Tring! Tring! Tring!
Suara nyaring alarm membangunkan mimpi indahku. Mengapa mimpi indah selalu datang di saat yang tidak tepat. Aku jadi lupa wajah pria tampan itu karena mendengar suara alarm. Sepertinya aku akan mengganti suara alarmku dengan lagu besok. Akupun bersiap-siap ke sekolah.
“Eli! Sarapan sudah siap! Cepat turun ke bawah!” Terdengar suara ibu memanggilku untuk sarapan.
Aku segera turun untuk sarapan, hari ini aku merasa sangat semangat. Tepatnya mulai hari ini aku akan sangat semangat pergi ke sekolah. Bagaimana tidak? Aku merasa sedang berada di dalam drama-drama di tv, mahkluk unggulan itu memang luar biasa. Saat aku sampai di meja makan aku terkejut melihat kakakku. Dia terlihat sangat mengantuk dan seperti mayat hidup.
“Apa yang terjadi denganmu kak? Apa hanya dengan pulang jalan kaki sekali kau menjadi seperti ini?” tanyaku padanya.
Ia menoleh ke arahku dengan lemas lalu menjawab, “Oh, aku hanya kurang tidur saja. Kakakmu ini tidak selemah itu tahu! Aku bermain game semalaman dengan temanku, awalnya aku hanya berencana main beberapa jam. Tapi saat aku menengok jam aku telah jauh melewati jam tidurku.” Dia menjawab sambil mengunyah pelan roti yang menjadi sarapan kami hari ini.
Kakakku memang sudah dewasa secara umur tapi tidak dengan tingkahnya, aku penasaran bagaimana bisa dia terpilih jadi ketua OSIS.
Seperti biasa ayah mengantar kami ke sekolah dengan mobil. Saat sampai, aku dengan semangat menuju ke kelasku. Suasana kelas ramai seperti kemarin, ada yang bergossip , ada yang tidur, dan ada yang sibuk dengan smartphonenya. Aku duduk di bangku yang aku pilih kemarin. Betty sudah sampai lebih dulu dariku rupanya.
“Hai, Betty!” Aku menyapanya duluan kali ini,
“Hai! Hari ini cukup dingin, suhu yang pas untuk tidur. Tapi sayangnya ini bukan hari libur. Ah, aku ingin cepat pulang dan tidur.”
Dia meletakkan kepalanya di meja. Aku jadi merenungkan satu hal, apakah memasukki kelas IPA karena ingin fan-girling itu normal? Rasanya semua perempuan di sini tidak menunjukkan ketertarikan mereka pada para mahkluk-mahkluk unggulan di kelasku. Tiba-tiba saja sekumpulan perempuan penggossip yang duduk di belakangku menghampiriku. Apa ini? Apa aku telah mendapat musuh di hari ke-dua sekolah? Semoga saja tidak.
“Hei! Kau adiknya Victor Pentville kan? Kyaaa!!! Aku merasa beruntung sekelas dengan adik dari ketua OSIS,” perempuan 1 berkata padaku.
Jangan bersyukur karena hal itu, kau akan menyesal telah menyukai kodok narsis itu.
“Keluarga Pentville memang unggulan. Tidak hanya kakaknya tampan tapi adiknya juga cantik seperti boneka. Ayo, berteman denganku!” Sekarang giliran perempuan 2 yang berbicara dedenganku
“Tentu! Aku akan sangat senang berteman denganmu.” Aku tersenyum ramah pada mereka. Entah kenapa aku dapat melihat binar di mata mereka.
“Wow! Memang pesona ketua OSIS tidak bisa diragukan.” Kata Betty mengagumi kakakku. Tidak, jangan kau juga Betty.
Aku mencapai targetku hari ini, bahkan melebihi targetku. Aku mendapat 4 orang teman baru. Mereka adalah perempuan 1 (Stevianne), perempuan 2 (Edith), dan pengikut mereka (Dianne, dan Lily). Aku tidak perlu menyebut mereka perempuan 1 dan 2 lagi sekarang. Setelah asik berkenalan kami kembali ke kelompok masing-masing. Yah, kelompok yang dibuat kemarin. Aku dengar ada banyak games outdoor hari ini, semangat kepada diriku .Benar saja, banyak games outdoor yang menuntut kerja sama kelompok. Entah bagaimana, games yang kumainkan hari ini menghapus kerenggangan di antara aku dan Haru. Yah, bisa dibilang aku jadi ingat masa-masa kedekatan kami sebelum ia menghilang. Ada satu games dimana kami semua harus bermain basket melawan tim lain, tentu kakakku maju mewakili tim bersama Haru, aku dan 2 orang lagi dari taman. Setelah beberapa ronde aku lelah, lalu akupun minta digantikan oleh teman sekelompokku. Aku terkagum dengan tenaga kakakku dan Haru mereka masih bertenaga memainkan basket itu.
“Kyaaaaaa!!!!! Ketua OSIS kita hari ini terlihat semakin tampan saat bermain basket.” Samar-samar aku mendengar pujian-pujian yang dilontarkan untuk kakakku.
Baiklah aku akan mengakuinya, kakakku memang cukup tampan. Aku ini adik yang baik dan manis jadi aku tidak pendendam. Di saat semua orang terfokus pada kakakku aku malah terfokus pada Haru. Melihatnya bermain dengan kakakku mengingatkanku saat dia berkunjung ke rumahku. Kita akan bermain salju bersama, si imut juga ikut main loh! Kami akan bermain, lalu berjalan-jalan keliling kota.
“Ini, untukmu.”
setelah selesai bermain aku membelikannya sebotol air mineral.
“Terimakasih! Ah, senang rasanya bermain basket bersama teman-teman baru! Permainanmu lumayan juga.” Dia terlihat sangat senang setelah memenangkan permainan itu.
“Tentu saja aku bisa bermain, aku kan paling lincah. Apakah kau lupa? Kau tidak pernah menang lomba lari denganku.” Aku membanggakan diriku yang selalu mengalahkan kecepatannya saat lari.
“Iya, tentu saja aku ingat! Kau satu-satunya kelinci coklat di kota ini.” Ia terkekeh lalu mengacak-acak suraiku lalu beranjak pergi.
Ah, perasaan hangat ini kembali lagi. Aku jadi penasaran apakah ia menyukaiku juga saat itu. Tapi kalau ia menyukaiku ia tidak akan menghilang begitu saja dariku kan? Sudahlah lagipula kalaupun aku tahu, itu tidak akan merubah fakta bahwa dia pernah menghilang dari kehidupanku.
Akhirnya setelah selesai permainan akupun menemui Haru,
“Aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak bertanya. Sebenarnya kenapa kau sampai menghilang begitu?” aku akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.