Seperti biasa, Audrey sudah siap dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya itu. Tinggal sisiran saja.
Ia mengambil sisir di meja cermin nya itu, perlahan tapi pasti sisir itu menyentuh rambutnya.
Namun betapa kaget nya ketika baru satu gerakan rambut yang ia sisir itu ikut berjatuhan di sela sela sisir.
Pergerakan Audrey terhenti. Merenung sesaat. Apakah sudah saat nya ia menjalani pengobatan itu? Capek juga seperti ini terus. Apakah penyakit nya sudah parah?
Sungguh, Audrey benar benar takut. Ia memang berfikir untuk mati saja ketika ia sudah sangat lelah dalam keadaan. Namun rasanya dunia tidak begitu adil jika Audrey pergi meninggalkan dunia ini di usia yang masih terbilang muda.
Audrey ingin masa depannya cerah. Menjadi istri yang baik, melayani suaminya dengan benar. Membangun rumah tangga dan hidup bahagia bersama jodohnya kelak di masa depan. Bukan kematian saat dini yang Audrey mau.
Apakah umurnya sudah tidak lama lagi?
Tidak. Ini tidak boleh terjadi, pikirnya. Bagaimanapun juga ia belum membanggakan kedua orangtuanya. Masih banyak hal hal yang belum terwujud dan yang ingin ia lakukan di dunia ini.
Audrey menguatkan fisiknya. Ia memandang pantulan dirinya di depan cermin. Wajah datar itu kembali tersenyum penuh ketulusan dan juga sorot mata yang memancarkan keberanian dan ketekadtan untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Audrey percaya, pasti Tuhan sudah mempunyai rencana sangat indah di masa depannya kelak. Maka dari itu Tuhan tak henti hentinya memberi ujian hidup kepadanya.
Audrey mengepalkan tangannya penuh semangat dan seperkian detik ia tertawa kecil.
Seraya bergumam. "Ayo, lo pasti bisa, Drey! Jangan lupa, disini masih banyak orang yang sayang sama lo."
Audrey tersenyum malu malu, lalu melanjutkan ucapannya.
"Termasuk pujaan hati lo. Ravael."
••••••••••
"Ah, gue masih gak nyangka si Rava belom lupain lo," pekik Ferisha tertahan.
Biasanya jam istirahat mereka semua pada ke kantin. Kali ini beda, serempak Audrey dkk memutuskan untuk diam di kelas saja.
Tentu ada alasannya, yaitu Chatrine yang lagi datang bulan menyuruh sahabat sahabat nya untuk stay di kelas saja di saat jam istirahat nanti. Maklum, pasti tau kan hari pertama datang bulan? Seperti yang di rasakan Chatrine saat ini. Dirinya tak dapat bergerak dengan bebas, karna perut nya berasa di tusuk tusuk dan juga ia pun terlalu mager ke bawah, di kantin pun ia tak selera makan. Kondisi perutnya tidak memungkinkan.
Dan jangan lupakan, suasananya pun tambah seru karna keenam cewek itu mempunyai topik pembicaraan yang sangat menarik. Jadi, itu juga bonus untuk keenam cowok tersebut, menikmati bermain di gadgetnya tanpa di ganggu.
"Ih, iya, ya. Tapi pas gue denger cerita nya aja gak memungkinkan banget kalo misalnya Rava itu ngelupain Audrey secepat itu. Gue sih—gak terkejut," heboh Fana.
Ferisha sedari tadi sibuk mengstalk akun Ig Ravael, begitu pun yang lainnya.
"Eh, followers nya Rava banyak juga ya. Jutaan, haha! Cuma postingan nya 1 doang. Yang di ikutinnya juga cuma 26 orang lagi," ujar Fani yang masih sibuk melihat lihat.
Entah apa yang mereka perlihatkan lagi. Tak ada bosan bosannya, padahal hanya itu itu saja yang mereka pandang.
Untung saja sekarang Ravael sudah tidak bersifat pribadi lagi akunnya. Jadi memudahkan mereka untuk menjalankan apa yang ingin mereka lakukan.
Ravael tau saja seperti cenayang, pikir mereka.
"Wait deh," intruksi Chatrine yang menyadarkan mereka semua.
"Kenapa dah?," Tanya Angel yang sedang asik memakan kotak bekal yang ia bawa dari rumahnya. Angel hanya ikut timbrung sesekali saja. Dirinya juga sudah tau Ravael toh, bahkan sebelum Audrey mengenal orang itu. Namun Angel bersifat acuh tak acuh, masih ragu untuk berdamai dengan kedua orang itu atas apa yang terjadi di masa lalu. Rasanya aneh saja. Tapi bagaimana pun juga ia merindukan sosok sahabat nya itu.
Keenam cewek tersebut merapat dan mulai berbisik bisik ria.
"Kita salah gak ya? Itu loh—anu—sadar gak sih? Di sini kan ada Yoga!" Bisik Chatrine.
Mereka semua tertegun.
Benar juga!
Mereka pun mengalihkan pandangannya ke keenam cowok tersebut.
Audrey meneguk ludahnya kasar.
"Yoga," panggil Audrey pelan.
Tidak ada sahutan.
"Woi, Yoga!!" Teriak Ferisha.
Dirinya penasaran sekali.
Alih alih Yoga saja yang berjengkit kaget, malah Delwyn, Nano, Nino, Davit, dan Samuel pun sama kagetnya.
"Kenapa, anjir! Pake segala teriak teriak segala," geram Davit.
"Astaga! Jadi kalah kan gue!!!" Cecar Samuel tak kalah geramnya. Ferisha hanya memutar kedua bola matanya malas.
"Lagian di panggil sama Audrey malah gak nyaut," timbrung Fani menegahi.
Yoga menoleh ke arah Audrey.
"Manggil gue?," tanya Yoga.
Audrey lantas mengangguk. "Iya. Lo denger gak kita kita tadi ngomong apa?," Tanya Audrey hati hati.
Keenam cewek itu sudah was was.
Yoga termenung sesaat, lalu ia menggeleng pelan diikuti dengan yang lainnya.
Mereka pun berantas lega.
Untung saja, mungkin saking sibuknya bermain game jadi seperti itu.