Semua murid kelas 3 disekolah High School itu berbondong bondong menuju mading tahap sekolah mereka masing masing. Kini, merupakan pengumuman/pemberitahuan usaha mereka selama ini.
Mereka dinyatakan lulus semua.
"AKHIRNYA!!! KITA LULUS GAIS!!!" Kompak mereka semua senang seraya berpelukkan sama sama. Namun beda lainnya dengan gadis yang bernama lengkap Audrey Valencia itu.
Sudah kurang lebih satu bulan dirinya ditinggal oleh kekasihnya itu. Siapa lagi jika bukan Ravael?
Ya, Ravael sudah berada di London, dan dia hanya menitipkan salam nya lewat chat saja.
Keterlaluan bukan?
Bahkan, kini mereka seperti orang lost contact.
Orang itu bilang jika dirinya akan kembali setelah urusan nya selesai. Dan kemungkinan besar ia akan menetap di London, sebab ia adalah penerus perusahaan Ayahnya itu.
Lalu, bagaimana nasib Audrey dan hubungan mereka? Apakah masih berjalan? Atau sudah cukup berhenti sampai sini saja?
Entah lah, status mereka kini tak jelas. Tak ada sapaan, tak ada salam, tak ada kabar. Orang itu hilang bagaikan ditelan bumi.
Bahkan, sahabat sahabat nya pun tak tahu keadaan lelaki itu seperti apa. Ini hari penting, ini adalah acara kelulusan, tapi orang itu tak menghadirinya, orang itu pergi kesana, orang itu pindah dan menetap disana. Ia bilang, hanya kemungkinan kecil Ravael akan balik ke Indonesia setelah lulus kuliah.
Ya, sebenernya Ravael tidak langsung menjadi penerus. Dirinya hanya diwajibkan untuk belajar dan juga kuliah disana hingga lulus. Lalu setelah itu, barulah beliau akan memimpin perusahaan Ayahnya itu.
Jika dikata Audrey kecewa atau tidak, jawabannya kecewa. Sangat. Tapi dirinya mungkin sudah tak berhak lagi untuk menentukan pilihan lelaki itu.
Jadi, ucapan ucapan yang dilontarkan beberapa hari yang lalu itu hanyalah sebuah angan?
Dan, sebenernya untuk apa dirinya berharap? Seseorang yang dia harapkan saja tidak berharap kepada dirinya. Karena sadar, dirinya sangat banyak kekurangan.
Ravael lelaki normal, dia juga pasti ingin mempunyai kekasih yang sempurna seperti remaja lainnya. Bukan seperti dirinya.
Benar bukan?
Audrey menghela nafas. Tersenyum penuh arti kepada semua sahabat sahabat nya. Hanya mereka lah pelengkap hidupnya yang selama ini disisinya tanpa pulang pergi.
"Kalian pada mau lanjut mana?," Tanya Audrey mencoba untuk melupakan masalah hatinya itu.
Monica duduk di kursi koridor. "Kalian maunya dimana? Emangnya mau bareng semua?," Monica malah balik nanya.
"Gak rela rasanya kalo pisah," lirih Ferisha seraya memanyunkan bibirnya.
Chatrine menepuk bibir sahabat nya itu pelan. "Biasa aja kali bibir lo! Pake dimonyong monyongin segala!" Hardik nya cepat.
Samuel melirik kearah Audrey, ia paham apa yang terjadi kepada sepupunya itu.
"Tenang aja kali, Drey. Ravael gak bakalan berpaling dari lo kok," ujar nya memenangkan
Seketika senyum cerah yang terbit dibibir Audrey sirna, seketika itu pula lah Ferisha melotot kearah Samuel yang hanya dibalas dengan senyum lembut yang menjijikkan.
"Gak papa gimana? Dia itu sebenernya kemana, sih?!" Emosi Audrey berapi api.
"Ada, dirumahnya. Udalah, gak usah dibahas dulu. Have fun aja, oke?," Ajak Ferisha yang kini merangkul pundak Audrey menuju ke parkiran diikuti oleh sahabat yang lainnya.
