Cowok dengan paras yang begitu indah kini terbangun dari tidurnya. Keringat nya bercucuran di dahinya, nafasnya memburu dan rasa cemas karena takut kehilangan. Menyesal, campur aduk menjadi satu. Ia tidak tau apa yang terjadi kepada dirinya. Bisa bisanya ia memimpikan hal yang seburuk itu. Apakah jalan yang ia pilih ini salah? Tidak tidak. Ia tidak boleh meruntuhkan benteng pertahanan dia saat ini, keputusan nya sudah bulat untuk menjalankan rencana ini. Dirinya hanya berharap, setelah ini ada kebahagiaan yang datang. Namun bukan untuk dirinya, melainkan untuk Audrey. Kekasih yang tak bisa ia miliki untuk selamanya.
Cowok itu mulai menjalankan aktivitas paginya seperti biasa. Yaitu bersiap siap untuk berangkat ke sekolah karna jam sudah menunjukkan pukul 05.30 pagi.
Kini hari harinya yang selalu bersemangat karena suatu hal, harus ia lepaskan dan dipupuskan. Dia begitu tidak bersemangat. Apakah ia siap mengambil resiko ini sendiri? Berpura pura tegar namun dihatinya sangat rapuh karena melepaskan orang yang dicintai itu sulit bukan? Tentu sangat sulit. Berharap hari harinya akan lebih baik daripada hari ini. Namun perasaannya tidak meyakinkan, yang ia rasakan saat ini adalah, hidup nya tidak berwarna-warni lagi karena sosok cewek yang ia cintai dan ia sayangi selama ini harus dipelaskan begitu saja. Bahkan mereka baru menjalani hubungan selama 5 hari namun hari ini harus berakhir.
****
Kini Audrey sudah bersiap siap untuk berangkat ke sekolah, suasana yang begitu ia rindukan. Terutama kedua sahabatnya. Langsung saja ia mengambil tas ranselnya diatas kasur lalu keluar dari kamarnya dan beranjak turun kebawah.
Tiba tiba Audrey jadi teringat hubungannya dengan Ravael. Apakah ia harus mengakhiri ini semua? Ia sudah cukup kecewa dengan sikapnya. Ia salah memandang orang lain, karena yang ia padang hanyalah luarnya saja bukan dalamnya. Entahlah perasaan nya kini campur aduk tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana perasaan perempuan itu saat ini. Banyak sekali masalah yang harus ia hadapi entah itu Masalah lelah karena penyakitnya, ataupun hati yang kini rapuh.
"Kok lo baru turun sih?! Gc gc udah siang ini. Nanti kita telat," sembur Marcell kepada adiknya itu.
Benar benar ya abangnya ini, adiknya baru saja turun kini sudah terkena omelan. Bukannya disambut atau dibaikin ini malah diomelin. Ya sudahlah, tidak semua harapan sesuai dengan kenyataan. Seperti harapan kita, yang ingin hidup tenang, damai, tak ada masalah, hanya lurus saja hidupnya tidak ada liku likunya namun itu semua hanyalah harapan. Kita juga gak bisa berbuat apa apa toh. semua sudah ada yang atur. Karena di setiap masalah pasti ada ujungnya. Dan Tuhan menakdirkan semua makhluk makhluknya dengan berakhir hidup bahagia, meskipun ada sedikit rintangan yang harus ia lewati untuk mencapai kebahagiaan dan kesuksesan.
Audrey tersenyum miris melihat semua yang berada diruang makan ini merasa disini dirinya lah yang mempunyai masalah. Namun yang ia tatap? Seperti bahagia sekali. Seperti tak ada masalah.
Semua orang pandai menyembunyikan masalahnya dengan cara tersendiri nya.
"Yaudah ayo berangkat!" Ujar Audrey.
"Makan dulu. Nanti kamu sakit," titah Putra. Sedangkan Bintang sedang mengoleskan selai soroti bakarnya untuk anak bungsunya itu. Siapa lagi jika bukan Audrey.
"Emang udah sakit dari dulu Pa," batin Audrey, menangis.
"Audrey bawa bekel aja. Gak keburu waktunya, masih ada tugas yang harus aku kerjain disekolah," balasnya berbohong. Padahal ia hanya ingin cepat cepat kesekolah agar melupakan sedikit masalah masalah yang saat ini ia hadapi. Karena hanya disekolah saja ia bisa merasakan kebahagiaan dan tertawa lepas bersama sahabat sahabatnya. Namun jika sudah pulang? Ia mengingat kembali semua masalah masalah nya. Rasanya, ia ingin sekali amesia, ia hanya ingin sedikit mundur dan menghindar dari semua ini. Karena sejujurnya, ia sudah tak mampu lagi menjalani hidupnya yang seperti ini terus.
"Yaudah. Jangan lupa dimakan abis itu vitamin sama obatnya jangan lupa diminum juga jangan sampe telat!" Bintang memberi peringatan kepada Audrey seraya menyodorkan kotak bekal berwarna biru laut itu.
"Iya Ma," jawab Audrey seraya tersenyum. Bukan tersenyum bahagia, namun tersenyum paksa.
******
"Drey! Batagornya diaduk aduk aja sih. Dimakan dong," oceh Chatrine. Pasalnya batagor yang dipesan oleh temannya itu entah untuk apa, karena ia belum sama sekali menyicipkan batagor itu kedalam mulutnya, hanya diaduk aduk saja.
"Lo gak mau? Sini buat gue," timpal Ferisha dan dibalas tatapan tajam oleh Cahtrine. Ia hanya menyengir kuda, seketika nyalinya menciut begitu saja.
"Ga papa kok. Masuk yuk! Udah mau bel," ajak Audrey.
"Gue tau, lo pasti masih kepikiran kan? Tapi menurut gue emang ini yang lo harus lakuin. Melepaskan. Gue tau betul kok, gimana perasaan lo. Tapi, gue yakin. Setelah ini bakalan ada orang yang lebih baik dari dia," petuah Chatrine menyemangati sahabatnya itu.
"I know. Ntar jangan langsung pulang dulu, anterin gue buat ngomong sama dia," balas Audrey.
"Okay. Tapi, btw. Emang lo dh bilang ke Ravael buat ketemuan nanti? Mending lo bilang dulu, mempung orangnya masih ada tuh sama temen temennya dipojok kantin," usul Ferisha sambil mengarahkan telunjuknya kearah Ravael dan teman temannya duduki seperti biasanya.
Audrey menghela nafas letih. "Yaudah ayo!"
Ketiga cowok itu yang lagi asyik bercanda kini berhenti mendengar suara yang mengintruksikan mereka untuk menoleh kesamping. Siapa lagi jika bukan Audrey dan kedua sahabatnya itu.
"Rav, nanti pulang sekolah gue mau ngomong sama lo. Temuin gue ditaman belakang," ucapnya begitu dingin.
Ravael menggagguk. "Iya nanti gue kesana."