WISH

Marlina Catur
Chapter #7

Maaf Cila

“Jadi semalem Kakak ketemu sama Kak Lani? Kok nggak ajak-ajak Cila si ....” Wajah Cila berbinar saat tahu Fian menemui Lani.

“Kan udah malem, Cilanya udah tidur.”

“Yahhh .... Kan bisa dibangunin.”

“Udah nggak usah ngambek, nanti Kak Laninya dateng kesini kok.”

“Serius? Kok bisa?”

“Bisa dong .... Apa si yang nggak bisa Kakak lakuin?”

Cila tersenyum senang sepanjang hari. Bahkan dia membantu semua persiapan pengajian tanpa harus disuruh. Benar-benar seperti mantra sihir kabar itu. Tapi sayang, hingga pengajian dimulai, yang diharapkan tidak kunjung datang. Mau bagaimana lagi, Lani sudah berada di Jakarta.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

Sejak tadi, Fian sudah mencoba menghubungi Lani tapi nomornya tidak aktif. Dia tidak tahu lagi harus menghubungi siapa.

“Hotel iya hotel. Aku telpon hotelnya aja.” Fian langsung mencari nomor telpon hotel tempat Lani menginap. Untung saja, telpon itu langsung diangkat.

“Selamat malam, ada yang bisa kami bantu?”

“Saya Fian, teman saya menginap di hotel ini dan dari tadi saya tidak bisa menghubungi dia karna nomornya tidak aktif. Bisa dibantu untuk disambungkan ke telpon kamarnya?”

“Atas nama siapa Mas?”

“Lani Aralia.”

“Baik, tunggu sebentar Mas.”

“Jangan lama-lama ya Mas.”

“Mohon maaf Mas, pengunjung atas nama Lani Aralia sudah check out sejak pukul setengah lima pagi tadi.”

“Hah? Setengah lima pagi?”

“Iya Mas.”

“Oh ya makasih Mas.”

Fian langsung menutup telponnya. Harusnya dia paham pasti ada urusan mendesak jika Lian pergi sepagi itu. Tapi, dia sudah terlanjur marah. Apalagi melihat Cila yang masih sabar menunggu.

***

Pukul 23.00, hujan masih mengguyur jalanan ibu kota. Lani terbangun saat mendengar suara guntur yang memekakkan telinga. Dia bergegas mengambil handphonenya yang sedang dicas karena kehabisan baterai.

“Nomer siapa ini?” Ada panggilan masuk dan belasan pesar dari nomor tidak dikenal.

“Inikan muka Fian.” Lani masih mencoba memulihkan memorinya setelah tertidur hampir tujuh jam lamanya.

“Astaga!!!! Aku lupa kalo malem ini ada pengajian di rumah Fian.”

Lani benar-benar lupa. Setelah pulang dari bertemu Pak Sutradara tadi dia langsung tidur dan baru saja bangun karena kaget. Belum juga hilang rasa kaget Lani, tiba-tiba saja handphonenya berbunyi. Panggilan suara dari Faldo.

“Haloo ....” suara Lani terdengar serak.

“Kamu kenapa? Sakit?”

“Enggak, aku baru bangun tidur. Kamu tau nggak, aku lupa sesuatu ....”

“Lupa apa?”

Karena pikirannya terasa kacau, Lani menceritakan semuanya pada Faldo untuk mendapatkan saran. Dia lupa jika laki-laki yang sedang meneleponnya itu punya rasa padanya dan Lani dengan seenaknya saja menceritakan pertemuannya dengan seseorang yang masih memiliki cintanya.

“Jadi menurutmu aku harus gimana? Biarin aja kali ya, toh dulu dia juga ninggalin aku gitu aja.”

“Kamu nggak kasihan sama adiknya?”

“Kasian si .... Tapi gimana dong?”

“Minta maaf Lan. Seenggaknya itu nunjukin kalo kamu lebih baik dari dia. Jangan sampai kamu ngelakuin hal yang sama kaya dia, jangan jadi pengecut.”

“Wahh terdengar kasar ya.”

“Aku cuma ngasih saran kok.”

“Kamu nggakpapa kalo aku deket lagi sama dia?”

“Kamu udah tau jawabannya, buat apa kamu tanya lagi?”

“Aku mau denger dari mulutmu.”

“Jelas aku nggak mau Lan. Tapi, kalo itu yang kamu mau, aku bisa apa?”

“Faldo ....”

“Ya ....”

“Maaf ....”

“Kenapa minta maaf?”

Lihat selengkapnya