Tiga Minggu berlalu. Tiga Minggu pula Audrey menjalankan aksinya. Yaitu berjuang untuk mendapatkan Ravael nya kembali. Ia yakin, masih ada harapan untuk mengembalikan rasa cinta itu. Mungkin orang itu hanya butuh waktu, pikirnya.
Terkadang cinta itu harus butuh perjuangan yang amat mendalam bukan dan pengorbanan yang tiada hentinya? Itulah yang sedang dilakukan oleh Audrey sekarang. Ia tak meminta bantuan siapapun untuk menjalankan aksinya. Ia sosok yang tegar dan tangguh. Mampu menjalankan hidupnya yang sekarang terasa hampa. Namun, ia tak sering mengeluh dengan keadaan.
Ia bisa bertanggung jawab. Ia punya kaki untuk menopang tubuh nya dikala susah, ia mampu berdiri sendiri disini tanpa bantuan orang lain. Ia punya pundak yang mampu menopang segala beban kehidupan nya selama tiga minggu ini. Bahkan selama hidupnya. Ya, selama tiga minggu ini pula, tepatnya setelah kejadian beberapa minggu silam, ia selalu mendapat kan cibiran, gosip sana sini dan pembulian.
Salah satunya yaitu, ia lagi berjalan santai, namun tiba tiba dari arah atas ada yang menumpahkan jus alpukat dan itu mengenai kepalanya, selalu mendapat kan coretan coretan unfaedah di meja nya, jangan lupa lokernya yang sudah penuh dengan kata kata jahat yang keluar dari mulut mereka semua. Bahkan ada kebanyakan 90 persen yang menyindirnya secara terang terangan, bahwa ia tak pantas hidup, ia tak layak, ia pembunuh, ia belagu, bla bla bla. Dan masih banyak lagi tanpa lagi memandang Audrey jika dia adalah anak pemilik yayasan ini. Selama itu pula, belum ada kemajuan semasa perjuangan nya selama ini.
Ravael masih sama, bahkan ia secara terang terangan mengatakan Audrey adalah cewek murahan dan kurang belaian didepan semua siswa siswi, tak jarang banyak yang menahan tawanya lalu menghujatnya. Dan manusia yang tak berperasaan itu pun mengabadikannya momen itu di hp mereka masing masing. Jangan lupakan setelah itu ia mengunggahnya di sosmed.
kalian tau kan alasannya kenapa? Jadi, tidak perlu untuk dijelaskan nya lagi.
Ujian Nasional telah usai. Audrey lega. Semoga ia mendapatkan nilai yang memuaskan. Audrey memasukkan peralatan alat tulisnya dan menggendong tas ranselnya dipundaknya. Lalu memasang earphone ditelinga nya. Ia sudah tahu, pasti diluar sana sudah banyak hujatan hujatan yang menanti dirinya. Maka dari itu, ia memasang earphone dengan mendengar kan lagu, sengaja volumenya di full kan. Agar tak terdengar kata kata yang menurut nya unfaedah.
Ia keluar kelas beriringan dengan Samuel dan Chatrine. Pasalnya, Audrey berada diruang 10 dan hanya Chatrine dan Samuel lah yang seruangan. Lalu, Ferisha Delwyn, Davit, dan juga Ravael berada diruang 13.
"Akhirnya gue lega, gila!!" Seru Chatrine antusias seraya berjalan beriringan keluar kelas.
"Pada mau masuk sekolah mana, rencana nya?," Tanya Samuel basa basi.
"Itu mah simpel. Gue mah sama Ferisha ngikut aja sama si Audrey," timpalnya enteng yang dibalas delikan oleh Samuel.
