Pagi mulai menyelinap masuk disela-sela bumi paling timur, cahaya yang merambat hingga menerangi seisi bumi. Di gedung yang masih dengan hingar bingar para siswa yang menuntut pelajaran kepada guru dan kumpulan buku-buku.
Ketika bel kedua sudah terdengar di saat perjalanan matahari tepat di ujung kepala, menikmati segenggam es teh, atau semangkuk bakso bisa meredakan massa yang berdemo di dalam perut.
Di meja yang dibuat memanjang sebelah kanan paling pojok kantin, Lia dan teman-temannya sedang asik menyantap makanan mereka masing-masing sambil disela dengan bercerita.
“Ehh, kalian liat Wira ga? kok udah beberapa hari gak keliatan ya.” tanya Amanda memastikan.
“Cieee.. tumben nanyain Wira, jangan-jangan..” Secepat kilat Amanda memotong pembicaraan Miya, ia tidak ingin melebar kemana-mana.
“Engga-engga, cuman aneh ajah.” Amanda menelisik ke empat mata temannya. Syukur, mereka percaya saja.
“Iya sih, tumben gak denger-denger, biasanya itu orang paling rame.” tukas Miya membenarkan.
Diminumnya lagi segelas jus strawberry pesanan Lia, ia tidak menanggapi kedua temannya. Tapi dipikirannya ia sedang berlarian mencari Wira.
Kemana dia, sedang apa dia...
Lia mencari jawaban atas khawatirnya sendiri. Gelasnya yang kini tersisa batu es terus ia seruput dengan sedotan yang sedari tadi menciumnya. Hingga terdengar suara seruputan yang tidak mengenai apa-apa. Sssrrtthh...
Amanda yang terus membicarakan Wira dengan Miya membuat semakin penasaran Lia hari itu, memang benar sudah beberapa hari ia tidak kelihatan batang hidungnya. Terakhir yang Lia ingat adalah ketika bersama Wira jalan-jalan menggunakan motornya.
Sejurus kemudian Lia berdiri dari duduknya yang sudah berakar. Sontak itu membuat kedua temannya sedikit keheranan.
“Mau kemana Lia?” tanya Miya heran. Amanda hanya menyaksikan wajah Lia yang sedikit berbeda dari biasanya.
“Ehh.. aku mau ke toilet dulu, kalo udah kalian duluan ajah ke kelas. Oke.” dengan nada sedikit menutup-nutupi.
Sebenarnya Amanda dan Miya tahu gelagat itu namun mereka seolah percaya apa yang Lia katakan. Pasti ada sesuatu yang ia sembunyikan. Dan Lia meninggalkan mereka berdua dari meja.
*****
Dari kejauhan Lia mendengar suara gemuruh di dalam kelas, sebuah arena dadakan saat jam istirahat berlangsung. Namanya juga anak laki-laki, tidak lengkap harinya jika tanpa menjahili satu sama lain. Lia yang mendengar sebuha suara yang telinga sudah halaf, ia melambatkan langkahnya, matanya menyelinap masuk namun tidak dengan tubuhnya yang masih berada di luar. Matanya mencari rupa wajah yang ingin ia temuai. Iya, Wira.
Dari bentang ruangan di mana matanya masih bisa melihat sosok dengan jelas, mata Lia menangkap basah Wira sedang tertawa bersama temannya. Ia perhatikan terus hingga tidak sengaja Wira menolah ke arah pintu dan sosok Lia berada di bibir pintu.
Tawa yang Wira bangun, senyum yang ia susah payah ukir harus pupus ditelan wajah cantik Lia yang sedang menatapnya dalam. Wira termangu tidak bisa berkata apa-apa ia hanya ingin diam, ia kikuk, ia mati rasa, ia mati langkah, ia....