Without You

Safina
Chapter #44

44. Tak Berarti

Audrey memasuki cafe yang biasa ia tempati untuk sekedar main main bersama para sahabat nya pada saat jaman SMA dahulu.

Mata cewek itu memerhatikan seluruh atensi cafe, Audrey tersenyum ketika orang yang ia cari sudah duduk manis di meja cafe seraya memainkan hp nya.

"Udah lama?," Tanya Audrey duduk di hadapan Rivael.

Nyatanya cowok itu sedikit kaget. Rivael menaruh hp nya diatas meja cafe dan meminum minumannya yang sempat ia pesan.

"Gak kok. Di minum," ajaknya.

Audrey mengangguk singkat dan meminum minuman nya juga.

"Lo mau ngomong apa?," Tanya Audrey penasaran.

Rivael berdehem sebentar. "Gak penting penting amat sih. Cuma mau nawarin doang," ujarnya ambigu.

Pikiran pikiran yang tak mungkin terjadi itu berkelana dengan seenak nya di otak Audrey.

Audrey menggeleng pelan dan kembali melihat ke arah Rivael. "Nawarin apa?," Tanya nya yang memang tak paham.

"Besok kan gue ke London. Gimana kalo kita semua sekalian aja berangkat nya bareng bareng ke sana? Itung itung reuni lah! Kita nginep di villa aja, trus ntar makan makan pas malem nya, baberceiuan

di kolom berenang belakang villa," tawarnya seperti orang sedang promosikan bisnisnya.

Audrey berfikir sejenak. "Gue sih, yes. Kalo lo mau bicarain hal ini mah kenapa gak ajak yang lain aja! Kan ini hak kita semua," heran Audrey.

Rivael menggeleng. "Gak papa. Kapan lagi kan berdua? Sebelum gue nikah?,"

Audrey memasang raut wajah tak mengenakkan. "Sori, gue bukan pelakor," sarkasnya.

Rivael terkekeh mencairkan suasana. "Gak usah bawa hati. Intinya sampein aja, ya! Gak banyak waktu juga soalnya. Ntar calon gue ngomel," kompornya sengaja, seolah olah ingin sekali Audrey terbakar dengan api cemburu nya.

Audrey menekuk alisnya tak suka. "Jangan seolah olah lo ngerendahin gue disini, dah. Lo fikir gue cemburu? Enggak!" Sewot nya tak terkendali.

Rivael terkejut namun detik berikutnya menghela nafas.

"Udah lah, lupain. Ntar marahan trus gak jadi. Disana juga ada sesuatu yang pengen gue perlihatkan ke elo," jelas Rivael dengan nada serius.

Audrey bingung. Sesuatu? Apa itu?

"Gak usah difikirin. Itu ruangan doang," kekeh Rivael.

"Ruangan apa, sih?,"

"Ruangan rahasia Ravael waktu dulu."

Audrey membeku. Ruangan apa?

"Dibilang jangan difikirin!" Sentak Rivael yang membuat Audrey kaget.

"Udah, ya! Disini gue berasa ingkar janji. Padahal kan waktu dulu gue bilang kalo gue gak bakalan hadir didalam lingkaran hidup kalian lagi," sarkasnya dan berdiri.

Entah kenapa emosi cowok itu tiba tiba bergejolak ketika mengingat kejadian itu.

Audrey menggenggam tangan Rivael yang langsung di hempaskan oleh sang empu.

"Gue minta maaf soal itu," lirihnya pelan.

Rivael memandang tubuh mantannya itu yang lebih pendek darinya.

Cowok itu menatap lurus. "Gak usah minta maaf. Udah terlanjur juga. Kecewa pula. Lagipula gak usah bahas masalalu, kita sama sama udah punya masa depan nantinya," tekannya.

Audrey menitikan air matanya. Sedari malam perempuan itu tak bisa tidur karena ingat bahwa mantannya itu akan menikah. Terlebih mantannya itu bisa bisanya menghamili anak orang sebelum hari sah nya.

"Gak usah nangis. Gak mempan tau gak!" Bentaknya yang membuat pengunjung cafe melihat kearah mereka semua.

Audrey merasa deja vu akan hal ini, begitu pula dengan Rivael. Audrey ingat, waktu ia kelas 3 SMP, ia pernah seperti ini juga dengan Rivael. Meluruskan semua masalah, namun tak kunjung hasil, yang ada memang benar cowok itu benar benar pergi meninggalkan nya. Bahkan bekal yang Audrey kasih untuk nya waktu dibandara pun tak diterima.

