Di sebuah lorong berukuran sedang tempat lalu lalang orang-orang, Wira dan Rangga sedang menuju tempat Lia. Wira khawatir dengan keadaan Lia hingga mempercepat langkahnya sedikit berlari.
Di sebuah pintu berwarna hijau terlihat di depannya, Rangga yang berada di sampingnya menunjukkan itu adalah ruangan Lia. Melihat Wira datang dengan tergesar-gesa Miya dan Amanda sontak berdiri dari duduknya. Wira langsung menuju pintu tanpa memperdulikan mereka, ia merangsak masuk ke dalam menghampiri Lia yang tergulai lemas.
“Lia... bangun, Lia.” Dengan wajah yang di balut dengan cemas. Wira memegang tangan Lia berharap ia bisa sadar.
Miya dan Rangga merangsak masuk, mereka hanya ingin menjelaskan kepada dokter dan perawat tentang Wira. Seseorang yang namanya selalu di sebut Lia sedari tadi. Berharap Wira bisa diberikan kesempatan dan Lia bisa kembali sadar.
Subuah keajaiban tercipta, telinganya merasakan suara, Lia mendengar seseorang yang memanggilnya. Perlahan matanya mulai terbuka dengan tenaga yang tersisa. Sebuah kekuatan cinta, Lia sudah menemukan kata sadarnya kembali, namun tidak sepenuhnya.
Dengan tangan yang masih di peluk, Wira terus mencoba agar Lia sadar sepenuhnya. Sesekali ia menciumin tangan gadisnya. Dan ketika Wira menempelkan tangan Lia di bibirnya ada suara yang terbit.
“Ra... itu kamu.” suara penuh kesakitan mulai terdengar perlahan.
“Iya, ini aku Lia. Wira.”
Lia tidak membalas, namun terlihat ia mengukirkan senyum di bibirnya. Sebuah senyum malaikat. Mata Wira mulai menggenang melihat gadis yang ia cinta harus terbaring tidak berdaya.
“Alinea... ini bukan waktu yang tepat. Tapi, aku hanya ingin kamu tahu, aku sangat menyukaimu..” ucap Wira terselip dengan sedu yang ia keluarkan “Aku sangat menyayangimu Lia.” di ciumnya kembali sebuah tangan yang sedari tadi ia genggam.
Mendengar ucapan Wira senyum Lia semakin merekah, terlihat bulir air terjatuh dari matanya. Ia senang, Lia bahagia seseorang yang ia cinta sedari dulu, seseorang yang bisa membuat ia bisa membukakan hati untuk hati lain juga mencintainya, dan akhirnya menyatakan cintanya. Ini bukan waktu yang tepat untuk kisah cinta. Tapi ini cukup membuat Lia bahagia, jika ini adalah akhir. Lia akan meninggalkan semuanya dengan bahagia.
“Aku juga.. sayang.. kamu, Ra” suara yang sayup-sayup terdengar namun sangat jelas di hati Wira.
“Ra..” Wira memandang Lia “Jika malaikat masih baik hati, aku ingin di ajak ke puncak yang penuh bintang sekali lagi..”
Wira semakin erat menggenggam Lia seolah ia tidak ingin siapapun merenggut Lia darinya.
“Kamu mau kan, Ra?” sebuah permintaan yang terdengar sangat memohon.