Sax tersentak bangun. Atau dia memang belum benar-benar tidur? Ia terduduk, keringat dingin membasah. Sosok Yum belum hilang sepenuhnya dari pikiran. Dia melirik ke arah istrinya yang tergolek di sebelah. Ternyata ia masih tertidur pulas, tak bergerak, seolah waktu memang belum beranjak baginya. Sax melirik jam, 2:16. Berapa menit sejak dia berbaring? Satu menit? Tapi mimpi tadi—atau apapun itu—terasa sangat lama.
Perlahan Sax bangkit. Bukannya dia tak yakin akan bisa tidur lagi, namun pengalaman tadi membangkitkan adrenalin di badannya, dan meski perasaan lelah masih melanda tapi dia merasa perlu waktu lagi untuk terlelap.
Pada saat seperti ini hanya satu tempat yang teringat olehnya. Sax lalu bangkit, menuju garasi dan mengeluarkan motor. Terlalu malas dia memakai mobil dan pasti akan lebih berisik jika mengeluarkan mobil dari garasi ketimbang mengeluarkan motor.
Sax menjalankan motornya menembus udara dinihari. Jalan yang dilaluinya begitu lengang. Di kota sekecil ini, kebanyakan orang memilih tidur ketika jam menunjukkan lewat pukul sembilan malam. Seiring dengan itu pula, hanya sedikit tempat makan yang buka hingga latur, apalagi hingga dinihari. Dari sekian sedikit tempat itu, salah satunya adalah sebuah tempat bernama Kedai Hitam Putih.
Lima belas menit kemudian, motor Sax berhenti tepat di depan Rud Cafe. Sax pertama kali menemukan tempat ini karena diajak oleh seorang kenalannya.
Letaknya yang agak terpencil, bukan di pinggir jalan utama kota membuat tempat ini agak sulit ditemukan. Tapi sekali kamu menemukannya, maka kamu akan mendapati tempat yang sangat tenang dan cocok untuk melarikan diri dari rutinitas.
Rud Cafe dicat dengan kombinasi warna hitam putih yang pas. Warna-warnanya berpadu seperti mozaik avant-garde ukuran besar. Tempat ini tidak memiliki tempat parkir yang luas, tapi siapa yang membutuhkan tempat parkir luas di kota ini? Motor-motor yang mengunjungi kedai ini selalu parkir di pinggir jalan karena halaman hanya bisa memuat sepuluh motor saja. Jika yang datang kebetulan membawa mobil, silahkan cari tempat parkir sendiri di pinggir jalan.
Sax masuk dan disambut oleh lagu-lagu hip-hop slow. Tempat ini punya kebijakan sendiri soal musik. Jam berapa sampai jam berapa memutar lagu apa, dan seterusnya. Namun Sax memang belum pernah datang jam dua dinihari seperti ini. Jadi untuk pertama kalinya ia mendengar lagu hip-hop diputar jam dua pagi. Sekilas seperti tidak cocok, tapi ternyata tidak mengganggu.
Ada bagusnya juga mengingat orang-orang yang datang ke sini pada dinihari biasanya ingin melakukan sesuatu, jika diputar lagu yang meninabobokan, mungkin mereka akan segera pulang dan tidur.
Di meja kasir, dia bertemu dengan seorang pelayan yang sudah dikenalnya. “Hai, mana Rud?”
“Tidur, masa ada boss jaga warung jam dua pagi?” Seloroh pelayan itu.
Mereka berdua tertawa. Sax menunjuk ke dalam, pelayan itu mengiyakan. Sax melangkah masuk. Tempat itu lengang jika dibandingkan terakhir kali ia ke sana. Hanya satu meja terisi sepasang kekasih, sisanya kosong. Namun semua penerangan menyala seperti biasa.