Dan kini terjadi lagi. Mereka ribut di cafe hingga pengunjung memusatkan seluruh antensi nya kepada mereka berdua.

"Ini semua karna lo. Andai lo gak paksa gue buat ngejauh saat itu, gue gak akan sefrustasi itu yang berkahir gue melakukan hal itu," umpatnya.

"Tapi kan lo yang ngelakuin!" Balas Audrey tak kalah kencang.

Cewek itu sudah terlanjur kesal dengan manusia yang ada dihadapannya ini.

"Iya. Tapi kan gue frustasi nya karna siapa? Karna lo!" Balas Rivael tak kalah sewot.

Audrey diam membeku. Merasa malu dan sedikit salah tingkah, namun detik berikutnya ia memasang wajah angkuhnya.

"Lo nya aja yang terlalu bucin sama kayak Samuel!" Tindas nya dan berlalu dari cafe begitu saja.

Rivael menganga mendengar nya.

"Sial," umpatnya seraya terkekeh.

Ia malu sendiri. Waktu SMP Audrey lah yang malu, namun kini nasib berbalik kepadanya.

Memang karma itu nyata!

•••••••••

Sedari tadi Audrey menyetir dengan keadaan hati yang bergemuruh. Bagaimana bisa cowok itu dengan seenaknya menyalahkan dirinya?

Tak tahu siapa di sini yang paling tersakiti, yang pastinya mereka sama sama tersakiti.

Audrey memarkirkan mobilnya di depan rumah Chatrine dan Delwyn, ia memencet bel beberapa kali namun tak ada sahutan.

Barulah beberapa lama kemudian muncul Chatrine bersama anaknya yang sedang di gendong. Seperti nya anak itu sehabis menangis.

"Eh, elo! Masuk masuk!" Ujar Chatrine mempersilahkan Audrey untuk masuk.

Audrey duduk di sofa seraya menghela nafas.

Chatrine duduk bersama anak yang berada dipangkuannya. "Kenapa lagi?," Tanya Chatrine.

Audrey mendengus. "kesel gue sama tuh orang! Maen nyalah nyalahin gue aja," adu nya tak suka. Perlahan cewek itu pun menceritakan kejadian yang tadi tanpa dikurangi ataupun di lebih lebihkan.

Chatrine diam sejenak dan tersenyum simpul. "Lo gak bisa move on kan dari dia? Ngaku lo!" Tuding Chatrine.

Audrey melempar nya dengan bantal sofa, untung nya tak kena ke anak Chatrine. Bisa habis dia.

"Bukan gak bisa, tapi emang masih kefikiran aja," balasnya bodoh.

Tiba tiba Delwyn datang dari arah belakang, Chatrine memandang nya tajam. "Anak di apain sampe nangis gini?!" Bentak Chatrine, sedangkan Audrey cekikikan melihat pentengkaran suami istri itu.

Delwyn menekuk mukanya dan duduk di sebelah istrinya, di usap nya puncak kepala anaknya itu dengan sayang namun segara di tepis oleh keduanya.

"Gak usah megang megang deh!" Semprot Chatrine.

Delwyn mendengus tak suka. "Orang gak sengaja, kok," adunya seperti anak kecil.

Chatrine berdecih. "Gak sengaja gak sengaja tapi nih jidat ampe benjol. Gundulmu gak sengaja," omel nya macam emak emak komplek.

"Awas aja. Malem ini udah di garis besarin gak bakalan dapet jatah!"

Audrey tersedak ludahnya sendiri lalu berikutnya tertawa. "Anjir woi! Ada gue disini, sial. Masih polos gue," peringat Audrey kepada keduanya.

Audrey teringat sesuatu. "Eh, besok kita masa disuruh ikut ke London," ucap Audrey memeringati.

Namun selanjutnya kompak suami istri itu menjawab. "Udah tau," kompaknya. Anak Mereka pun menangis sebab kaget, dan lagi lagi Chatrine menyalahi suami nya itu, padahal itu salahnya juga. Ck.

"Kok udah tau?," Heran Audrey.

"Ya dari grup," balas Delwyn cepat yang langsung dipelototi oleh Chatrine.

