Matahari menjelma menjadi roda yang berputar sangat cepat, pergantian hari demi hari tidak menjadi lambat. Silih berganti setiap waktu, mempercepat masa kala itu. Tidak terasa ujian sudah terlewati sangat jauh, hari ini adalah hari kelulusan mereka. Tawa, bahagia, sedih, kecewa, dan segala perasaan yang tercipta, akan menjadi buah kenang-kenangan di masa yang akan datang.
Nantinya, mereka akan terpisah oleh jarak, tidak dapat bertemu karena waktu, saling di sibukkan dengan dunia yang baru. Apakah akan ada kata temu setelah pisah, apakah ada kata ‘apa kabar’ setelah kata ‘selamat tinggal’. Tidak ada yang tahu. Semesta selalu menyembunyikan apa yang akan terjadi di hari esok, bersiaplah semua yang tidak ada dalam pikir akan hadir, tatkala yang datang juga akan menghilang.
Diantara euforia para siswa-siswi yang merayakan kelulusan di lapangan dengan bernyanyi bersama, dengan dikepung asap warna warni berasal dari smoke bomb dan pakaian serba putih yang bermandikan bubuk warna-warni. Mereka berdua memilih mengasingkan sejenak untuk beristirahat di kelasnya, menyaksikan euforia yang masih berlangsung.
“Man..” Miya memanggil.
“Iya, apa.”
“Sekarang, mungkin adalah hari terakhir kita di sekolah ini.”
“Ya, terus? Kan aku masih bisa ke rumah kamu Miya.” Tukas Amanda meledek.
“Bukan itu maksud ku?”
Amanda mulai bingung dengan sikap Miya yang mendadak menjadi seserius ini, tidak seperti beberapa menit ke belakang.
“Ada hal yang belum kamu selesaikan di sini, Man.”
Tercipta wajah heran. “Apa?”
“Perasaan kamu.”
“Perasaan aku?”
“Aku tahu Man, kamu suka dengan Wira bukan?”
“Miya...” Tersentak, Amanda memasang wajah kaget.
“Udah Man, kamu gak perlu ngelak lagi, aku udah tau kok.”
“Tapi, Miya..”
“Amanda sayang, suka dengan seseorang itu hak semua orang, tidak ada orang lain yang melarang itu. Termasuk aku.” Tangan kanannya mengusap pipi Amanda, di pandanginya dengan teduh. “Sekarang aku tanya, apa bener kamu suka dan sayang sama Wira?”
“Miya...”
“Amanda, kamu hanya perlu menjawab iya atau tidak.”
Amanda tidak bisa mengelak kali ini, perasaan yang selama ini di pendam menyeruak keluar tanpa ada yang bisa menghalangi, ia membebaskan hatinya untuk berkata apapun sekarang.
Sebuah anggukan kecil yang Amanda lakukan cukup untuk menjawab pertanyaan Miya. Setelahnya Miya tersenyum lebar.
“Amanda, kamu engga salah kok. Kalo kamu suka sama Wira, Rangga, atau siapapun, itu hak kamu. Kamu cuman salah jika orang yang kamu suka sudah mempunyai seseorang dan kamu merebutnya.”
“Tapi Miya, aku malu sama Lia.”
“Amanda sayang.. kamu tahu apa yang sebenarnya terjadi?”