Without You

Safina
Chapter #45

45. Sudah Saatnya (END)

Setelah menempuh perjalanan yang lumayan panjang, mereka akhirnya tiba juga di London.

Satu persatu barang barang sudah di masukkan kedalam masing masing kamar yang terapat didalam villa tersebut. Ralat, bukan villa. Mereka tak jadi menginap ditempat itu, hal hasil kini mereka berada dirumah kediaman keluarga Rivael ketika mereka berada di London. Masing masing orang tua Mereka akan menyusul satu persatu ke tempat ini, yang pastinya sebelum acara pernikahan dari sahabat anak anak nya itu akan dimulai.

Acara BBQ-an pun tak jadi dilaksanakan, sebab hari sudah sangat malam dan mereka semua pun harus butuh istirahat untuk hari esok yang sepertinya akan lebih sibuk.

Seperti janji kedua orang tersebut. Setelah semua sudah berada dialam mimpi, justru Audrey dan Rivael beda. Audrey kini berada di kamar Rivael bersama Samuel.

Dapat Audrey lihat jika sepupunya itu nampak kelelahan, namun tak urung meskipun cowok itu kelelahan, wajahnya selalu memancarkan kebahagiaan. Ya, cowok itu terlalu senang dan antusias, karna sebentar lagi acara pernikahannya dengan Ferisha itu akan berlangsung, tinggal menghitung hari.

"Lo ngapain sih ngajak gue ke kamar lo?," Tanya nya bingung.

Namun Rivael hanya tersenyum saja seraya mengulurkan tangannya kepada cewek itu.

"Ayok! Sesuai janji gue. Kita turun kebawah," balasnya ramah.

Audrey memandangi tangan itu lama. Dalam hati, andai ia masih kekasihnya, mungkin tanpa pikir dua kali cewek itu akan menyambut tangan lelaki itu juga.

Audrey tersenyum kecut dan menggeleng lalu berjalan dahulu.

"Enggak. Gue gak mau jadi pelakor. Belum waktunya, nanti aja pas di acara pernikahan lo, kalo perlu gedung nya gue bakar," balas Audrey konyol sekaligus jutek.

Rivael yang mendengar itu tergelak, cowok itu tertawa dan menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum tipis.

Kata kata cewe itu secara tak langsung mengungkapkan bahwa ia cemburu. Rivael tersenyum mengetahui itu, lalu detik berikutnya cowok itu tertawa kecil mengingat penuturan omongan mantannya barusan. Terasa aneh dan konyol di pendengarannya.

Ceklek

Pintu ruangan itu terbuka, gelap gulita pun menyambut kedua insan tersebut. Ditutupnya kembali ruangan itu, namun dengan refleks tangan gadis yang ada dihadapan Rivael memegang tangan cowok itu.

Audrey menatap Rivael was was. "Lo gak lagi ngerencanain hal jahat kan sama gue? Kenapa itu di tutup?," Tanya nya seperti orang menuduh hal yang tidak tidak.

Rivael menekukkan alis nya tak suka dan menoyor kening Audrey yang langsung dibalas pelototan dari sang empu.

"GR lo! Yakali, mana mungkin gue khianat sama calon gue sendiri. Sengaja ditutup pintunya, biar privasi," jelasnya seloroh.

Audrey sedikit tak suka mendengar penuturan cowok tersebut, namun tak apa, Audrey menggedikan bahunya sebagai balasan ucapan cowok itu.

Cowok itu menyalakan saklar lampu ditepi ruangan, seketika lampu menyala dan menampilkan benda benda yang ada didalam ruangan ini.

Audrey membeku, tak bisa berkutik. Dalam hati cewek itu berdoa kepada Tuhan, semoga bukan lagi kenyataan buruk yang ia terima.

Cewek itu masih melihat sekelilingnya dengan beberapa pertanyaan yang muncul dibenaknya satu persatu. Sedangkan mantannya itu duduk dipinggiran sofa dan menatap lurus ke depan.

"Lo bisa liat sepuas lo dulu. Kalo lo nanya, gue bakalan jawab jujur dan seadanya. Gue gak mau ngejelasin ini itu. Yang penting intinya gue udah nunjukkin tempat ini," ujarnya tiba tiba.

Audrey menengok kearah cowok itu dan perlahan berjalan kearah cowok itu.

"Ini kamar apa?," Tanya Audrey pelan.

"Gue gak tau ini kamar apaan. Yang pasti, kamar ini bersifat privasi banget. Tapi, disini kita bisa nyimpulin, kamar ini semua tentang lo, tentang semua rasa dan juga kisah lo sama dia semasa dia masih hidup."

Cewek itu diam menyimak. Kedua mata gadis itu tak henti hentinya berkeliling keseluruh arah yang berada di ruangan ini. Ruangan yang dihiasi dengan lampu kerlap Kerlip, balon balon udara yang berada ditempat nya masing masing, foto foto dirinya yang berada di segala arah dengan dihiasi hiasan origami di pinggiran nya dengan berbentuk hati. Origami yang setia menempel disisi sisi ruangan ini dengan tulisan tangan pemilik ruangan ini, dengan note yang tersampir dimana mana.

