Setelah 3 tahun berlalu sekarang aku benar-benar sudah tidak ada rasa dengan dia. Hari ini adalah hari pertamaku masuk SMA. Cuaca hari ini cukup mendukung walau agak dingin, setidaknya matahari masih bersinar di musim gugur ini. Nama sekolahku adalah Avrent High School, letaknya tidak jauh dari rumahku jadi aku memutuskan bersekolah di situ. Lagipula sekolah itu berseberangan dengan hutan jadi aku bisa memandangi hutan itu semauku. Hutan itu selalu menjadi tempat favoritku, banyak kenangan manis di dalamnya. Walau ada yang berakhir pahit, tapi hutan ini tetap indah di mataku.
Ayah mengantarku dan kakak ke sekolah, saat di halaman sekolah banyak perempuan yang menatap ke arah kakakku. Aku tidak mengerti apa yang ia lakukan sampai ia sepopuler ini.
“Hey, Eli! Apa kau ingin bergabung ke OSIS?” tanya kakak padaku sambil berjalan menuju pintu masuk.
“Mungkin ya, mungkin tidak. Aku penasaran dengan ketua OSIS di sini, biasanya kan ketua OSIS itu tampan atau cantik.”
Aku tidak begitu tertarik dengan keorganisasian. Aku hanya ingin bertemu pria tampan agar bisa fan-girling.
“Wah, Eli apa kau sudah mengakui ketampanan kakamu ini?” tanyanya padaku sambil memposekan pistol di tangannya lalu ditempel di dagu.
“Kau narsis sekali yah, memangnya kau ketua OSIS apa?” kataku yang merasa mual dengan kenarsisannya itu.
“Aku ini ketua Osis loh Eli.” Dia mengatakan dengan percaya dirinya.
Aku memang terkejut dengan fakta itu, pantas saja dia populer (memang populer sih dari dulu). Yah tapi itu juga salahku karena tidak bertanya.
Aku ditempatkan di kelas 10-IPA-1, terkejut aku mengambil IPA? Bukan karena aku suka pelajarannya tapi aku mendapat desas-desus kalau di Avrent highschool pria-pria tampan biasanya masuk kelas IPA. Kyaaaaa!!! Aku tidak sabar untuk mencuci mata tiap pagi. Akupun memasukki kelasku, saat kubuka pintunya, aku merasa mataku terbutakan oleh sinar mereka. Tidak hanya prianya tampan tapi perempuannya juga luar biasa. Apa ini sekolah untuk actor? Bagaimana bisa ciptaan-ciptaan unggulan ini bisa berkumpul menjadi satu kelas? Ugh aku senang sekali. Aku mengambil posisi meja di tengah kelas karena paling strategis untuk mendengar guru juga mencatat materi dari papan tulis. Saat aku duduk aku dapat mendengar teman-teman sekelasku bergossip di belakang,
“Apa kau sudah dengar? Kita akan kedatangan anak pindahan dari kota Carsoul.” Kata anak perempuan 1.
Karena aku belum kenal namanya jadi aku beri nomor saja.
“Iya, aku sudah dengar. Semoga dia sekelas dengan kita, karena dia pria dan aku berharap dia tampan.” Kata perempuan 2.
Apalagi yang kurang coba dari kelas ini sampai mereka masih mengharapkan yang tampan. Tapi pria itu cukup menarik perhatianku karena dia berasal dari kota yang sama dengan pria itu, setengah diriku berharap itu dia tapi setengah lagi menenangkan diriku agar tidak terlalu berharap pada sesuatu yang kosong.
“Hei, kalau tidak salah namamu Elena kan?” kata seorang perempuan berkepang satu di sebelahku.
“Iya namaku Elena, bagaimana kau bisa tahu?” tanyaku dengan ramah padanya.
“Tentu saja! Kita satu sekolah dulu tapi aku selalu beda kelas denganmu. Kau itu cukup populer di sekolah dulu loh.” Kata perempuan itu.
Entah apa aku terlalu tidak peka atau mereka mengagumiku secara diam-diam. Aku tidak pernah merasa populer. Tunggu sebentar kalau diingat-ingat setiap hari ulang tahunku, hari valentine, dan natal aku akan mendapat banyak barang-barang pemberian tanpa nama pemberi. Apa itu artinya populer?
“Wah aku tidak tahu aku sepopuler itu. Karena kita pernah satu sekolah mari berteman. Siapa namamu?” aku bertanya dengan ramah padanya.
“Namaku Beatrice Estelio. Panggil saja Betty.” Katanya padaku.
Seketika obrolan kamipun terhenti saat seorang guru memasuki kelas kami. Ia memperkenalkan dirinya, namanya adalah Karen, jadi kami memanggilnnya Mrs. Karen. Ia akan menjadi wali kelas kami. Tiba-Tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintu kelas. Lalu Mrs. Karen membukakan pintu untuknya.
“Kau baru sampai rupanya. Anak-anak kenalkan ini adalah anak pindahan dari kota Carsoul. Kalian pasti sudah dengar desas-desusnya.”
Lalu anak itupun masuk. Saat ia masuk akupun langsung mengenali wajah itu. Ada beberapa perubahan tapi masih bisa kukenali. Dia orang yang datang dan pergi begitu saja. Yah, mengejutkan memang dia bisa berada di sini.
“Perkenalkan namaku adalah Haruto Kenfield. Aku pindah ke kota ini karena pekerjaan orangtuaku. Semoga kita dapat berteman dengan baik.”
Ia memperkenalkan dirinya lalu ia dipersilahkan duduk. Sialnya bangku di sebelahku kosong, diapun duduk di sebelahku. Ini akan canggung.
Hari ini kami belum memulai pelajaran, kami hanya diperkenalkan dengan lingkungan sekolah. Kami semua dikumpulkan di lapangan tengah setelah berkenalan dengan wali kelas. Kami para murid baru dibagi ke beberapa tim yang masing-masing dipandu anggota OSIS untuk tour sekolah. Satu kelompoknya terdiri dari 15 orang. Kalian tahu? Padahal jumlah angkatanku ada 300 orang tetapi dari sekian banyak orang aku malah sekelompok dengan Haru.
“Lama tidak jumpa, Eli.”
Dia menghampiriku lalu menyapaku yang sedang mengakrabkan diri dengan anggota kelompok lainnya. Dia tidak memanggilku dengan nama Nana lagi.
“Ya, lama tidak berjumpa Haru, atau bisa dibilang lama tidak mendengar namamu.”
Aku sekarang bersikap agak dingin padanya. Bagaimana tidak? Siapa yang tidak kecewa bila ditinggal tanpa kabar sama sekali. Dia hanya sejarah di hatiku saja sekarang. Mungkin aku bisa berteman dekat lagi dengannya walau perasaan yang itu rasanya sudah lama hilang.
“Aku tahu kau kecewa padaku. Aku minta maaf yah Eli.”