WISH

Marlina Catur
Chapter #2

#2 Pergi

Tokk .... tok .... tok .... Pukul 04.25, masih terlalu pagi untuk bertamu. Tapi, pintu kos Lani sudah ada yang mengetuk sejak lima menit lalu.

“Astaga, siapa si yang dateng sepagi ini? Ganggu orang aja!”

“Udah Lan buka sana ....” Nadya menendang Lani agar bergegas, dia juga sudah tidak tahan dengan ketukan pintu di depan.

Sambil menahan rasa kantuk, Lani beranjak. Dia memaki dalam hati, siapapun yang ada di depan sana benar-benar sudah merusak hari liburnya.

“Selamat pagi Lani ....” Alangkah terkejutnya Lani mendapati Faldo menyapanya lembut tepat saat kepalanya muncul dari balik pintu.

“Kamu ngapain di sini?”

“Mau ajak kamu ke pantai?”

“Pantai?”

“Iya.. kan kamu pengen ke pantai. Kalo kata google nih ya udara pantai bagus tau buat kesehatan, apalagi kalo pagi.”

“Siapa?”

“Siapa apanya Lan?”

“Siapa yang peduli?? Udah sana pulang, istirahat! Dikasih libur bukannya bersyukur malah kelayapan!”

“Iya aku bersyukur kok. Karna dengan dikasih libur aku jadi bisa ajak kamu jalan-jalan.”

“Emang aku mau?”

“Harus mau.”

“Kalo aku nggak mau?”

“Aku bakal berdiri di sini seharian sambil ketuk-ketuk pintu kosmu. Biar kamu keganggu.”

“Oke, lakuin apa yang kamu mau.”

Lani menutup pintu, dia enggan berurusan dengan Faldo. Biarin deh dia di depan pintu sampe gila, pikir Lani. Tapi ternyata Lani salah, justru Lanilah yang hampir gila karena memang Faldo sudah gila sejak dulu. Hampir lima belas menit Faldo masih berdiri sambil mengetuk pintu rumah Lani.

“Kamu sadar nggak si kalo yang kamu lakuin itu ganggu banget?”

“Aku bakal ganggu kamu terus sampe kamu mau ikut aku.”

“Kali ini aja ya!” Tanpa perlu menjawab, Faldo sudah menarik tangan Lani.

“Bentar dulu!!!”

“Apa lagi Lan?”

“Aku mau mandi ....”

“Mau aku mandiin?”

“Ku tembak palamu!!”

Mengawali hari libur dengan kekacauan, mungkin itu quote yang tepat untuk menggambarkan mood Lani pagi ini. Padahal baru kemarin dia bisa sedikit bersantai setelah pikirannya yang rumit bisa terkendali.

***

Pantai itu masih sepi saat Lani dan Faldo sampai. Ini bukan hari Sabtu atau Minggu, bukan juga tanggal merah jadi wajar saja jika tidak ada pengunjung lain yang datang, apalagi jarum jam juga masih jauh dari angka enam.

“Berapa umurmu Lan?”

“24.”

“Kok masih jomblo?”

“Takdir ....”

“Takdir atau kamunya aja yang nggak mau buka hati?”

“Dua-duanya, maybe ....”

“Nggak bisa gitu Lan? Itu dua hal yang beda, nggak bisa disatuin ....”

“Berarti cowok sama cewek juga nggak bisa bersatu dong? Merekakan beda? Beda jenis, beda gender, beda watak, beda apalagi yaa??”

“Beda perasaan?”

“Nah itu yang paling susah ....”

Layaknya sepasang kekasih, mereka berjalan bersisihan di pinggir pantai. Semburat warna jingka menghiasi langit pantai, mengisyaratkan bahwa matahari siap kembali bekerja.

“Faldo ....” Lani bergumam lirih memanggil nama laki-laki disebelahnya yang sedang menikmati lembutnya pasir pantai.

“Iya Lan??”

“Seberapa sukanya kamu sama aku?”

Faldo terdiam, dia sedikit terkejut. Pertama, dia tidak menyangka Lani akan menanyakan hal itu dan yang kedua dari mana Lani tau jika dia menyukainya?

Lani tersenyum tipis, “Nggak usah sok kaget gitu mukanya, jelek tau!!”

Faldo tidak kunjung menjawab pertanyaan Lani. Dia sama sekali tidak punya ide dan Lani tidak ingin memaksanya.

“Kamu tau kenapa dua hari kemarin aku nggak dateng ke lokasi syuting?”

“Karna sakit ....”

“Terus?”

“Karna omongan kru kemarin ....”

“Terus?” Faldo menggeleng, dia hanya tahu dua alasan itu.

Lihat selengkapnya