Jarum penunjuk angka terus memutar di pergelagan tangan. Rasa cemas menyerang terus menerus. Sambil melipatkan kedua tangannya dibagian perut, kakinya tidak berhenti mengetuk tanah, sebuah isyarat sedang menunggu. Kumis yang melintang di atas bibirnya terus di gerakan, mata yang dipejamkan seakan sedang menerawang keberadaan ketiga muridnya yang sampai saat ini tidak kembali selepas izin ke kamar mandi. Meski sebetulnya Pak Danang sudah memeriksa ke toilet dan hasilnya nihil tidak ada siapapun. Kembalilah ia ke perkemahan. Dan sekaranglah ia kini, sedang menunggu, barang kali mereka akan kembali.
Dari kejauhan terlihat secercah cahaya muncul menembus gelapnya hutan. Terlihat bayangan seseorang sedang mendekati area perkemahan. Namun ada yang aneh, bayangan itu cuman ada dua orang. Tak lama kemudian bayangan yang gelap mulai terlihat nyata tersinari cahaya api unggun.
“Miya, Amanda.... Loh satu lagi mana? Lia di mana?” tanya Pak Danang heran.
“Justru itu pak Lia engga ada, kita kira Lia yang menjaili kita di hutan.”tukas Miya
Amanda melajutkan “Apa Lia udah kembali?” tanyanya ke Pak Danang.
“Lohh..lohh kok kamu yang nanya bapak! kan kalian yang pergi bertiga, dari tadi saya nunggu kalian, sampai saya menjemput tapi tidak ada. Sebenernya kalian kemana? terus Lia mana?” tukas Pak Danang dengan nada agak meninggi.
Menyadari Pak Danang yang akan marah, Miya dan Amanda mulai tertuduk dan takut.
“Gini loh, pak.. anuuuu..aaahhh” Miya berusaha menjelaskan.
“Anu, anu, apa? coba bicara yang bener!” tanya Pak danang sambil memengeluh kumis kesayangannya.
“Lia gak ada pak” Miya menjelaskan, melihat mimik muka pak guru mereka akan marah Amanda langsung mengeluarkan tameng perlingdungannya “Tapi bener ini bukan salah kami, Lia...” Amanda bertahan menjelaskan. Pak Danang memotong langsung.
“Apa! Lia engga ada... sudah-sudah kalian jangan banyak berasalan.” Suara Pak Danang meninggi karna terkejut.