Wicked Game

Hendra Purnama
Chapter #35

Pesta Junk Food Pertama dan Apa Friend With Benefit Itu Sebenarnya

Sax sedang berbaring menatap langit-langit ketika pintu kamarnya terbuka. Di sana berdiri May yang segera menyelinap masuk dan mengunci pintu.

“Ada beberapa orang di lorong, sepertinya tamu, jadi aku buru-buru masuk. Tadi sempat diam dulu di tangga, memastikan itu bukan razia atau semacamnya. Hai apa kabar?" May membuka jaketnya, membuka lemari, menyampirkan jaket itu di dalam gantungan baju di lemari. Lalu berbalik menghadap Sax. “Ada apa? Tumben kamu yang kontak aku?”

Sax tidak menjawab, ia masih berbaring menatap langit-langit. May memandang Sax sebentar, tidak bertanya-tanya lagi, dia memilih untuk mengambil gelas yang masih telungkup di meja, membuka botol air mineral di sana, menuangkan air ke gelas. Lalu meminumnya.

“Kamu belum minum apapun, bikin kopi pun belum,” Suara May setengah mengeluh, “Aku selalu mendahulukan bikin secangkir kopi setiap kali masuk kamar hotel. Kalau memang mereka menyediakan.”

Sax masih diam, May tak menunggu jawaban, dia segera memanaskan air dengan heater. Sekejap air mendidih, lalu May menyeduh dua cangkir kopi. Dua cangkir kopi itu dibawanya ke hadapan Sax. “Ngopi dulu, aku simpan di sini ya." May meletakkan kopi itu di meja kecil di samping tempat tidur, adegan ini sekejap membuat Sax teringat adegan ketika istrinya tadi meletakkan kopi di titik yang sama. May duduk bersila di ujung tempat tidur, memandang Sax. "Kamu sedang ada masalah? Mau cerita?”

Sax bangkit duduk di atas tempat tidur, menurunkan sebelah kakinya. Memandang May. Mereka tidak bicara apa-apa. Tiba-tiba pintu kamar itu diketuk, May terkejut. 

“Siapa?”

Sax tidak bicara, hanya tersenyum lalu melangkah membuka pintu, di depan pintu ada seseorang yang mengenakan seragam seperti petugas pengantar makanan. May tidak bisa melihat dari perusahaan mana, tapi May jadi tenang. Dia berbaring di sisi sebelah kiri kasur, tak lama terdengar Sax menutup pintu, menguncinya, dan kembali membawa dua bungkusan yang besar, wangi makanan meruap. May tertawa ringan

“Kamu beli apa?”

Sax mengangkat bungkusan. “Makanan.”

Sax meletakkan bungkusan itu di atas kasur dan membukanya. Terhampar tiga porsi cheeseburger ukuran medium, beberapa porsi kentang goreng ukuran besar, satu bucket ayam goreng, dua mangkuk cream soup, dan dua botol air mineral ukuran besar. May terbelalak.

Kamu mau ajak aku pesta junk food?”

“Saya sedang ingin makan, dan saya tidak ingin makan sendirian.”

Sambil tertawa, May mencomot kentang goreng yang masih panas. “Boleh juga idemu. Mengajak ke hotel tengah malam begini, terus traktir junk food besar-besaran, bikin aku gendut. Tapi memang aku tidak peduli sih soal ukuran pinggang atau sejenisnya. Aku bisa makan banyak tapi badanku tetap biasa saja, mungkin di beberapa poin pinggul atau paha aku agak membesar, tapi aku tetap puas dengan badanku.”

Sax tergelak. Saat itu ponselnya berdenting. Sax segera membukanya, dia mengerutkan kening membaca pesan masuk. Dari Yum. Sax hanya mengetik jawaban singkat. 'oke, besok pagi'. Lalu Sax melemparkan ponselnya ke atas kasur, lalu duduk dan menjangkau makanan terdekat.

“Kaget tidak saya ajak ke sini?” Sax membuka tutup cream soup.

“Kaget juga, iya… kamu sendiri yang bilang tidak biasa pergi ke hotel untuk menyepi, tapi tahu-tahu kamu yang sewa hotel dan ajak aku ke sini. Malam-malam pula. Untung ini hotel bintang empat, cenderung aman, mau aku bolak balik ke sini bermalam-malam juga tidak akan ada razia atau apapun”

“Begitu ya?”

“Ya, hotel bintang tiga ke atas relatif aman. Tapi juga harganya, mesti keluar beberapa ratus ribu. Tidak cocok untuk orang-orang kantong cekak.” May membuka bungkus cheeseburger, sedikit mengerutkan kening melihat bentuk makanannya. Seperti memikirkan sesuatu, tapi dia lantas tidak peduli dan mulai makan.

Sax menyuapkan cream soup pelan-pelan, menggeleng, “Saya tidak pernah suka makanan ini.”

“Terus kenapa kamu pesan?”

Lihat selengkapnya