Hening.
Tak ada yang membuka suara sepanjang perjalanan. Kini kedua adik kakak sedang berada diperjalanan menuju sekolahnya, siapa lagi kalo bukan Audrey dan Marcell. Mereka berangkat menggunakan mobil yang diberikan oleh ayahnya di hari ulangtahun Marcell yang ke 15 tahun, tentu saja Marcell-lah yang mengendarainya. Sebetulnya Audrey pun punya mobil sendiri namun mengingat dirinya yang baru menginjak kelas 9 tidak diperbolehkan dulu mengendarai mobil. Ya meskipun sekolah itu milik kedua orang tuanya, namun ia tak boleh bertingkah seenaknya. Sedangkan Marcell kini sedang duduk di bangku kelas 11 maka dari itu sudah diperbolehkan.
Kini Audrey sudah sangat jengah, tentu saja karena dirinya tidak suka keheningan apalagi didalam mobil ada dua makhluk bukannya saling berbicara bukan? Namun kini hanyalah keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Jujur saja sebenarnya Audrey sudah tak tahan lagi untuk membuka suaranya karena ia sudah gatal untuk berbicara apapun. Audrey adalah tipe orang yang cerewet nya tingkat dewa. Kini Audrey memberanikan diri untuk membuka suara duluan, tentu saja karena menunggu abangnya membuka topik pembicaraan duluan itu akan sangat lelah. Mungkin sampai sekolah pun ia takkan membuka suaranya.
"Bagi cokelat nya ya, Bang," izin Audrey seraya mengambil cokelat dari toples kecil yang sengaja di sajikan di depannya untuk cemilan.
Marcell menatap adiknya heran. Tadi pagi sudah heran karena tidak biasanya adiknya itu bangun pagi, dan kali ini keheranan nya bertambah manakala Audrey izin terlebih dahulu untuk makan cemilan yang tersaji. Biasanya, anak itu main makan saja tak ambil pusing untuk minta izin segala.
"Jangan bikin gue merinding deh," gumam Marcell kecil namun masih di dengar oleh Audrey.
"Merinding kenapa, ya?," Tanya Audrey bingung belom konek.
"Sikap lo itu.... Agak agak berubah gitu loh," sungkan Marcell untuk mengutarakan pikiran yang sedari tadi muncul di otaknya.
"Ya trus?," Tanya Audrey lagi.
"Biasanya kan, kalo orang mau meninggal itu—"
Plak
Belum saja Marcell melanjutkan ucapannya, bibirnya sudah di tampar duluan oleh Audrey.
"Kampret lo Bang! Nyumpahin gue mati?!" Hardik Audrey tak terima.
"Iya nggak gitu juga. Abis aneh, sikap lo nggak kayak biasa," pendapat Marcell.
Audrey mengangguk paham. "Iya kan emang tiap tiap hari sikap gue beda kan, Bang? Namanya juga cewek, tau lah... Mood nya suka berubah gitu," jawab Audrey memberi penjelasan.
Marcell tersenyum. Agak tertekan dengan otak rada lemot yang adiknya punya itu. "Sungguh pinter nya Adek Abang... Hingga tidak bisa memahami," tekan Marcell sedangkan Audrey melotot tak terima.
"Oke. Gue mau tanya aja deh, kenapa sih tiba tiba bangun pagi, biasanya gue bangunin ampe tukang kebun rumah sebelah juga ikut andil lo nggak bangun bangun juga?," Tanya Marcell.
Audrey menekuk alisnya, masa sih sampe segitu nya dirinya tidur? Ngarang kali ya? Namun tak cewek itu fikirkan lagi. Cewek itu berpikir, jika memang benar iya berarti faktanya seperti itu, jika itu hoax... Bisa bisanya abangnya berbicara seperti itu.
"Ravael yang Ketos itu kemarin dia bilang besok gue di suruh ketemuan sama dia. Gitu," jawab Audrey.
Marcell tersenyum tipis. "Cuma karna itu lo bangun pagi?," Tanya Marcell memastikan.
Audrey mengangguk, Marcell menghela nafasnya lelah dan mematikan mesin mobilnya karna memang sudah sampai.
"Setres! Gih, turun udah nyampe. Pulang tunggu aja di parkiran." Umpat Marcell seraya berpesan.
