Rasa kantuk begitu mendera. Lelah setelah seharian bekerja membuat Sax ingin segera membetahkan diri di ranjang. Namun entah mengapa, keinginan untuk segera tidur begitu sulit. Tubuh sudah meminta haknya, tapi mata sulit terpejam. Pikiran terus berselancar tak tentu arah. Berkali-kali membenahi posisi tidut juga bantal, tidak membuat matanya terlelap. Sax memandangi istrinya yang sudah tidur lebih awal, seperti biasa begitu nyenyak. Tidak terusik oleh gerakan tubuhnya yang gelisah. Jam dinding menunjukkan pukul 12 malam, perasaan yang entah apa, begitu sangat mengganggu.
Sax berjingkat menuruni ranjang, pindah ke sofa di ruang tengah. Berharap kantuk segera datang, untuk lepaskan lelah yang semakin mendera.
Hening. Hanya suara jangkrik, gemeresik dedaunan yang tersentuh angin dan detak jarum jam terdengar sangat nyaring. Serima dengan detak jantung, seolah menjadi lagu pengantar tidur. Sax masih terus berusaha menenangkan diri agar bisa segera terlelap. Hingga akhirnya, setelah menguap beberapa kali, kantuk itu pun datang menyergap. Suara-suara itu perlahan menghilang, seiring dengan matanya yang semakin terlelap.
Namun antara sadar atau tidak, entah mimpi atau nyata. Kembali kejadian serupa mimpi-mimpi sebelumnya, terulang lagi. Seolah tersedot ke dalam sebuah dimensi waktu. Lalu mendapati dirinya berada di jalan setapak yang nampak sangat resik, sisi kanan kiri ditumbuhi mawar-mawar dan tulip-tulip beraneka warna. Sangat indah. Sax mematutkan pandangan ke depan, sebenarnya ragu untuk melangkah. Namun ada satu energi yang membuat dirinya sulit menahan diri untuk tetap melangkah menyusuri jalan setapak yang tak terlihat ujungnya.
Hingga akhirnya, sampai di sebuah kastil dengan pintu yang sangat besar. Tangan Sax secara reflex mendorong pintu kastil hingga terbuka lebar. Sesaat Sax tertegun, di mana ini?
Dia melangkah masuk, ruangan yang penuh cahaya, hampir semua dindingnya berwarna putih bersih. Sebuah kastil yang indah, nampak rak-rak kayu jati berdiri tegak. Hiasan yang terbuat dari tanah liat tersusun rapi berselang-seling dengan bunga tulip dan mawar putih. Lukisan-lukisan indah terpajang di dinding, sungguh sangat indah.
Sax mengitari sekeliling ruangan, tak ada penghuni. Suasana yang sepi dan asing, membuat bulu kuduknya berdiri. Ingin rasanya kembali pulang, namun entah mengapa, tubuhnya seperti ada yang menuntun menggiring untuk terus berjalan menyusuri setiap lorong yang ada dalam bangunan besar ini. Sesaat Sax menikmatinya, ruangan yang serupa galeri dengan berbagai pajangan karya seni, membuat Sax betah berlama-lama berdiri.