Audrey menatap keduanya bergantian dengan raut wajah bingung. "Grup mana?," Tanya nya selidik.

Delwyn menggaruk belakang rambutnya, dalam hati ia syukur syukur jika Audrey tak menanyai lebih lanjut lagi.

"Dari grup—ya, dari grup FB. Kita bikin grup di sana, karna lo gak punya FB jadinya lo gak ada," balasnya gagap.

Chatrine diam diam menertawakan nasib suaminya itu. Jika ketauan yang sebenernya, habis Delwyn dengan orang itu.

Audrey menaikkan alis nya sebelah. "Sejak kapan lo semua pada punya FB? Bukannya kalian juga gak main ya?," Tanya Audrey lagi bingung.

"Ah! Udah lah gak usah difikirin. Mending sekarang lo minum dulu tuh jus," ajak Delwyn berusaha untuk mengalihkan topik pembicaraan.

Audrey pasrah, cewek itu meminum jus yang disediakan oleh ART tadi.

Mata Audrey berkaca kaca, sedetik berikutnya cewek itu terisak.

Chatrine panik melihatnya, dengan gerakan cepat anak yang berada digendongan Chatrine berpindah ke arah Delwyn yang sudah siap siaga takut anaknya jatuh lagi.

Chatrine mendekati sahabat nya itu dan mengelus bahu Audrey. "Lo kenapa?," Tanya nya cemas.

Audrey tersenyum dan mengelap air matanya itu mencoba kuat. Cewek itu terkekeh. "Gak kok, gue gak papa. Kebawa suasana aja. Miris aja gitu liatnya kalian udah pada berkeluarga sedangkan gue masih jomblo walafiat," jujur Audrey lucu.

Chatrine dan Delwyn tertawa mendengar nya. "Ya elah, biasa aja kali. Lagian kenapa waktu itu lo malah bikin Rivael jauh dari lo?," Tanya Chatrine. Meskipun Chatrine pernah backstreet dengan cowok itu, namun kini tak ada lagi perasaan sedikit pun tentang cowok itu. Bahkan barang ia sempat cowok itu kasih ke dirinya sudah ia kubur. Hehe.

"Ya lo bayangin lah, disitu kan gue lagi masa masanya depresi. Udah di khianati, trus didramain pula. Kenyataan nya seperti itu, gimana kaga kalut," adu Audrey bak anak kecil.

"Ya terus gimana. Nasi udah jadi bubur," keluh Chatrine.

"Karma kali tuh dari Samuel, sering ngatain Samuel bucin, nyatanya emang sekarang Audrey yang bucin," ledek Delwyn.

"Kampret lo!"

Audrey bangkit dari duduknya dan menghabiskan minumnya, lalu menatap sepasang suami istri itu.

"Bay, gue mau pulang! Ternistakan sial," ungkapnya kesal.

Delwyn dan Chatrine tertawa jahat hingga anak mereka kaget lalu menangis kejar.

Audrey kabur dan menongolkan sedikit wajahnya ke dalam rumah suami istri itu.

Lalu seperkian detik.

"HAHAHAHAHHA SUKURRR!!!" Teriaknya begitu nyaring yang membuat anak Chatrine dan Delwyn yang sudah kembali terjaga dari tidurnya itu sangat kaget dan menangis lebih kejar dari yang tadi.

Audrey langsung ngacir kedalam mobilnya, lalu tertawa jahat lagi dan lagi.

Terdengar teriakkan pasangan suami istri itu.

"AUDREY!!! SIALAN LO!"

Tanpa sadar, mereka pun membuat anak mereka kaget lagi, hal hasil anak mereka malah tambah menangis kejar dari yang sebelumnya.

••••••••••

Audrey menginjakkan kakinya ke rumah mending sahabat nya itu. Yoga. Cewek itu tersenyum paksa tatkala orang yang ia ingin temui kini telah tiada.

Rumah itu terasa sepi, namun Audrey yakin didalamnya ada kedua orang tua mendiang sahabat nya itu, Yoga.

Cewek itu memencet bel rumah, terlihat Mami Yoga diambang pintu dengan senyum bahagia nya.

Kedua insan itu berpelukkan dan saling melemparkan dalam rindu nya masing masing.

"Kamu kapan ke sini?," Tanya Fifi ketika mereka sampai di ruang tamu.

"Baru minggu lalu, kok," balas Audrey jujur.

Lihat selengkapnya