Kerumunan orang yang mengantarkan Lia ke peristirahatannya yang terakhir mulai berhamburan, meninggalkan jejak kaki yang terbentuk di tanah. Satu persatu mulai angkat kaki dan mulai menjauh.
Kedua sahabat Lia yang tadi masih menemani mulai mengalahkan ego untuk pamit kemudian pergi, mereka yakin Lia sudah tenang di dunianya yang sekarang. Dan perlahan Rangga pun mulai mundur meninggalkan Wira dengan segudang jawaban yang Wira pertanyakan selama ini.
Di tempat penuh deretan pusara yang berjajar hanya menyisakan satu orang. Wira. Ia tidak bergerak, tubuhnya enggan untuk beranjak, kakinya mulai berakar menjalar ke dalam tanah membuat ia sulit untuk melangkah. Di dalam bola matanya terdapat pusara yang ia akan simpan selamanya. Sebuah ingatan akan seseorang yang membuatnya jatuh cinta dengan sangat.
Masih dengan posisi mematung kepalanya memutar ulang percakapan Rangga kepadanya beberapa menit kebelakang. Seiring kata demi kata yang terangkai Rangga rapalkan, Wira serasa masuk ke dalam dimensi lain sesuai apa yang Rangga ceritakan. Ia mengingat segala kejadiannya itu.
*****
“Ra, maafkan aku jika aku salah. Tapi, ada suatu hal yang ingin aku ceritain..” Rangga terhenti menilik Wira mencari simpati. “Ini tentang Lia, tentang kebenaran yang selama ini dia tutupi.” Rangga mendekatkan mulutnya ke telinga Wira agar ia bisa mendengar jelas ceritanya.
Mendengar nama Lia disebut matanya mulai membesar, ia kumpulkan kesadarannya dan memfokuskan di telinga, ia pertajam pendengarannya meski wajahnya tidak melihat Rangga sedikit pun.
“Sebenarnya, Lia sudah suka denganmu saat pertama kali bertemu. Saat kamu menyelamatkannya di gunung waktu itu. Lia selalu antusias mendengar cerita siapa saja yang berkaitan dengan kamu. Semakin hari cintanya semakin besar terhadapmu. Namun..”
Rangga memejamkan matanya, menghirup udara dalam-dalam. Ia tahu ini adalah benang merah ceritanya, hingga ia ingin mencari kalimat yang tepat untuk Wira cerna.
Rangga melanjutkan kembali.
“Namun itu bersamaan dengan penyakitnya yang semakin parah, penyakitnya mulai menjalar dan perlahan menggerogoti tubuhnya. Dan kamu, kamu adalah alasannya bisa bertahan hingga sejauh ini. Lia membuat siasat untuk kamu membencinya, karena ia tahu hidupnya sudah tidak lama lagi. Lia ingin kamu membencinya sebelum ia pergi agar kamu bisa dengan mudah melupakannya.” Rangga kembali melihat sosok Wira lebih dalam. “Dan aku, aku yang membantu Lia untuk menjalankan siasat itu. Mungkin menurut Lia, seseorang akan mudah melupa jika ia membenci, dan aku hanya ingin agar kamu tidak mengingat Lia terus kemudian hari. Namun kalian sudah saling tahu tentang perasaan kalian masing-masing, jadi untuk apa aku tutupi lagi.”
Mata Wira mulai menggenang, tangannya meremas angin tanda ia sedang sangat kesal. Betapa tidak, Wira baru tahu kebenaran ini dan ia tidak sedikitpun mengetahui setidaknya ia curiga dengan gelagat mereka.
“Ra, aku hanya menjadi pacar pura-pura Lia. Lia tidak menerima hati lainpun untuk bertamu selain kamu, tidak ada laki-laki lain yang merenggut posisi kamu di hatinya. Karena, Lia sangat mencintaimu. Ra.” Bersamaan dengan mata Wira yang memejam sebuah air terjun mengalir deras. “Itu cerita sebenarnya Ra, semoga kamu tidak membenci Lia karena usahanya itu. Lia lakukan itu, karena Lia sayang kamu”
*****