Sedangkan disisi lain
"Gimana gimana, sama cewek lo?," Tanya cewek berambut pendek itu yang sedang memakan kentang dengan ekspresi muka yang tak selow.
Ravael memandang jijik perempuan itu.
"Gak usah ikut campur sama hubungan gue, deh. Mending lo bantuin gue aja!" Tawarnya.
Cewek itu berpura pura berfikir. "Jaminannya apaan?," Tanya perempuan itu.
" Apapun yang lo mau, asalkan gak macem macem!" Sahutnya penuh dengan nada ancaman. Ravael tahu betul watak gadis yang duduk disebelahnya ini seperti apa.
Gadis yang jika disampingnya tak henti henti nya menganggu, menggebuki punggungnya jika tengah marah, cerewet, lincah, absurd, merepotkan nya, dll. Tapi jauh dilubuk hatinya Ravael menyayanginya.
"Oke, gue mau! Janji gue gak bakalan minta yang macem macem!" Antusias nya begitu cepat.
Ravael memutar bola matanya malas. Sejak kapan Ravael percaya akan omongan gadis itu? Yang dimana jika kita percaya akan merugikan diri kita sendiri. Dia sangatlah jahil, tak segan segan orang yang disekitarnya itu kewalahan akibat tingkah jahilnya yang ia tunjukkan entah ke siapapun. Makanya, tak ada yang tau gadis itu selain keluarga dan saudaranya. Teman temannya tak ada yang tahu satupun, hanya Alex karena dia adalah sepupunya.
Bukan tanpa alasan, Ravael tidak mau gadis tersebut menganggu teman temannya yang membuat mereka setres sendiri jika dibiarkan.
"Yakin lo mau?," Tanya nya begitu tak yakin.
Gadis itu menggebuk punggung Ravael keras yang membuat Ravael menatapnya marah.
"Apa apaan sih, lo!" Amuknya. " Dasar gila!" Lanjutnya dengan mata menatap tajam gadis itu.
Namun dasar! Gadis itu tidak takut siapapun terkecuali dengan Tuhan (100%) dan kedua orang tuanya(1,1%).
"Yeh! Ya lo abis labil! Tadi nawarin gue giliran gue iyain malah balik nanya. Emang ya otaknya rada rada, lo!" Maki gadis itu seolah olah paling benar.
Ravael hanya menghela nafas. Jika diladeni perang mulut ini tidak akan ada habis habisnya. Jika kita mempunyai seribu satu cara untuk melawannya, maka gadis itu mempunyai sembilan ratus sembilan puluh sembilan triliun cara lainnya yang membuat kepala ingin pecah jika kita yang menjadi korbannya.
"Yaudah sini, gue bisikkin," ucap nya yang kini mendekat kearah gadis itu.
Namun dasar anak sarimin! Gadis itu malah menjauh dengan tatapan yang seolah olah dirinya ingin dicabuli oleh pria omes.
"Mau ngapain, lo?!!" Teriaknya.
"Najis bego, lo! Yakali gue bakalan ngelakuin itu sama lo. Gawaras emang, ya lo! Terlalu banyak drama!" Kesal Ravael.
Cewek itu memanyunkan bibirnya. "Awas aja lo. Liat!"
Jika sudah seperti ini, lebih baik Ravael melanjutkan saja apa yang ingin dia ucapkan. Jika diladeni, maka tamatlah riwayatnya. Pasti gadis itu sedang merencanakan sesuatu entah kepada dirinya atau suatu saat nanti ketika ia sedang berkumpul dengan yang lainnya.
Ravael pun menjelaskan apa yang harus cewek itu lakukan hingga habis. Tak jarang Ravael diberi cubitan reflkes dari gadis itu.
Alay!
"Wah, engga engga! Gak mau jadi antagonis gue!" Tolaknya mentah mentah.
Mungkin emang dia harus diberi hidayah, biar dia sadar. Selama ini tanpa ia sadari sudah menjadi tokoh antagonis. Lihat saja, tangannya merah habis akibat korban cubitannya. Belum lagi korban korban lainnya karena tingkah dia yang lainnya.
Ravael menggeleng keras. "Udah, lah. Emang itu peran yang cocok sama lo. Kalo jadi peran yang baik, gak cocok sama sekali sama komok lo yang sebelas dua belas sama pocong mumun!" Ujarnya blak blakkan yang langsung ditabok oleh gadis tersebut.
Ravael mengumpat pelan.
"Berharap banget gue ada orang yang mau sama lo biar dikit dikit image lo yang rusak itu punah kadaluarsa. Sumpah, dah. Tersiksa gue!" Curhatnya mendramatisirkan keadaan.
Cewek itu mengambil fanta, meminum nya lalu ditaruh ketangannya dan diusap ke wajah Ravael yang membuat Ravael kehilangan kesabaran. Hal hasil Ravael menggebuki wajah cewek itu berkali kali dengan bantal sofa.
"AMPUN GAK LO?!! AMPUN NGGAK?!! ISENG BANGET, LO. JOROK ANJIR!!" Teriaknya diselilingi dengan tawa gadis itu dengan tampang muka yang makin membuat Ravael kesal.
"Ah, elah lo! Baperan amat kayak cewek!" ucap gadis itu seraya terkekeh.
Ravael mengambil tisu basah dan mengelap wajahnya itu. "Yang ada sikap lo tuh yang kayak cowok. Pantes aja gak ada cowok yang betah sama lo lebih dari lima menit. Pacaran paling lama cuma tiga menit. Sadar dikit apa!" Nasehat Ravael kepada gadis itu.
"Ah, elah..jangan gitu dong! Jodoh gue kan ada nanti! Iya, iya...gue mau deh jadi peran antagonis nanti. Kapan lagi kan gue bisa ngisengin orang? Bahkan gue bisa lakuin lebih dari yang lo tugaskan ke gue," cs nya seraya menarik turunkan alis. Seolah olah cewek itu tak sadar akan ucapannya. Padahal tiap hari tugasnya ngerjain orang terus.
Ravael mendorong wajah cewek itu menggunakan tisu basah bekas mengelap wajahnya tadi.
"Nggak ada lebih lebihan. Yang ada gagal total rencana gue!" Tolaknya begitu mutlak.
Seketika cewek itu tertawa ngakak yang membuat Ravael memandang nya malas.
Betapa menjijikkan nya perempuan ini....
Miris sekali memang. Gak ada sopan sopannya, gak ada feminimnya jadi orang, ck.
Ravael mengambil tisu lalu memasukkannya kedalam mulut gadis itu yang terbuka lebar akibat tertawa.
"Garing, lo! Kek kerupuk, alot kayak muka lo!" Serunya lalu setelah nya berjalan santai kearah dapur ingin mengambil makanan.
Namun dasar gadis itu! Dari arah sofa memandang Ravael seraya asik ngoceh lalu melempar remot tv mengenai tepat punggung lelaki itu.
"SETAN!" Teriaknya kencang.
••••••••••
SOUNDTRACK; SOMEONE LOVED
WAJIB DI PUTER! BIAR NGE FEEL BANGET!

Hari sudah malam, namun tak henti henti nya Audrey memandangi layar ponselnya itu, berharap ada pesan masuk dari lelaki yang ia rindukan.
Namun nihil, dari pulang bermain dengan teman temannya, tak ada satupun pesan masuk dari cowok tersebut.
Sebenernya, lagi apa cowok itu? Sesibuk itu, kah?
Ia mengigit ujung bibir bawahnya itu, bergegas kearah lemarinya, ia mengambil Hoodie, Hoodie pemberian Ravael sewaktu pertama kali mereka berjumpa.
Masih ingat bukan?
Audrey memakainya, lalu memandang kalung yang selama ini ia kenakan.