Kalau gue harus ikut seru-seruan anak twitter yang lagi nge-drop unpopular opinion swords meme dengan menggunakan potret Flynn yang sedang ditodong banyak pedang di Film Tangled itu, mungkin gue bakal nulis kalau ‘Selingkuh nggak selalu menjadi hal buruk.’ Okay, sebelum komentar-komentar setajam pedang itu kalian lemparkan ke gue, please let me explain what I mean.
Sebenarnya, seperti hal-hal lain dalam hidup, selingkuh itu juga merupakan suatu pilihan. Sama halnya saat lo milih mau makan bubur diaduk atau enggak, sikat gigi sebelum atau sesudah mandi, pakai jam di pergelangan tangan kanan atau kiri, tidur dengan lampu kamar menyala terang, remang-remang temaram atau padam, dan bahkan pilihan-pilihan absurd lainnya yang automatically terjadi gitu aja bahkan tanpa lo harus bikin keputusan untuk itu. Nah, menurut gue begitu jugalah cheating itu, sebenarnya lo mungkin nggak pernah mau, tapi terjadi gitu aja tanpa lo sadari, semacam pilihan otomatis yang hanya bisa dikendalikan oleh hati dan perasaan lo, bukan akal sehat lo.
Selingkuh, mau seberapa lama pun lo menjalaninya, sebagaimanapun lo mengupayakan untuk menutupinya, lo akan tetap memilih pada akhirnya. Memilih untuk bersama dengan orang yang menurut lo tepat namun datang terlambat itu, atau tetap setia dengan seseorang yang udah jadi pasangan lo sejak dulu.
Terus gimana ceritanya selingkuh itu lo anggap benar Jovadi? Okay, gue bilang tadi selingkuh itu nggak selalu menjadi hal buruk, bukan berarti benar juga. Gue setuju kalau selingkuh itu hal yang salah, tapi nggak selamanya hal yang diawali dengan kesalahan, berakhir dengan permasalahan. Gue pernah baca artikel di majalah Vogue, gue baca hal-hal kayak gini juga bukan karena gue hobi ya, tapi karena kebetulan artikel itu terbit di edisi Vogue yang juga menerbitkan wawancaranya dengan gue. Gue juga lupa sih keseluruhan isi dari artikel itu, tapi ada beberapa lines, yang menurut gue juga opini dari si penulis, yang mungkin bisa gue terima.
Dalam artikel itu ditulis “despite it being bad and disrespectful, cheating carries lesson as every mistake does”.
Jadi ya nggak melulu berujung masalah, tapi bisa menjadi pelajaran yang membawa suatu hubungan di mana segala hal bisa didiskusikan lebih bebas, lebih terbuka, karena biasanya selingkuh itu berawal dari hal-hal yang nggak bisa didapat dari pasangan, tapi kita memilih untuk tidak mengungkapkan. Giliran ada orang yang bisa jadi teman untuk berbagi hal-hal itu, malah jadi keterusan ke hubungan perselingkuhan.
Kira-kira begitu jugalah yang gue pahami dari script series Married, Divorce and Everything in Between. Setelah kemaren Henri ngirimin gue hardcopy scriptnya yang full version dan bilang kalau minggu depan udah masuk ke jadwal reading, gue udah nyicil-nyicil buat ngebaca dan memahami ceritanya. Sama seperti tokoh Resa yang sebenarnya nggak mau terlibat asmara dengan Lyra yang sudah bersuami, gue juga awalnya nggak pernah benar-benar mau menerima tawaran ini, beradu acting sama Miyana termasuk dalam pilihan yang sudah dipilihkan buat gue.
“Sebelum Big Reading, kayaknya gue perlu ketemu Miyana deh.” ujar gue ke Henri saat dia nelpon gue untuk ngingetin schedule gue besok.
“Mau ngapain lo?” Tanyanya polos seolah-olah lupa kejadian unexpected kissing antara gue dan Miyana tempo hari.
“Ya mau ngomong aja, tentang kejadian di apartmentnya yang lalu itu…”
“Ohh..” Respon Henri saat dia mulai mengerti pembicaraan gue. “Menurut gue sih mending lo lupain aja lah, kalau ntar lo pertanyakan, lo bisa bikin dia malu, atau kalau ternyata dia mabuk beneran dan udah melupakan, bisa jadi elo yang malu.
Henri ada benarnya juga sih.
“Pastikan aja kalo lo nggak baper bro sama kejadian kemaren itu, karena setelah gue liat-liat full script-nya, lumayan banyak tuh adegan-adegan pemicu kebaperan hahaha…”
Henri nggak tau aja kalau gue udah baper beneran.
“Ohh iya bro, hampir lupa nih gue, hari Sabtu besok elo diundang ke acara opening pameran fotografinya Mas Aggie, semua yang jadi modelnya di project kemaren juga pasti diundang, termasuk Miyana, jadi lo bisa ketemu dia di situ dan ngobrol tuh sebelum lusanya kalian ketemu lagi buat big reading.”
Sebenarnya gue bingung juga kalau ketemu Miyana mau mulai ngobrol sama dia harus ngomongin apa. “Jadwal lain nggak ada yang bentrok kan?”
“Nggak ada bro, tapi kalo lo nggak mau datang, ya gapapa juga.”
Gue sempat mikir-mikir bentar. Sebaiknya emang gue mending datang aja, kalau ketemu Miyana malah bagus bisa bertegur sapa dan ngeliat sikap dia ke gue gimana setelah kejadian itu. “Nggak papa Hen, kita datang aja ya.”
Setelah menyudahi percakapan dengan Henri, gue masih lanjut untuk membaca full script web series yang akan segera gue mainkan itu. Tiap-tiap scene gue dan Miyana, gue udah bisa ngebayangin kira-kira visualnya seperti apa, mungkin itu juga yang bikin gue betah untuk terus membaca sampai nanti ngantuk melanda. Gue jadi keinget moment saat gue dan Miyana pernah ngomongin tentang love affair ini.
“Gue pernah mendaki gunung Batur lho Jo,” Ujarnya saat gue dan dia sedang di lokasi pemotretan. Hari itu jadwalnya untuk photoshoot di Pura Ulun Danu Batur, bagian dari lanskap Subak Bali yang ditetapkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Ini kali pertama gue mengunjungi tempat ini, dan menurut gue Pura ini memang cocok untuk dijadikan objek wisata seni arsitektur yang bernilai sejarah. Sedangkan Danau Batur yang indah ini, yang biru teduh serta didukung oleh pemandangan Gunung Batur adalah bonus yang membuat destinasi yang satu ini punya paket lengkap.