Wiratama

Setia S Putra
Chapter #8

Chapter #8 Dinamika Keluarga

Kirana kini bekerja di sebuah agensi kreatif yang sedang naik daun. Biasanya ia berangkat pagi dan pulang hampir petang. Meskipun jadwalnya padat, ia tetap menyempatkan mengirim pesan untuk Wiratama. Kadang hanya pesan singkat, mengingatkan, ‘Jangan lupa makan,' atau 'Jangan lupa bersih-bersih kamar.'

Layar laptopnya terbuka tiga jendela sekaligus, satu kalender editorial untuk iklan minuman, satu draft presentasi strategi konten untuk klien, dan satunya lagi berisi DM serta komentar yang perlu dibalas dari akun brand yang ia kelola. Musik-musik dari playlist spotify mengalun melalui earbudnya, meredam kebisingan dari suara obrolan rekan kerja dan dentingan keyboard.

Namun, di sela semua itu, ia sempatkan membalas chat dari Wiratama yang hanya bertuliskan, “Baru bangun.” Kirana membalas cepat, “Bagus. Mandi cepat! Beres-beres kamar, terus lanjutin skripsinya.”

Balasan tak langsung datang, tentu saja. Tapi, satu jawaban itu sudah cukup memberi kabar bahwa lelaki itu masih hidup, begitu pikirnya. Agak menyebalkan memang. Sesekali Kirana mengecek ponsel sambil menjadwalkan konten untuk tiga merek berbeda.

Ia begitu sangat multitasking, di tengah hiruk-pikuk pekerjaannya di agensi, Kirana bisa dengan lincah beralih antara satu project ke project lainnya. Kecerdasannya mampu berpikir cepat, dapat mengatasi berbagai tugas sekaligus.

Ah, perempuan yang sangat pintar. Maka wajar, Wiratama sangat mencintainya.

Tapi, perihal Wiratama. Sebenarnya mereka sama-sama pintarnya, Wiratama memiliki kelebihan yang tak jauh lebih unggul. Ia sangat kreatif orangnya. Terutama di bidang visual dan konseptual, tidak hanya mampu menyusun konsep yang brilian, tetapi juga memiliki kepekaan estetika yang tinggi.

Terlihat dari kemampuannya, hasil-hasil kerjanya sebagai freelance dari beberapa penerbit buku di kota-kota besar, ia bisa membuat desain sampul yang sangat bagus untuk berbagai jenis buku. Dan, bakatnya dalam meracik kopi, awalnya memang sekadar hobi, tapi ini bisa dijadikan manifestasi lain dari kreativitasnya. Wiratama orangnya tekun dalam eksplorasi, menciptakan kombinasi unik dan tentunya sangat berbeda.

Namun kelemahan Wiratama, sekalinya rapuh bisa merusak segalanya yang ia miliki. Bisa dilihat dengan apa yang telah terjadi pada Wiratama sebelumnya, saat kehilangan ayahnya. Hal seperti itu, bisa mengubahnya dari pemuda berpotensi, menjadi seorang pemuda yang malas tak berguna.

Sore itu, sepulang kerja, Kirana mampir sebentar ke rumah Wiratama. Hanya sebentar, katanya. Tapi entah bagaimana waktu di rumah itu selalu bisa mensugestinya, yang membuatnya merasa waktu berjalan lambat.

Kirana datang membawa dua bungkus makanan ringan, serta sebotol infused water lemon-mint. Ya, setidaknya itu harapan kecilnya, agar Wiratama tetap menjaga kondisinya yang saat itu sudah mulai membaik.

Seperti biasa, Rahayu langsung mempersilakan Kirana menuju kamar. Lelaki itu membuka pintu, tanpa menunggu Kirana mengetuk. Ia tersenyum melihat wajah lelakinya yang lebih hidup daripada beberapa hari yang lalu. Wiratama mengenakan kaus putih dan celana pendek. Rambutnya masih pendek, ada sedikit keriting di bagian tengah.

Wiratama membuka pintu kamarnya lebih lebar ketika Kirana masuk. Kamar itu walau tidak wangi lavender, setidaknya sudah tidak lagi berbau lembab. Sedikit teratur dilihatnya. Perempuan itu duduk di tepi kasur, membuka bingkisan dan menyodorkannya.

“Lusa aku presentasi untuk strategi konten, kali ini produknya dari klien besar,” kata Kirana kemudian, “Yah, semoga aja lancar.”

Wiratama tersenyum, sambil membuka tutup botol infused water, “Kamu mah selalu bisa orangnya. Aku percaya kok sama kamu.”

Kirana hanya tersenyum, menanggapi pujian dari lelakinya. Diam sejenak kemudian, lalu ia menanyakan, “Udah mandi?”

“Udah dong,” jawab Wiratama.

“Tumben? Biasanya mandi habis magrib.” Kirana tertawa kecil.

“Soalnya tadi pagi nggak mandi.”

“Gila kamu ya.”

Lihat selengkapnya