Bingkai foto dirinya bersama Rivael dan juga sahabat sahabat nya itu sangat besar dipojok ruangan dengan dihiasi lampu Tumblr di pinggirannya. Lukisan tulisan besar yang terdapat di tembok, diberbagai sisi dengan judul dan tema yang berbeda beda, tak lupa setelah nya banyak sekali kata kata mutiara dengan tulisan yang lebih kecil dari judul yang diatasnya.

Satu kata yang membekas dibenaknya ketika melihat hal ini. Indah, sangat malah. Tapi, kisahnya sangat bertolak belakang dari hal ini. Cewek itu tersenyum hambar.

"Gue kagum. Tapi sorry, gue gak bisa baca note note itu satu persatu. Lo tau kan? Hal hal yang menyangkut masa lalu, gue cukup sensitif," jelas cewek itu bermaksud agar cowok itu mengerti akan maksud dirinya.

Cowok itu tertawa sumbang dan menatap datar Audrey.

"Bahkan dari hasil kerja keras kembaran gue sendiri aja lo masih gak mau merhatiin dan baca itu satu persatu?," Tanya nya tak menyangka.

"Gue jadi ragu. kayaknya emang bener dulu Ravael doang yang menikmati rasa itu, lo kaga. Makin tambah yakin gue, kembaran gue cintanya bertepuk sebelah tangan. Gue tau kok, dulu gue juga ikut campur tangan Abang lo buat ngehancurin hubungan kalian. Tapi, jujur gue tertekan banget, tapi ya apa boleh buat? Gue gak perlu jelasin lagi apa alasannya, karna ini semua udah kita bicarakan beberapa waktu silam," ungkapnya dengan perasaan campur aduk.

Air mata perlahan keluar dari pelupuk mata cowok itu.

"Gue benci. Gue benci ketika tau kembaran gue yang nyelamatin lo dari Marcell malah lo tembak, lo bunuh. Harusnya, gue sebagai kembarannya, ngelarang dia buat ngelakuin hal itu. Padahal disitu ada banyak orang yang nyelamatin lo, contohnya sahabat lo yang lain nya. Samuel sepupu lo kan? Kenapa gak dia aja duluan? Kenapa jadi kembaran gue yang niatnya baik banget malah berakhir tragis kayak gitu? Kalo tau kayak gitu, kenapa gak gue aja yang nyelamatin lo dengan mengatasnamakan Ravael?," Tanyanya beruntun seraya mengusap air matanya kasar.

"Jangan lupakan, Drey. Gue benci banget sama lo. Tapi itu dulu. Gue benci ketika kembaran gue itu sebelumnya bilang ke gue, kalo ada yang terjadi apa apa sama dia nantinya, gue disuruh gantiin perannya sebagai Ravael. Lucu ya? Gue gak nyangka, omongan yang tadinya candaan berubah jadi kenyataan. Awal, gue gak mau, gue benci, gue selalu nyakitin dan mengabaikan perjuangan lo agar mendapatkan perhatian kembaran gue kembali, dapat cintanya kembali. Tapi lo salah, lo salah tanggap, lo salah liat, lo salah paham. Itu semua bukan Ravael sebenernya, itu semua gue, Ravael palsu. Itu semua Rivael, Drey, bukan Ravael kembaran gue yang lo cinta," lanjut cowok itu lagi. Bibir pemuda itu yang tadinya ingin mengangkat suara lagi di cela oleh mantannya itu.

Audrey menatap Rivael bingung. "Bukannya tadi yang lo bilang sendiri kalo lo gak bakalan ngejelasin apa apa sebelum gue tanya ke lo dulu?," Tanya Audrey bingung lalu detik berikutnya cewek itu tersenyum tipis.

"Aneh lo. Dulu juga, lo yang nyemangatin dan bilang ke gue kalo kata lo itu semua takdir, jangan bahas itu lagi dan lain lain. Tapi tepat hari ini lo hampir pengen ungkit semua itu kembali," lanjutnya dengan helaan nafas diujung kalimatnya. Audrey tidak menangis, tidak komentar ataupun marah, hanya saja cewek itu ingin mengingatkan omongan cowok itu sebelumnya. Audrey diam, tidak bisa berkomentar apapun tentang apa yang cowok itu bilang barusan, sebab bahwasannya memang benar seperti itu, hanya saja Audrey memang benar benar mencintai Ravael dahulu. Mungkin, hanya saja rasanya tidak sebesar rasa Ravael waktu dahulu. Jika Audrey sangat mencintai pemuda itu, maka Ravael jauh lebih mencintai cewek itu dari apa yang dirasakan Audrey terhadap dirinya.

"Gue gak bisa komen apapun tentang ucapan lo tadi. Tapi gak semua yang lo omong itu bener," ungkap Audrey.

Audrey teringat akan rencananya untuk berusaha lagi agar mendapatkan hati Rivael kembali. Namun, mungkin memang takdir menyuruh nya menyerah saja. Pernikahan cowok itu dengan calonnya tinggal menghitung hari, lalu buat apa dirinya merencanakan sesuatu yang buruk? Bukankah cinta itu salah satu artinya ikhlas dan berkorban juga demi kebahagiaan salah satu pihak?

Lihat selengkapnya