Wira

Nazarulloh R
Chapter #19

19. Benteng Kokoh Bernama Kebohongan

Manusia mana yang bisa menahan sakit hati, manusia mana yang bisa menerima dikhianati, tidak ada manusia yang mampu seperti itu. Jelas mereka akan marah jika seseorang mengecewakannya.

Wira meninggalkan arenanya dengan Rangga, menyisakan kerumanan siswa yang melihat pertikaian mereka, menyisakan Lia yang masih tersedu-sedu.

Rangga mulai bangkit dari lantai yang membuatnya terkapar, sebenarnya ia bisa menyerang balik, tapi ia menahan dirinya. Seperti ada sesuatu yang membuatnya harus tetap diam dan tutup mulut. Di hampirinya Lia yang masih tersedu-sedu.

Dengan jaket rajut yang memeluk, syal yang masih merengkuh lehernya. Lia masih mengalirkan air mata, yang ia tangisi bukan Wira atau Rangga, tapi dirinya sendiri yang membuat benteng kebohongan yang begitu tebal. Dan Rangga, ia yang menjadi penjaga benteng itu. Karenya ia harus mengalami hal yang demikian.

Amanda menghampiri Lia dan memeganginya.

Ia menangisi hatinya yang mulai merasa perih, badannya mulai menggil walaupun suhu sedang tidak mendingin. Dalam hatinya, ia sedang berseteru antara cinta dan kebohongan. Ia membohongi dirinya sendiri, membohongi hatinya sendiri. Banyak hal yang mata Wira tidak bisa melihat, sesuatu yang tidak bisa ia tembus, sebuah benteng bernama kebohongan.

“Aku sayang kamu, Ra..” sayup-sayup suara kecil yang terbang terbawa angin. Namun tepat masuk ke dalam telinga Amanda.

Amanda tidak sedikitpun bergeming, ia hanya diam meski di dalam hatinya tercipta sayatan-sayatan kecil yang membuat ia perih. Tangannaya berusaha memegang Lia agar tidak jatuh, matanya menahan air mata agar tidak ikut jatuh.

Badan Lia mulai melemah, perlahan pandanganya meredup. Rangga yang tepat di depannya sudah samar terliat. Gelap. Mungkin itu yang sedang Lia lihat, sejurus kemudian ia tidak sadarkan diri.

“Lia.. Lia!” Miya mencoba membangunkan Lia.

“Lia... bangun!” dengan suara khawatir Amanda menimpa.

Masih dengan usaha mereka memanggil dan menggoyang-goyangkan tubuh yang hanya tersisa raga. Lia tidak lepas dari bangunnya.

*****

 

Di sebuah jalanan sebuah motor yang ditumpangi seorang pelajar melaju dengan kencang, Wira. Ia mencengkram gas hingga batas, ia ingin kecepatan penuh jika bisa ia ingin motornya mempunyai kecepatan cahaya dan melesat menuju planet Mars. Ia ingin meninggalkan bumi di mana hanya berisi orang-orang yang berkhianat.

Lihat selengkapnya