Shit, jam tangan gue mana ya? Repot juga ternyata kalau dalam tempo waktu yang secepat mungkin dan sesingkat-singkatnya, gue harus ngumpulin dan beresin barang-barang gue, yang mungkin udah tersebar di apartment Miyana ini.
Barang-barang gue harusnya gak banyak sih, itu juga gue simpan di rak kecil di samping sisi kanan tempat tidur, beberapa ada di meja rias Miyana, mungkin di laci mejanya juga ada, tapi gue nggak menemukan jam tangan gue di tempat-tempat itu, masa gue harus cari di lemari Miyana juga? Kalau makin berantakan, habislah gue. Gue udah cukup merana kalau persahabatan kami yang berantakan, gue nggak mau memperparah keadaan.
Tapi bisa jadi makin parah kalo gue nggak menemukan jam tangan gue itu. Okay, maksud gue bukan jam tangan yang sedang gue pakai, tapi ini jam tangan pemberian Miyana. Kalau jam tangan itu hilang, efeknya kira-kira samalah dengan separuh jiwa gue yang bisa melayang. Kalian tau betapa mahalnya harga jam tangan yang Miyana berikan ke gue sebagai kado ulang tahun gue yang ke 28 di akhir tahun lalu itu? Gue juga gak tau persis berapa uang yang dikeluarkan Miyana untuk membeli jam itu, gue tau kisaran harganya dari hasil browsing. It’s TAG Heuer Formula 1 Calibre 16, dan kalo lo tau harganya pasti lo sama kagetnya kayak gue.
“Kamu udah gila ya?” Setelah mata gue melotot dan mulut gue menganga saat membuka kotak kado dari Miyana, kata-kata itu yang gue lontarkan. Dan Miyana cuma nyegir sambil tertawa kecil di depan gue.
“Relax Ga, it’s just a watch, not a billion dollar money I gave you.”
Ya gue mana bisa santai, saat itu gue lagi bokek-bokeknya abis over kredit rumah yang sempit tapi harga selangit itu. malah gue sok mampu buat bayar cash, bertingkah pengen ada bagian yang direnovasi, alhasil jadi miskin dadakan. Lalu Miyana ngasih gue jam tangan yang harganya mahal gila, mending uangnya dikasi aja ke gue buat tambahan biaya renovasi.
“But, whyyyyy? It’s fucking expensive. Kalau kamu mau kasi aku hadiah jam tangan, ya yang biasa-biasa ajalah Mi, Ini aku jadi nggak enak nerimanya”
“Karena jam tangan kamu itu-itu mulu sih Ga,”
Casio G-Shock di pergelangan tangan kiri gue pasti minder nih kalo tau saingannya TAG Heuer.
“Maksudnya bukan aku nggak suka dengan yang itu,” Miyana menunjuk jam tangan yang sedang gue kenakan “aku cuma pengen kasi kamu jam yang baru, biar bisa ganti-ganti. Jadi aku datang ke toko jam, liat-liat, lalu suka sama jam itu.”
Gue masih bengong dan nunggu kata-kata lain dari Miyana yang mungkin bisa bikin gue merasa senang dan pantas menerima hadiah itu.
“Diterima ya Ga, don’t ever think about the price, it’s not a big deal, lagian aku nggak pernah lho kasi kamu kado ulang tahun karena kamu selalu bilang ‘nggak usah’, masa sewaktu aku pengen kasi, aku kasinya yang murah” ujarnya sambil kembali tertawa, mungkin aja menertawakan ekspresi bingung gue saat itu.
Otak gue belum bisa nerima dengan mudah kegilaan Miyana yang satu ini. Ya emang sih gue hampir gak pernah dapat kado sewaktu ultah, because boys don’t do that stuff, nggak kayak cewek-cewek yang selalu ribet kalo ada temannya yang ulang tahun. Terus menurut lo, gue yang nggak pernah-pernahnya dapat kado, sekalinya dikasi kado, dan dapat kado yang mahal gini, apa nggak syok? Ini sih ibarat orang-orang yang masuk reality show sejenis Uang Kaget. Beneran kaget woy!
“Kamu mikirin apa sih sewaktu beli jam ini? Kamu yakin nggak dihipnotis sama Mbak atau Mas-mas salesnya?”
Dan Miyana tertawa lagi. Gue selalu suka ngeliat dia tertawa, meskipun gue yang jadi bahan tertawaannya.
“Ya nggak tau juga sih Ga, kalo pun iya aku dihipnotis, ya kamu tinggal tunggu aku sadar aja, terus kamu tinggal balikin deh jamnya saat aku minta, karena kaget ada tagihan besar di kartu kreditku, hahahaha.”
Dia tertawa lagi, cuma sebentar, lalu berhenti karena ngeliat gue yang nggak ikut tertawa.
“Okay, I’m sorry. Kamu beneran pengen jawaban serius nih? baiklah.”
Miyana membetulkan posisi duduknya, lalu bersiap untuk berbicara sambil memandang mata gue.
“Tadinya aku nggak kepikiran beli jam tangan buat kado sih, tapi aku beneran pengen ngasi sesuatu Ga, dan aku bingung harus ngasi kamu apa, aku pengen kasi kamu sesuatu yang kamu butuh, yang mungkin punya makna. Kamu baru aja mulai renovasi rumah yang kamu beli, apa aku harus beliin kamu bahan-bahan bangunan?....”
Hehe, ya kalo kamu mau beliin, aku nggak nolak juga sih Mi.
“Kan nggak lucu ya Ga, aku beliin kamu 100 sak semen? Hahaha” Miyana tertawa dan gue ikut juga.
“Kalo aku beliin barang-barang gede, kayak furniture gitu, nggak tepat banget kan? Rumahnya aja belum selesai direnovasi. So, I kept thinking about you, mikirin sesuatu yang kamu suka, yang mungkin kamu inginkan, sampai akhirnya I came up with the Men’s Watch. I love that watch, bahkan saat pertama kali liat Ga, and I love it better when I imagine you’re wearing it.”