Wine & Water

Okia Prawasti
Chapter #3

Cerita Dari Miyana - It's Not About The Gift But The One Who Give

Kepalaku masih terasa berat, namun mataku sudah setengah terbuka saat kudengar sapaan selamat pagi dari Firga, dia masih berbaring di sampingku.

“Hey Miyana, Happy Birthday.” Dia tersenyum hangat, lalu mencium keningku.

Hari sudah berganti ternyata, dan dia benar-benar pulang. “kamu pulang jam berapa tadi malam?”

“hmm... nggak inget juga sih tepatnya, around two maybe, yang aku ingat kamu tertidur di sofa, and drunk. Kamu nggak usah nyimpan wine lagi deh Mi, karena pasti bakal selalu kayak gini kalo kamu minum sendirian.” Lalu dia membelai kepalaku pelan. “nggak pusing kan? Come on, get up. I’ll make you breakfast.”

Aku mengikutinya keluar kamar, lalu melanjutkan rebahan di sofa, sementara Firga sibuk di dapur, membuatkan sarapan kami berdua. Aku hampir lupa hari ini adalah hari ulang tahunku, kalau bukan karena Iren yang kemaren maksa banget bikin acara dinner untuk merayakan bertambahnya usiaku ini.

“Makan malam doang Miyana, sama orang-orang terdekat aja. Kenapa sih Lo nggak pernah mau ulang tahun Lo dirayakan? We should celebrate and party lho sweetheart

“Ya males aja, gue bukan ABG lagi lho ya yang perlu dirayain ultahnya.”

“Oke, tapi makan malam aja boleh dong ya, gue udah reserve tempat nih.”

Akhirnya aku terpaksa setuju, setelah Iren mengatakan siapa saja yang mungkin datang.

“Iren bilang nanti malam kamu ada birthday dinner ya?” tanya Firga setelah meneguk kopinya.

“Sebenarnya bukan aku yang mau bikin acara dinner itu” jawabku.

“Kenapa? It’s your birthday, you should have fun.” Lalu Firga mengunyah pancakenya. “tapi aku nggak bisa ikut ya, aku ntar sore ada jadwal meeting, kamu tau kan kalo udah brainstorming bakal sampe malem. Jadi terlalu terburu-buru kalo aku nyusulin kamu.”

Sekarang aku yang sedang mengunyah pancake, jadi aku tidak merespon kata-katanya.

But, hey. I wanna have a dinner with you too, jadi nanti kalo acara kamu bareng temen-temen kamu udah kelar, kamu nyusul ya, nanti aku bakal reserve tempat, tapi di dekat-dekat kantorku aja ya Mi.”

Aku tersenyum sewajarnya meski tidak puas, lalu mengangguk.

you want more maple syrup?

Aku menggeleng pelan.

“Mi, kamu tuh mulai sekarang mesti sarapan tiap hari ya, I think you lose so much weight. Tadi malam aku gendong kamu ke kamar kayaknya kamu ringan banget.” Ujarnya sambil berlalu dari meja makan dan bersiap untuk mandi.

Lagi-lagi aku hanya menggelengkan kepala, lose weight dari mana ceritanya, lose job iya karena lingkar pinggangku bertambah.

“Well, happy birthday to me.” Itu yang kuucapkan sendiri dalam hati sambil menyantap suapan terakhir dari sarapanku pagi ini. Hari ulang tahun harusnya membahagiakan bukan? Tapi mungkin tidak bagi orang dewasa. Hal-hal yang dulunya pernah dianggap istimewa, kini sudah menjadi biasa saja. Entah banyak orang yang berpikir serupa, entah memang hanya aku saja yang menganggap hidup semakin lama semakin menuntut makna. Dan semua itu berangkat dari pertanyaan-pertanyaan; apa tujuanmu, apa rencanamu, ending seperti apa yang kamu mau. Dan untuk menjawab semua itu, kita cenderung melangkah terburu-buru, entah itu untuk sesuatu yang benar-benar kita kejar atau untuk sekadar menghindar.

Sama seperti yang kuhadapi sekarang, saat Iren menarik lenganku ketika kami berdua baru saja tiba di lantai 6 Hotel The Ritz Carlton Place, SCBD. Meski ragu, aku melangkah terburu-buru mengikutinya.

“Ren, kenapa mesti di Pasola sih?” tanyaku yang menghentikan langkahnya sesaat.

“Bukannya Lo suka ya makan di Pasola? Udah ahh, yuk buruan, mereka pasti udah lama nugguin. Gue nggak nyangka jalanan Jakarta sore ini macet.”

Lihat selengkapnya