Mereka semua menatap tubuh seseorang yang sepenuhnya tertutup kain putih itu dengan pandangan kosong.
"Kenapa kamu pergi?," Tanya Rivael begitu lirih.
Keheningan itu tercipta, sangat sangat. Tak ada yang membuka suara, semua pikiran mereka kacau.
Suara Yoga yang penuh keseriusan itu pun mengundang banyak tatapan terkejut dari merek semua.
"Karena ini awal tujuan gue," gantung nya seraya tersenyum.
Mereka semua menatap kaget cowok tersebut. Apa maksud nya?
"Maksud lo apa?," Tanya Samuel dengan pandangan marah.
"Buat Audrey men—"
Belum saja Yoga melanjutkan ucapannya itu dirinya sudah ditampar duluan oleh Cailan—Papinya. Mereka semua hanya diam saja, Yoga pantas mendapatkan nya.
Sahabat mana, huh? Yang merencanakan sahabat nya sendiri untuk meninggal?
Apakah waras? Apa itu yang disebut sahabat?
"KETERLALUAN KAMU, YOGA!! SIAPA YANG NGAJARIN KAMU JADI BERBUAT JAHAT KAYAK GINI?! SIAPA?!!" Teriak nya marah.
Yoga malah tersenyum lagi dan lagi. "Aku gak di ajarin sama siapa siapa. Ini kemauan aku sendiri, untuk bertemu dengan Tiara nantinya," balasnya begitu lembut.
Seperti ada petir disiang bolong, mereka semua sangat terkejut dengan penuturan laki laki itu. Terutama Zazkia yang kini sangat terkejut, terlebih suasana hatinya sangat tak dapat untuk di kondisikan.
"Maksud kamu apa?" Tanya Fifi—Maminya.
"Aku mau bertemu dengan Tiara nantinya disana—"
"Cukup! Katakan saja apa intinya!" Potong Putra cepat yang kini sudah benar benar marah.
"Aku bakalan donor jantung dan ginjal aku buat Audrey," finalnya.
Lagi dan lagi mereka dibuat terkejut atas penuturan laki laki tersebut.
"Jangan bercanda, Yoga," timbrung Chatrine seraya tertawa remeh.
Yoga menutup matanya sebelum menjelaskan semuanya. Sangat berat untuk ia lakukan, tapi ini lah tujuan utamanya.
"Buat apa aku bercanda? Emang aku salah paham atas kematian Tiara. Jujur aja, kalian percaya gak kalo Yoga ngelakuin ini semua juga tertekan?," Tanyanya, namun tak ada yang menjawab. Semua membisu.
Padahal, ada 1 kenyataan yang mereka belum ketahui.
Salah paham...
Salah paham...
Itu tidak benar.
Lagi dan lagi Yoga tersenyum masam. Dunianya saja sudah hancur, sudah banyak yang terlalu kecewa dengannya. Lantas untuk apa lagi dirinya hidup? Tidak ada lagi semangat hidupnya seperti sebelumnya.
"Sahabat mana yang tega bunuh sahabat nya sendirian tanpa beban? Tanpa keputusasaannya menerima takdir yang gak bener di dalam pikirannya? Sahabat mana yang tega melihat sahabatnya sendiri terluka?!! YOGA TERTEKAN ATAS SEMUA INI!! YOGA—" jelasnya menggebu gebu, air mata pun sudah jatuh perlahan membasahi pipinya.
Ia tak bisa melanjutkan ucapannya, ia tak sanggup. Yoga menyingkap kemeja panjang di bagian tangan kanannya itu hingga sebatas siku.