YOU AND I : Reincarnation of Soul

Souvarrel Hellvaelumgladriaxus
Chapter #2

Chapter 02 - Strangeness Began to Emerge

Langit masih kelabu, angin berembus dengan kencang. Aku mendorong sepedaku saat sudah mencapai wilayah universitasku. 

Tempatku menempuh pendidikan berada di wilayah pinggiran, di mana masih terdapat banyak pohon dan ada wilayah penuh pepohonan yang dapat disebut sebagai hutan. Aku melangkah dengan pelan, memikirkan hal-hal yang baru saja terjadi.

Seumur hidupku aku belum pernah merasakan hal semacam itu, ada suara di dalam kepalaku yang memberi peringatan. Aku tak tahu peringatan terhadap apa karena memang tak melihat apa pun, segala sesuatu yang berbahaya sama sekali tak kulihat saat itu, tapi aku merasakan sesuatu, sesuatu yang amat berbahaya mendekat, entah apa itu.

Itulah yang membuatku jadi memikirkannya. Meski pada awalnya aku memutuskan untuk tak ambil pusing, tapi entah mengapa jika naluriku mengatakan bahwa peringatan itu benar, ada sesuatu yang berbahaya.

Ini aneh dan benar-benar tak bisa dipercaya. Pertama, aku bermimpi pindah ke zaman sejarah. Kedua, aku mendengar ada suara wanita di dalam kepalaku, suara yang memperingatkanku terhadap entah apa itu, berikutnya apa? Kucing persia yang memerhatikanku seperti seorang manusia dewasa yang sedang mengawasi anaknya saat bermain?

Tidak, tunggu dulu, kenapa ada kucing di sini? Aku melihatnya, tak jauh di dekat sebuah pohon besar di halaman bangunan ini, aneh. Bagaimana bisa ada kucing persia putih ? Dan gelagatnya lebih aneh lagi. Benar-benar tak terlihat seperti seekor kucing.

Aku menggelengkan kepalaku, jangan sampai mimpi itu membuatku berhalusinasi tentang banyak hal konyol dan tak masuk akal. 

Aku memutuskan mengabaikan hal itu, kulanjutkan langkahku.

Aku sampai di jajaran sepeda yang terparkir. Ada beberapa orang yang juga menggunakan sepeda sebagai kendaraan mereka, sama sepertiku. Tak banyak orang yang hidupnya serba ada, mayoritas hanyalah orang biasa dan mereka menggunakan transportasi umum jika tak memakai sepeda.

Beberapa lainnya membawa kendaraan pribadi berupa mobil dan motor. Mereka yang bisa dibilang berkecukupan dan memiliki orangtua yang mampu, biasanya membawa kendaraan pribadi.

 

 Sebuah Jeep putih dengan atap terbuka dan ban yang besar meluncur masuk diikuti Maserati merah di belakangnya, suara dua kendaraan itu terdengar dengan jelas. 

 

Aku melihat beberapa orang memandangi dua kendaraan itu. Berada di daerah pinggiran membuat kendaraan seperti itu jarang dilihat, rata-rata mereka yang memiliki mobil pun biasanya membawa mobil butut yang bisa kapan saja mogok, tak seperti dua kendaraan ini. Mengilap dan tampak baru.

Aku kenal mereka para pemilik mobil itu, para wanita yang terkenal. Mereka turun dengan gaya ala model. Ya, beberapa dari mereka memang memiliki tubuh seperti model pada majalah wanita. Aku tak bisa menyangkal hal itu.

 

Si pemilik mobil Jeep adalah Meghan, dan yang bersamanya adalah Irina. Pemilik Maserati adalah Aldrea dan yang bersamanya adalah Cassandra. Mereka terkenal karena kaya, mereka terkenal karena berprestasi dan mengharumkan nama Universitas ini. Keren bukan? Mereka bisa dibilang sempurna karena memiliki penampilan yang bagus dan otak yang dapat bekerja dengan baik.

Aku mengalihkan tatapanku dan buru-buru pergi, tapi itu terlambat, keempatnya sudah berjalan dan menubruk badanku sampai jatuh. Mereka tertawa cekikikan, selalu seperti ini, apa yang lucu memangnya?

"Bermain di tanah? Yah, itu wajar dan cocok sekali dengan gelandangan sepertimu." Aldrea menghinaku secara terang-terangan. Aku tak mau menjawab, aku sudah belajar dari pengalamanku yang sebelumnya, berurusan dengan mereka akan berakhir dengan buruk.

"Kayaknya dia mau latihan bakat barunya." Meghan menambahkan membuatku tambah kesal dan malu. Tahan dirimu, Elysse. Jangan terprovokasi.

"Bakat apa? Menggali tanah dan makan cacing?" Aldrea membalas dengan ejekan yang membuatku geram ingin mencakar wajahnya. Aku tak tahan dan segera berdiri, menubruk mereka dan melarikan diri. Samar aku mendengar umpatan dan cacian dengan nada jijik yang jelas semua tujukan untuk diriku.

Setelah merasa jauh dari mereka, aku berjalan menuju kelasku yang terletak di lantai tiga. Karena sudah biasa, rasanya tak melelahkan meski harus naik terus beberapa anak tangga, dengan jalan kaki biasa tentunya, aku tak akan kuat jika harus berlari. Banyak orang yang berlalu lalang, sendirian atau berkelompok. Suasana ramai seperti biasanya, aku menunduk dan berjalan lebih cepat agar segera sampai menuju kelas pagiku tanpa menarik perhatian siapa pun. 

Masuknya aku ke kelasku langsung disambut oleh panggilan Liza, temanku. Satu-satunya orang yang bisa kupanggil sebagai seorang teman hanyalah dia orangnya. Nama lengkapnya Haverelizza Countweill, aku suka memanggilnya Liza atau Liz. Lebih mudah untuk diucapkan dan diingat. 

"Hey, El. Bagaimana dengan Aldrea? Apakah si centil itu masih mengganggumu? Ak …."

"Sudahlah, biarkan saja dia nanti lelah sendiri," kataku memutus perkataan Liza, seperti biasa ia membahas topik utama saat bertemu adalah tentang itu. Ya, aku segera menyelanya, karena aku tahu dia akan berceloteh dengan sangat amat panjang. Kadang telingaku sampai mengeluarkan air dan kepalaku sampai sakit. Yah, tidak juga, tidak sampai seperti itu. Tapi biasanya dia akan berceloteh panjang lebar sampai berbusa mulutnya, dan itu tak akan berhenti sampai dia lelah sendiri.

Apalagi jika dia mengetahui kejadian tadi, mungkin dia akan langsung murka seperti kesurupan dan melabrak mereka, itu hal yang tak kuinginkan. Ia punya keberanian yang jauh lebih tinggi dan lebih besar dari ukuran tubuhnya sendiri. 

"Oke, oke. Kalau itu yang kamu mau, tapi awas aja dia kalau mengganggumu lagi, akan kupastikan dia mendapatkan balasan." Ia mengepalkan tangan seperti membulatkan tekad dan siap melakukan apa yang ia katakan. Gelagatnya membuatku geleng-geleng lemah, dilihat dari sisi mana pun ia tampak tak akan tega melukai seseorang, apa yang akan dia lakukan pada mereka?

"Sebaiknya kita diam sebelum pak tua itu mengeluarkan kita dari kelas."

Lihat selengkapnya