WISTERIA - Cinta Sang Penguasa

Felice
Chapter #4

Aku Tidak Ingin Masuk

Siang itu kelas sangat sepi. Sejak bel istirahat berbunyi, hanya segelintir orang yang memilih untuk tinggal di kelas. Salah satunya cewek mungil itu, Chika. Dengan berlembar-lembar kertas HVS di atas meja dan pensil kayu di tangan, ia mengerjakan sesuatu yang sangat disukainya.

"Ya ampun, Chika. Masih ngegambar aja? Lo nggak mau berbaur sama yang laen?" Dora yang datang dengan sepotong roti daging di tangan, duduk di sebelah Chika.

"Nanti. Tanggung," jawab Chika tanpa menoleh.

"Gue nggak heran kenapa khayalan lo setinggi langit. Awas, jangan sampe disangka anak autis," ledek Dora, kemudian menggigit rotinya dengan suapan besar.

"Nggak apa-apa. Ini kan, hidup gue. Gue yang tahu apa yang gue suka dan yang gue nggak suka."

"Emang nanti lo mau jadi apa? Komikus?" tanya Dora setengah bercanda.

Kedua mata Chika berbinar. "Lo tahu aja, Dor! Kalo sampe kesampean, ibadah gue diperajin, deh! Mudah-mudahan, ya." ucapnya cengengesan.

Dora melotot. Detik berikutnya, ia terbahak keras hingga segelintir anak yang menetap di kelas sampai menoleh ke arah mereka. "Gila lo! Mau makan apa kalo nanti jadi komikus? Batu?" ucapnya, kemudian tertawa lagi.

Chika berdecak. Kesal. "Lo tuh, ya, temen punya mimpi bukannya didukung, malah diejek." Chika mencubit lengan Dora.

"Aduh. Ampun, Non, ampun." Sambil cengar-cengir, Dora melepas cubitan Chika. "Aduh, gila! Nenek moyang lo kepiting, ya? Sampe biru gini. Untung kagak putus." Dora meringis, mengusap-usap lengannya yang sakit.

Chika tertawa lucu, kemudian mencubit kedua pipi Dora gemas.

Di tengah suasana canda dua teman dekat itu, empat cewek kelas X masuk mendekati Chika. Tiba-tiba cewek berambut ikal yang terlihat cantik, memukul keras meja Chika hingga cewek mungil itu terlompat kaget.

"Apaan sih, lo?" kesal Chika sambil mengelus dada dengan tangan kiri. Chika tahu cewek ini. Maya, si medusa, cewek tercantik di angkatannya tipikal princess manja, yang semua keinginannya harus dituruti. Kedua alis Chika menyatu saat melihat mata Maya yang sembab dan merah, seperti habis nangis semalaman. "Kenapa lo?" 

Maya merapatkan giginya. Cewek itu mencondongkan badan. Dengan suara berbisik, ia berkata, "lo ikut gue!"

Chika mengerutkan kening. Perlahan-lahan ia berdiri, berjalan mengikuti Maya dan tiga temannya keluar kelas.

 

***

 

Maya membawa Chika ke halaman di samping gedung barat yang jarang dilalui orang. Setibanya di sana, cewek mungil itu dirapatkan ke dinding oleh Maya dan tiga temannya hingga tidak ada jalan untuk lari.

"Ngapain kalian bawa gue ke sini?"

Maya mendekati Chika sambil menghapus jejak air mata di pipi yang sudah mengering. "Lo dianter siapa kemarin?" tanyanya galak.

"Kemarin?" Chika mengetuk dagu dengan jari telunjuk. "Oh... Mas Anton, tukang ojek di samping sekolah."

"Bukan waktu lo pulang, Bego!"

"Terus, maksud lo apa?" tanya Chika santai sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Maya melotot kesal. Hatinya yang sudah terbakar, malah disiram bensin oleh salah satu temannya. "Anak nggak tahu diri kayak dia mah libas aja, May!"

Maya mengatur napas yang berderu. Dengan tatapan setajam mata pisau, dihunusnya kedua mata bulat Chika. "Cowok yang kemaren nganter lo ke lapangan upacara! Cowok inceran gue!" pekik Maya kesal sambil menghentakkan kaki berkali-kali.

Lihat selengkapnya