Hari ini adalah hari sabtu dan tradisi di sekolah Wira setiap hari sabtu adalah hari kompetensi, dimana seluruh siswa dikumpulkan semua di lapangan untuk melihat bakat-bakat siswa atau teman-tamannya. Dan setelah kopetensi hanya ada jam pembelajaran satu saja kemudian pulang cepat.
Alasan itu yang membuat Wira malas berangkat ke sekolah hari ini, entah mengapa perkataan ibu kemarin masih terngiang-ngiang di telinganya, masih terekam jelas diingatannya. Tentang bertemu Rangga yang membuatnya juga malas, Wira semakin yakin untuk tidak masuk hari ini, ia berharap mungkin di luar sana ia bisa mendapatkan cara bagaimana menghapus semua kesal yang ada dalam dada, seperti apa kata ibu kemarin.
Pagi memilih angka tujuh. Miya, Amanda, dan Rangga sudah sampai di sekolah. Mereka berniat untuk izin hari ini, mereka ingin menjenguk Lia di rumah sakit. Malam hari, ibunya Lia menelpon Miya perihal kondisi anaknya. Tuturnya Lia keritis dan tidak menyadarkan dirinya lagi. Hal ini yang membuat teman-temannya khawatir dan ingin melihat kondisi Lia.
Di perjalanan, ada rasa cemas yang berkecamuk di dalam diri mereka saat menuju ke rumah sakit, mereka sangat khawatir dengan kondisi Lia. Miya dan Amanda menggunakan angkutan umum untuk sampai ke rumah sakit, sedangkan Rangga mengikuti di belakang dengan menggunakan motor. Setelahnya mereka sampai.
Jalan mereka tergesa, seperti ada sesuatu yang menarik mereka harus terburu-buru. Langkah demi langkah terangkai dengan cepat, menyusuri lorong tempat lalu lalang orang-orang. Di perjalan mereka mencermati setiap tulisan yang ada di gang atau ruangan para pasien di rawat. Ibu Lia memberitahu jika Lia di pindahkan ke ruangan ‘mawar’. Dan mata mereka awas mencari ruangan yang bernama mawar.
“Ruang Mawar. Nah ini ruangannya.” Tukas Miya mengajak memberitahu Amanda dan Rangga.
Waktu seketika mempercepat dirinya, tidak terasa sudah beberapa jam mereka di sini. Perut yang memberontak meminta haknya, membuat Rangga harus keluar untuk mencari makanan. Ibunya Lia menitipkan anaknya kepada teman-temannya karena ada hal yang harus diurusi mengenai Lia dan pamit untuk pulang untuk menyiapkan berkas dan lainnya. Lia masih tidak sadar, dan dokter menyarankan untuk di tindak lanjuti untuk kesembuhan Lia, itu kenapa ibunya Lia pamit untuk menyiapkan apa yang akan diperlukan nanti. Sehingga, Miya, Amanda, dan Rangga masih di sini untuk menemani sampai ibunya kembali.
Matahari sudah tepat di atas kepala, cakrawala mewarnai dirinya biru muda, awa-awan yang terlihat cerah ceria. Rangga masih belum menginjakkan kakinya kembali ke rumah sakit. Tersisa Lia dan Amanda di sanah, Lia berniat meninggalkan Amanda yang sedang menempel dengan kursi yang memanjang untuk melihat kondisi Lia.
Perlahan ia mulai merangkai langkah menuju pintu hijau di depan mereka. Tak lama sampai dan ia melihat gadis cantik yang menjadi temannya sedari dulu sedang tertidur sangat pulas hingga lupa dengan bangunnya. Di pandanginya dengan dalam, tanganya memeluk tangan Lia yang sedang di terkam oleh selang infus.
Ketika ia sedang mengusap pipi Lia tiba-tiba tubuhnya bereaksi namun keadaannya tidak normal. Alat mengecek detak jantung pun tidak karuan bunyinya, sontak Miya menjadi khawatir dengan keadaan Lia saat ini.
“Dokter... dokter... tolong!”
Miya yang sedang khawatir bukan main melihat kondisi Lia yang memburuk, lantas ia menekan tombol darurat yang menempel di dinding dan reflek keluar untuk mencari perawat atau dokter.
“Wira... ” Sebuah suara super lemas terdengar.
Panik pecah, Amanda yang sedang terduduk dengan nyaman seketika tergeragap melihat Miya keluar dari ruangan. Rangga yang baru datang selepas membeli makan siang langsung menaruhnya dengan asal dan cepat menghampiri.
Tak lama Miya kembali ke dalam dan langsung memposisikan dirinya di samping kanan tempat terbaringnya Lia, kemudian memegangi tangannya.
Perlahan matanya terbit “Wira..” sayup-sayup suara terdengar “Kamu di mana, Ra.”
“Li... Lia..” tangannya memeluk tangan Lia.
Rangga membuka pintu dengan asal dan langsung menghampiri dengan secepat kilat ke tempat terbaringnya Lia.
“Gimana keadaan Lia?” tanya Rangga khawatir.