Wira

Nazarulloh R
Chapter #28

28. Jawaban Atas Pertanyaan

    Bumi tidak akan pernah lelah berputar bukan, angin tidak pernah urung untuk berhembus, langit-langit akan tetap cerah jika hujan telah reda. Jika kehilangan membuatmu ikut hilang, menjadikan tangis sebagai teman, mengurung diri mengutuk dunia. Tak perlu seperti itu, karena yang datang pasti akan hilang bukan, yang harus kamu lakukan hanya terus melanjutkan hidupmu di dataran bumi sebelum kamu pun akan hilang seperti debu yang diterpa angin.

    Ibu pernah bilang, selalu ada pelangi setelah hujan reda, artinya setelah kesedihanmu hari ini akan ada bahagia di hari esok. Kamu hanya perlu percaya jika semesta selalu menginginkanmu lebih baik dari hari ini, dan kamu tidak perlu mengutuk dirimu sendiri, apalagi mengutuk dunia.

    Kata ibu juga, manusia terbentuk dari kegagalan, kekecewan, dan kehilangan. Manusia yang hebat adalah manusia yang bangkit setelah jatuh, tersenyum setelah sakit, dan bersyukur ketika ada yang hilang. Sebut saja itu cobaan, dan disana manusia akan belajar untuk menjadi manusia yang dewasa, menjadikannya seseorang yang lebih baik lagi nantinya.

    Bait-bait semangat yang Wira torehkan di buku hariannya setelah perginya Lia dari dataran bumi. Kini harinya di isi dengan lebih rajin menulis di buku harian, menurutnya menulis adalah caranya mencurahkan hati dan pikiran hingga menjadi treatment untuk dirinya.

    Hari-harinya tidak pernah terlihat mendung meski segala kenangan selalu datang menjadi halusinasi. Dan hubungannya dengan Rangga pun sudah membaik seperti sediakala. Wira hanya ingin menikmati hidupnya kembali tanpa harus memamerkan hatinya yang hancur di depan umum, biarlah apa yang dirasa ia yang tahu, karena terkadang orang-orang hanya ingin tahu bukan berarti mereka peduli.

    Waktu menyerat hari demi hari dengan sangat cepat, tidak terasa kini Wira akan melaksanakan ujian terakhir dan setelahnya lulus dari sekolah. Sebuah perjalanan yang ditorehkan selama tiga tahun kebelakang dengan segala apa yang terjadi dan terlewati membuat Wira menjadi lebih dewasa dari pertama kali menginjakkan kaki di sekolah.

*****

    “Gak kerasa yah, sebentar lagi kita lulus.” Miya menoleh samping kirinya. “Man, Amanda...”

Amanda tersentak hingga tersadar. “Ehh.. iya apa tadi Miya?”

    “Lagi liat apaan si?” tukasnya sebal.

    “Engga liat apa-apa kok.”

    Miya dan Amanda sedang berada di depan kelasnya yang berada di lantai dua, kelasnya yang langsung terhubung dengan lapangan yang ada di bawah, menjadi tempat paling nyaman untuk melihat siswa lain yang sedang berkegiatan di sana.

    Sekolah sudah tidak ada lagi mata pelajaran, hanya tersisa pelatihan-pelatihan saja hingga terasa menjadi bebas. Dari pada jenuh di dalam, kedua sahabat ini memilih keluar untuk melihat anak-anak kelas lain yang sedang bermain futsal.

    Sedari tadi Amanda sangat fokus melihat anak-anak itu bermain futsal, hingga Miya yang sedang berbicara pun ia tidak mendengar. Hingga Miya menelisik siapa yang sedang Amanda lihat. Sejurus kemudian matanya menangkap sosok Wira dan Rangga ada di sana.

    “Kamu liatin Wira?” Tanya memastikan.

    “Eh, ehhh.. engga kok engga, tadi lagi ngelamun aja.” Amanda dengan gelagat menutupi.

    “Ouh, kirain.”

    Sampai sejauh ini kamu masih tidak bisa jujur Man..

    Hatinya yang berkata sembari melihat Amanda yang kembali melihat anak-anak kelas lain bermain di lapangan.

    Langit semakin terik, suhu panas dalam tubuh berubah menjadi bulir-bulir keringat, merembes ke baju hingga membuat basah. Wira dan teman-temannya menyudahi permainannya dan langsung tancap gas ke kantin sekolah untuk meredakan panas dengan segelas air es.

    Melihat Wira dan teman-temannya sudah tidak nampak di mata, Amanda lalu pergi ke dalam kelas seraya mengajak Miya untuk ikut masuk juga.

    Kelas ini terasa berbeda semenjak Lia sudah tidak ada, seperti ada yang hilang rasanya. Namun, mereka hanya perlu menjalani sisa kehidupan mereka di sekolah, sebelum akhirnya meninggalkan kelas ini berikut dengan kenangan yang ada di dalamnya.

    “Man..” Sahut Miya pelan.

    “Iya.”

    “Kamu lagi suka sama seseorang?”

Seketika mata Amanda membesar, mendengar pertanyaan Miya.

    “Suka? Seseorang? Siapa?” Jawabnya heran.

    “Iya itu kamu, apa kamu lagi mikirin seseorang, aku perhatiin kamu kadang suka bengong gak jelas, kaya kamu lagi jalan-jalan di dunia hanyalan kamu.”

    “Hehehe.. ya itu mah bengong ajah kali sayang.” Dengan nada manja khas wanita. “Udah ahh, yuk masuk.” Ajaknya ke Miya untuk masuk ke dalam kelas.

Lihat selengkapnya