Audrey mengangguk. "Gak boleh ngumpet gitu bang, ntar ngumpet beneran. Dadahhh!!!" Tanggap Audrey yang tak dimengerti Marcell bahasanya itu.
©©©
"HAI GAIS!" Teriak Audrey saat memasuki kelas. Semua pasang mata melihatnya dengan tatapan tajam, yang tadinya suasana nya ramai kini menjadi hening ketika ia berteriak seperti orang utan. Merasa diperhatikan Audrey langsung saja jalan ketempat duduknya sambil menyengir kuda dan menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal.
"Lo ngapain sih teriak teriak begitu?," Tanya Chatrine teman sebangkunya sekaligus sahabatnya.
"Emang, malu maluin nih!" Sambung Ferisha sahabat dari kedua perempuan itu yang duduk didepannya.
"Padahal itu sapaan terhormat dari gue untuk kalian semua tau nggak," cemberut Audrey.
Chaterine tersenyum manis sedangkan Ferisha membuka tas Audrey.
"Daripada lo ngebacot nggak guna, mending pinjemin kita contekkan PR IPA?," Tawar Chatrine sedangkan Ferisha sudah mengambil buku itu dari tas pemiliknya.
Audrey yang melihat nya memasang wajah keruh. "Gak perlu izin kalo lo pada udah nyomot duluan! Apa guna jadinya," kesal Audrey sedangkan Chaterine dan Ferisha memasangkan salah satu headset yang mereka kenakan ke salah satu telinga Audrey.
Audrey seketika bingung. Kanan kiri lagunya beda, bukannya berubah mood nya malah jadi beban pikiran.
Ini sebenernya dia lagi dengerin lagu apaan? Sudah tahu kepo nya selalu tingkat dewa dalam hal apapun itu.
©©©
30 menit yang lalu bel berbunyi dan 20 menit pula upacara di laksanakan. Tak terasa, 15 menit upacara berlangsung semua murid fokus menatap ke depan sedangkan Audrey sibuk memegang kepalanya yang sangat sakit.
Audrey yang kita kira gadis itu baik baik saja ternyata tidak. Sejak kecil cewek itu mengalami penyakit leukimia dan gejala ginjal. Yang tau selain keluarga nya hanyalah kedua sahabatnya yang bernama Chatrine dan Ferisha.
Tapi orang tuanya Audrey sudah melarang Audrey untuk mengikuti upacara sebaiknya ia menunggu saja dikelas seraya menunggu upacara nya selesai, dan orang tuanya pun berpesan jangan terlalu kecapekan, namun sia sia orang tuanya berbicara seperti itu. Audrey tetap kekeh untuk melaksanakan upacara bendera, sebab ia tak mau berdiam diri seorang di kelas, membuatnya bosan karena keheningan yang melanda. Maka dari itu Audrey memutuskan untuk tetap mengikuti upacara bendera. Orang tuanya hanyalah pasrah karena Audrey sempat mengancam jika ia tidak diperbolehkan untuk mengikuti upacara bendera maka selesai SMA ia tidak mau menjalankan pengobatan ke luar negeri untuk mengurus penyakitnya itu. Orang tuanya sengaja untuk melakukan hal itu setelah lulus sekolah, karena kalau sekarang itu membuat kegiatan sekolahnya terganggu lagi pula juga Audrey tak setuju jika harus sekarang.
Kini pusing yang sedari tadi ditahan oleh Audrey menjadi lebih parah, lebih sakit dari yang sebelumnya. Wajahnya kini berubah menjadi pucat pasi. Chatrine yang sedari tadi berada disampingnya itu langsung menegurnya.
"Muka lo pucet Drey, mending lo ke UKS aja daripada nanti lo pingsan," khawatir Chatrine. Seperti itu lah Audrey setiap mengikuti upacara ia selalu saja pingsan membuat murid yang lainnya merasa aneh bahkan ada secara terang terangan menyindir bahwa ia adalah 'cewek penyakitan' namun cewek itu tak pedulikan itu semua meskipun di hatinya sangat lelah untuk menghadapi semua ini. Entah tau darimana kalo Audrey mempunya penyakit. Mungkin mereka bisa menyimpulkan bahwa ia sering pingsan pada saat upacara itu membuat mereka semua menebak bahwa Audrey mempunyai penyakit.