Wicked Game

Hendra Purnama
Chapter #28

Dulu Sax Tahan Empat Puluh Lima Menit, Sekarang Tidak

Setelah lima belas menit, kasur yang tadinya bergoyang itu akhirnya berhenti juga. Sax membalikkan badan, ia telanjang, penisnya masih tegak tapi dia tahu sebentar lagi pasti terkulai. Sementara istrinya yang juga telanjang menarik selimut dan menutupi tubuhnya hingga pinggang. Sax menatap langit-langit, keringat sisa persetubuhan masih menguap di badannya. Dia mengosongkan pikirannya, berusaha mengusir kenyataan bahwa hanya lima belas menit dia sanggup bertahan. Ejakulasi dini adalah mimpi buruk semua laki-laki, biasanya laki-laki yang sering masturbasi akan mengalaminya. Tapi Sax tidak pernah masturbasi, terakhir kali ia melakukannya saat sebelum menikah. Dia juga tidak merokok dan tidak sedang kelelahan, tapi ada sesuatu yang membuatnya cepat sekali keluar. Dia tahu apa itu, tapi dia memilih untuk tidak mengingatnya

“Maaf ya, cuma sebentar.” Sax menggenggam tangan istrinya.

Istrinya berbaring miring, memeluk perut Sax, “Tidak apa-apa, aku sudah keluar juga kok.”

“Tapi kalau cuma sebentar, jadinya cuma satu gaya…”

“Tidak apa-apa, aku sudah keluar…” istrinya terpejam, mengulang kalimat yang sama. Sax membelai rambut istrinya, menatap langit-langit, dia tahu apapun dialog yang mereka keluarkan, istrinya paling banyak akan mengeluarkan kalimat yang sama lagi. Selalu seperti itu. Mungkin maksud istrinya adalah menenangkan situasi, Sax menghargai hal itu, tapi juga tidak tahu bagaimana harus bersikap menyingkapinya. Begitu sulitnya mendiskusikan sesuatu dengan istrinya, karena yang terjadi adalah dia selalu mengambil sikap untuk menenangkan situasi ketimbang membahasnya.

Istrinya selalu menerima dia apa adanya, itu menyenangkan namun sekaligus membuatnya bertanya-tanya: mengapa? Dalam berhubungan seks pun sudah lama dia dilanda kedinginan yang tidak terdefinisikan. Biasanya mereka hanya berhubungan seks paling tidak sebulan sekali, dan setiap berhubungan pun tidak pernah lama. Sudah lama Sax tidak pernah bisa kembali ke performanya yang dulu ketika masih muda. Dulu dia pernah tahan hingga empat puluh lima menit, dengan berbagai gaya, sementara kini dia sedikit merasa lemah. Namun di luar itu, ia merasa istrinya juga sudah tidak terlalu menikmati hubungan-hubungan seks mereka lagi.

Sax menunduk, istrinya sudah terpejam. Begitu cepat ia jatuh tidur. Sax menghentikan belaian, memandang wajah istrinya. Istrinya dibesarkan oleh sebuah pendidikan kolot yang menganggap seks semata-mata adalah aktifitas untuk memproduksi anak. Sementara Sax menganggap seks adalah sebuah permainan dan petualangan. Di bagian ini saja mereka sudah berbeda. Terkadang dia merasa enggan sendiri mengajak istrinya berhubungan seks, karena setiap kali melakukannya ia merasa diingatkan lagi dengan kelemahannya.

Tapi kali ini ada yang sedikit berbeda. Hanya sedikit, tapi berpengaruh besar. Saat hubungan seks mereka dimulai, lambat laun Sax mulai diselimuti keinginan untuk membayangkan wajah Yum. Maka itulah yang terjadi, tidak terlalu sulit untuk melakukannya. Mereka pernah bertemu, dan sedikit banyak Sax sudah pernah bermimpi erotis tentang Yum. Sebuah mimpi yang belum hilang dari memorinya. Dia tinggal memanggil semua kenangan itu kembali. Maka karena lampu kamar mereka pun dimatikan, Sax memejamkan mata dan mulai membayangkan Yum dalam aktifitas seksnya. Lalu ketika spermanya keluar, dia merasa sedang menyemprotkannya ke dalam rahim Yum

Ketika itulah dia entah kenapa merasakan sebuah kenikmatan yang tiada tara, kenikmatan yang tidak pernah ia rasakan, kenikmatan yang membuatnya ingin menuntaskan seluruh air maninya, bahkan hingga mungkin hingga meloloskan sumsum tulangnya. Bahkan Sax merasa bahwa tadi dia tanpa sadar juga mengeluarkan teriakan tertahan, sesuatu yang belum pernah terjadi hingga saat ini. Itulah yang disembunyikan olehnya saat ini. Perasaan itu, kenikmatan itu, dia yakin bahwa perasaan itu timbul karena dia mengimajinasikan sosok Yum, dan bukan istrinya. 

Sax merasakan gerakan kecil dari badan istrinya, dia tahu istrinya belum tidur. Tapi Sax bergerak, dia ingin mengambil air minum

“Mau ke mana?” lirih istrinya bertanya sambil mempererat genggaman.

“Ambil minum.”

Istrinya membuka mata. “Tadi pas orgasme sampai bersuara, memang kayaknya enak banget ya?”

Sax tersenyum. “Iya, enak banget. Makasih ya…”

“Aku senang…”

Lihat selengkapnya