Tiba lah mereka di pintu ruang 13. Terlihat Ferisha yang tengah ketar ketir mengisi jawaban nya. Padahal waktu sudah tersisa kurang 10 menit, namun entah apa yang dipikiran gadis itu. Otaknya telmi sekali. Ya, Audrey, Samuel, dan Chatrine bisa keluar dari ruangan karena mereka sudah selesai, diruangan 10 rata rata Einstein semua otaknya. Jadi, jangan heran mereka bubar sebelum waktunya. Meskipun ada percekcokan sebelumya murid dengan guru. Sebab guru tak mengizinkan karena belum waktunya, takut menganggu yang lain. Namun kalian tahu kan sifat murid yang kadang super abstrak? Seperti alasan kebelet pipis gara gara nahan kencing dari semalem akibat belajar kebut semalem, ada yang katanya mau ngapel sama pacarnya karena sedih bentar lagi bakalan LDR-an, ada yang mau happy happy sama kawan kawannya, ada yang kebelet berak ceunah sampai 4 hari karena menahan berak selama banyak hari ujian nasional, saking sibuk belajar nya, jadi gak sempet berak atau pun hal lainnya. Terkecuali belajar, belajar, dan belajar.
Ada ya manusia spesies macam mereka?kira saya sudah punah;v
Terlihatlah Delwyn dan Davit berjalan keluar kelas disusul oleh Ravael dibelakang nya.
Delwyn langsung menghampiri Chatrine. Dan mesra mesraan, cipika cipiki seperti remaja lainnya. Ya, seminggu yang lalu mereka sudah bertunangan.
Davit melihat kembaran nya itu geleng geleng kepala. Bagaimana tidak? Kembarannya itu nantangin. Bayangkan saja? Seharian kemarin ia asik nonton Drakor full. Tidak memikirkan hari esok. Dengan mudahnya ia bilang 'many is everything' maksud dari ucapannya adalah, ada uang, yang pasti ada saja sesuatu yang akan mau ia dapatkan dan inginkan menjadi lebih mudah. So, disini ada yang macam Ferisha?
Samuel hanya menatap dalam Ferisha yang kini sudah mulai untuk mengumpulkan kertas jawabannya itu. Samuel dapat menangkap jelas jika orang tersebut kesal setengah mati dan panik tak terhingga. Terlihat dari mukanya yang kini sudah dibanjiri keringat, tangan yang bergetar karena ketar katir, muka yang merah menahan kesal dan jangan lupakan bibir nya terus komat kamit tak jelas. Samuel hanya geleng geleng kepala melihat cewek itu. Fyuh, sejauh apapun usaha Samuel untuk melupakan cewek tersebut, takkan berhasil. Karena, ya... MEREKA UDAH JADIAN TEPAT DIACARA TUNANGAN NYA CHATRINE DAN DELWYN DONG!!! Meskipun Ferisha mencibir Samuel tak jelas. Acara siapa, yang lebih mendominasi memakai nya siapa? Ckckck, gak ada akhlak memang. Namun, tetap Ferisha terima. Lucu! Tadi marah marah, maki maki, akhirnya? Terima juga.
Audrey yang kini melihat Ravael ada dihadapannya, cewek itu melepaskan earphone nya, dan ditenggerkan dilehernya. Cewek itu menghampiri Ravael.
"Gimana sama yang tadi? Susah gak?," Tanya Audrey basa basi.
Ravael melirik sekilas kearah Audrey, lalu kembali menatap lurus kedepan dengan gaya cool nya. "B aja."
Audrey tersenyum senang mendengar nya. Tak apa yang penting ada sedikit respon.
Aksi berjuang nya kini mungkin bisa ia prediksi sudah meningkat 1 persen. Berarti ia harus berjuang 99 persen lagi? Oke semangat!
Audrey terdiam, mereka semua menghentikan aksi cepeka cepiki nya kala Ferisha tengah berjalan menghampiri semuanya dengan muka yang amat kusut, ekspresi nya masih sama seperti tadi dan sesekali mengentak hentakan kakinya.
"Tuh muka udah kayak buntelan sampah, gila! Enek gue liatnya," maki Davit menghampiri kembarannya. Ferisha yang diledeki seperti itu menggebuk bahu Davit dengan papan jalar yang belum sempat ia masukan di tasnya.
"Kantin kuy! Laper gue," ajak Samuel dan langsung disetujui oleh semuanya. Tanpa ba-bi-bu Samuel merangkul pundak Ferisha yang membuat sang empu kesal setengah mati. Gak kembaran gak pacar sama aja ngerangkulnya tuh nyiksa. Seraya mengelap bulir keringat yang ada didahi sang pacar.