Maka begitulah kisah ini dimulai, itulah mengapa Sax bertemu dengan perempuan itu di sebuah perempatan, ketika pagi masih sangat dini.
Mobil berhenti perlahan di sebelah May. Lalu May membuka pintu dan duduk. Memandang Sax. Tersenyum. Semua dilakukan dengan sistematis. Lalu mulai menyapa. “Hai, selamat pagi, kamu sudah makan?”
Sax tersenyum, dia menggeleng.
“Mau coba ini?” May mengeluarkan sebuah wadah makanan plastik dari tas yang dijinjingnya. Dia membukanya, lalu tampaklah roti gulung yang masih hangat. “Cobalah, aku membuatnya sendiri, kuisi sosis, tapi aku tidak yakin apakah sosis itu lebih baik digoreng dulu atau tidak. Cobalah.”
May menyodorkan kota itu, Sax mengambil sebuah roti gulung, dan memakannya. Sedikit mengerutkan kening, dan lalu menghabiskannya dengan sekali suap.
May tersenyum. “Bagaimana rasanya? Enak”
“Ya, enak.“ Sax mengangguk, lalu menjalankan mobil yang sejak tadi mesinnya tidak dimatikan
“Betul-betul enak?”
Sax mengangguk
May menghempaskan badan ke belakang. “Syukurlah, aku sudah takut kamu tidak suka. Sebenarnya aku tidak terlalu suka rasa sosis di sini, Entahlah, aku sudah berkali-kali membeli sosis yang berbeda-beda merk di swalayan, tapi belum menemukan yang enak. Selalu saja ada aroma aneh di sosis itu, apalagi jika direbus. Kamu tahu? Kadang baunya seperti ada karet di dalamnya. Kalau yang kali ini kubeli sepertinya lumayan, meski ya, masih saja ada aroma aneh.“
May mengambil sepotong roti gulung itu lalu memakannya, mengunyah sebentar, mengerutkan kening, memandang sisa roti di tangannya, lalu seperti bicara sendiri. “Mungkin lain kali lebih baik sosisnya digoreng dulu? atau dibakar? Menurutmu bagaimana?” Dia menoleh ke arah Sax.
Sax melirik, tapi lalu kembali fokus memperhatikan jalan. “Tidak tahu, saya tidak bisa masak.”
“Istrimu suka masak kan?”
Sax mengangguk. “Ya, tapi dia tidak pernah masak sosis. Dia vegetarian.”
“Oh ya, dan kamu juga vegetarian?”