinya masih terlelap.
Dia lalu bangkit dan menuju kamar mandi. Bersih-bersih, mencuci muka, dan gosok gigi. Lalu mengenakan pakaian yang sudah dia persiapkan sedari malam. Dia siap berangkat. Sekali lagi ia mengintip ke dalam kamar. Istrinya masih saja tidur. Dia masih tak ingin mengganggunya. Harusnya ia membangunkannya saja. Namun entah sejak kapan ia merasa sungkan membangunkan istrinya yang sedang tertidur pulas, atau lebih tepatnya akhir-akhir ini ia merasa tidak perlu melibatkan istri pada beberapa aktivitasnya. Tidak sengaja-sengaja membangunkan untuk berpamitan, tidak sengaja-sengaja bercerita jika tidak diminta. Entah bagaimana awal mula perasaan itu timbul, tapi begitulah adanya.
Istrinya, adalah sosok perempuan yang dibesarkan dalam keluarga kuno dan penuh dengan adat istiadat kental. Keluarga dengan anggapan bahwa seorang anak gadis harus dipingit dan tidak perlu pendidikan tinggi. Keluarga dengan anggapan seorang perempuan sudahlah sempurna asalkan bisa memiliki anak, melayani suami, memasak, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik.