Without You

Safina
Chapter #38

38. Pilu

Suara langkah kaki satu keluarga itu menggema di lorong koridor rumah sakit. Pada saat ini Ravael tak bisa lagi membendung amarahnya kepada bajingan yang bernama Yoga itu.

Terlihat, sahabat sahabat nya, kedua orang tua Audrey, dan kedua orang tua Yoga tengah merapal kan doa masing masing didalam dirinya di depan ruangan operasi.

Bugh bugh bugh

Dengan secepat kilat, Ravael memberi Bogeman ke wajah Yoga dengan amarah yang menggebu gebu. Mereka yang tadinya belum sadar akan kehadiran Ravael itu memekik kaget ketika tiba tiba ada orang yang menonjokki Yoga begitu saja.

Mereka hanyalah diam. Yoga pantas mendapatkan semua itu, terlebih Keluarga Audrey dan keluarganya sendiri pun kecewa atas perilaku Yoga.

"Lo apain pacar gue bangsat?!!" Amuknya. Sekuat tenaga ia tak ingin mencari keributan lebih lanjut di dalam rumah sakit.

Alex menengahi. "Nanti aja berantemnya, besok lagi. Biar seru tiap hari dapet bogeman," ujarnya dengan santai.

Ravael diam, ia duduk di kursi rumah sakit.

Bintang dan Putra menangis dalam diam, begitu pula dengan yang lainnya. Yang mereka harapkan kini semoga nyawa Audrey masih bisa tertolong.

Suara pintu terbuka membuat semuanya berdiri dengan ekspresi muka yang berbeda beda.

"Bagaimana keadaan anak saya, dok?," Tanya Bintang khawatir.

Dokter itu menghela nafas. "Operasi nya berjalan lancar, andai tidak buru buru dibawa kerumah sakit, nyawanya tidak akan tertolong lagi," jelasnya yang langsung dapat sambutan isak tangis lagi dan lagi dari orang orang terdekat Audrey yang mendengar nya. Mereka bersyukur.

"Ta—tapi apa keadaan nya baik baik aja?," Tanya Zazkia tak yakin.

Dokter itu diam sebentar. "Sebelumnya, korban sudah mempunyai penyakit ginjal. Dan luka tembakan itu tepat di ginjalnya, jadi mau tak mau kedua ginjal nya diangkat. Ini demi kebaikan nak Audrey, jika tidak, itu akan berdampak fatal baginya. Jika kalian siap untuk operasi pengangkatan ginjal, silahkan datang keruangan saya, kita bicarakan ini. Lebih cepat lebih baik. Dan, seperti nya kita pun membutuhkan donor ginjal jika ingin anak ibu masih bisa berjalan nantinya. Selebihnya, mari kita bicarakan di ruangan saya," jelas dokter tampan muda berkaca mata itu.

"Keadaan nya saat ini masih kritis. Jika 24 jam belum juga sadar, dinyatakan koma. Saya minta, kalian jangan dulu menjenguknya, kondisi nya sangat lemah, ia butuh istirahat yang banyak." Pintanya selanjutnya.

Bintang dan Putra pun mengikuti dokter itu pergi ke ruangannya, untuk membicarakan kondisi anaknya lebih lanjut.

Sedangkan, sahabat sahabat Audrey kini hanya diam saja. Tak ada topik yang menarik, lebih tepatnya sedang tidak mood untuk bersenang senang. Sahabat mana yang tega senang senangan sedangkan didalam sana sedang ada yang berjuang untuk nyawa nya?

Alex melihat perempuan yang dikuncir kuda dekat tantenya itu.

"Tan, itu anak siapa? Lex gak kenal," tanya nya santai pura pura tak mengenali.

Suasana pun akhirnya sedikit demi sedikit mencair.

"Wahh!! Sembarangan ya, lo! Awas lo minta bantuan sama gue! Gak bakal gue bantuin, gak bakal!" Ancamnya dengan muka garang.

Alex menggedikan bahunya cuek. "Sejak kapan gue minta tolong sama lo? Bukannya selama ini lo yang ngerepotin gue?," Balasnya dengan lancang.

Sedangkan yang lain sedari tadi bertanya siapa cewek berambut pendek itu.

Ferisha yang kepo nya tingkat akut itu mengelap ingusnya lalu bertanya. "Kamu siapa?," Tanyanya.

"Dia—" ucapan Ravael terpotong ketika cewek itu menyelak ucapannya.

"Kenalin! Gue Kitty Pretty Crown, tunangannya Ravael," selaknya begitu yakin seraya mengulur tangannya kedepan Ferisha untuk berjabat tangan.

Mereka semua cengo, kedua orang tua Ravael cekikikan (dasar iseng, pikirnya), lalu Alex dan Ravael mengumpat pelan.

"Anying! Si mwonyed!" batinnya kompak.

"Ah! Elah!! Boong, kok, boong. Tenang aja, tadi gue cuma bercanda aja. Gitu doang muka lo semua kek ngeden, ck. Kan gak tega gue buat ngerjain lagi! Gue sepupunya Ravael sama Alex!" Jelas Kitty akhirnya.

Mereka semua menghela nafas lega. Sebenernya, walaupun cewek itu tidak menjelaskan nya, mereka semua tahu di bohongi, cewek itu nyatanya memang pandai berbohong tapi tak pandai memasang ekspresi yang sangat menyakinkan dimata mereka semua.

Yoga sedari tadi diam, ia tak minat gabung pembicaraan itu, sedari tadi matanya menatap kearah jendela itu, yang dilihat Audrey kondisinya sangatlah miris. Berbagai macam alat medis dipasangkan ditubuhnya. Dan itu semua karena ulahnya.

Yoga menyesal. Ia bodoh, untuk apa dirinya melakukan semua ini?

Yoga menatap ke arah kedua orang tua nya dan kedua orangtua Audrey.

"Maafin gue, bang. Lo pasti kecewa banget sama gue, brasa di khianati juga kan? Maafin aku juga Tiara," batinnya menangis.

Yoga memandang keselilingnya dengan mata berkaca-kaca. Bodoh, dirinya terlalu bodoh untuk melakukan segala hal yang menurut orang lain gila.

Yoga berjalan kearah kedua orang tuanya dan menundukkan badannya ke arah orangtua nya itu. Mereka semua diam, tak tahu harus bagaimana.

"Ma—maafin aku, a—aku janji bakalan bayar semua ini. Maafin aku, Mami Papi," ujarnya begitu menyesal.

Kedua orangtua Yoga memalingkan wajahnya, tak berniat melihat wajah anaknya itu lebih lama lagi. Semakin kedua orang tua Yoga melihatnya, semakin besar rasa iba terhadap anak lelaki nya itu.

"Tan—tante jangan khawatir...aku janji, aku bakalan bayar semua ini," ungkap nya begitu yakin.

Bintang terisak. "Doakan yang terbaik aja, ya untuk Audrey. Emangnya kamu mau bayar make apa Yoga?," Lirih nya.

Yoga tersenyum dan memegang kedua tangan Bintang. "Yoga bakalan bayar make nyawa Yoga sendiri, Tan. Apapun itu, demi Audrey," balasnya antusias.

Disaat itu pula, detik itu pula tak ada yang berani angkat bicara. Semua diam, mencerna perkataan Yoga yang sangat jelas sekali di pendengaran mereka semua.

••••••••••

Seorang gadis dengan memakai baju rumah sakit itu terdiam, menikmati hawa sejuk ini. Banyak sekali tanaman bunga dan hewan hewan ternak lainnya di sekitarnya itu.

Ia tersenyum bahagia, pada akhirnya ia kembali ke tempat dimana asal mulanya. Yaitu, di atas langit, di tempat tinggalnya sekarang kini.

"Audrey, apa yang menyebabkan kamu sampe ke tempat ini?," Tanya Tiara, sahabat kecilnya.

Disaat itu pula, Audrey terdiam, memandang kosong, perlahan air matanya jatuh membasahi pipinya, lagi dan lagi.

"Seseorang yang mengkhianati ku," ungkap nya jujur.

Tiara tau siapa orang itu. "Untuk apa orang itu melakukannya untukmu?," Tanyanya tak habis fikir.

Lihat selengkapnya