Sebenarnya malam itu, Sax bermimpi buruk. Dia merasa menjadi burung yang terbang tapi dengan sebelah sayap terluka dan berdarah. Sebuah mimpi yang menggelisahkan. Dia terbang dengan kondisi tidak baik dan tidak seimbang, Melintasi perairan luas dengan karang-karang di satu sisi dan kabut di sisi sebelahnya. Dalam mimpi ia terbang melayang dengan gerakan yang sempoyongan, beberapa kali rasanya ia akan jatuh, dan sebagai seekor burung maka jatuh ke air adalah ketakutannya yang terbesar, dan itu yang ia rasakan.
Lalu tiba-tiba ia terbangun, Mimpi tadi ternyata begitu melelahkan, seolah ia sendirian yang baru saja terbang dalam kondisi terluka. Begitu melelahkannya hingga ia memerlukan waktu beberapa saat untuk bangkit, bahkan perlu waktu juga untuk menyadari bahwa tadi adalah sebuah mimpi.
Ketika khirnya bisa bangkit, ia merasa tenggorokannya begitu kering. Tanpa membangunkan May, Sax menyiapkan sarapan sendiri. Kali ini dia hanya membuat teh panas dan memakan apapun yang tersisa dari makanan tadi malam. Untung masih ada sisa cheeseburger dan sekotak kentang goreng yang sudah dingin, bisa untuk mengganjal perut. Sax melirik ke luar, sudah terang, semalam dia tidak menutup gorden. Sax duduk di kursi, memperhatikan May yang masih tidur melingkar tanpa selimut. Dia benar-benar tidak punya alasan apa-apa memperhatikan May, dia hanya ingin memandanginya saja sambil mengunyah kentang goreng dingin.
Beberapa jenak kemudian Sax memutuskan untuk mandi. Dia melangkah masuk kamar mandi dan menyalakan air panas. Karena satu dan lain hal air panas di kamar mandi ini tidak bisa diatur suhunya, Sax merasa agak kesal juga. Tapi dia segera mandi secepat yang ia bisa. Lalu mengenakan baju bersih yang dibawanya ada di mobilnya. Sax memang punya kebiasaan seperti itu Ia selalu membawa baju bersih di mobilnya, menurutnya itu untuk kejadian darurat saat dia benar-benar perlu ganti baju. Kali ini dia cukup senang dengan pilihannya: kemeja biru muda, celana jeans hitam. Baju ini dia masukkan ke dashboard mobilnya kurang lebih dua minggu lalu. Jadi sebenarnya dia sudah agak lupa membawa baju apa. Dia merasa baju yang kali ini dibawanya cukup layak dipakai untuk agenda hari ini.
Sax mengenakan baju itu, lalu meminum teh yang sudah mulai hangat, dia menyalakan televisi dan menonton berita tanpa minat. Sudah lama dia merasa bahwa berita-berita yang ada terasa sama saja. Sehingga lambat laun jadi membosankan. Kemudian ia melemparkan lagi pandangan ke arah May yang masih mendengkur, Sax memutuskan untuk tidak membangunkannya. Lalu tanpa suara dia keluar dari kamar itu. Dia meninggalkan kunci kamar dekat televisi, toh dia sudah membayar di muka dan kalau mau May bisa langsung check out dari sana.
Dalam perjalanan, Sax mampir dulu ke sebuah swalayan, dia membeli kopi dan roti. Masih lama dari waktu perjanjian, Sax tidak ingin tiba terlalu cepat. Dia ingin merenungkan kejadian-kejadian yang menimpanya selama beberapa hari ini. Dia seperti ada di titik persimpangan yang membingungkan, persimpangan tanpa penunjuk jalan. Karena itu ia merasa perlu memikirkannya.