“Apa yang kau lakukan di sini?” Aku mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. “Bukankah sekarang masih jam pelajaran? Kau membolos, ya.”
“Hm.” Gadis berambut pirang itu mengangguk dengan wajah hambar. “Aku sering melakukannya.”
“Seharusnya kau tahu kalau membolos itu tidak baik.” Tanganku yang terulur belum juga disambut olehnya. “Hei, bukankah tadi kau ingin kubantu berdiri.”
“Maaf.” gadis itu memegang pergelangan kakinya. “Kaki kananku sakit sekali. Aku tidak bisa berdiri.”
“Kalau begitu tidak ada pilihan lain.”
Aku berjongkok dan menggendongnya. Tubuhnya ringan, bahkan jauh lebih ringan dari dugaanku.
Apakah gadis ini cukup makan?
“Kau akan kududukkan di batang pohon itu.” Ujarku pendek.
“Terima kasih.” Ujar gadis itu malu-malu. “Walau ramping, ternyata kau kuat sekali.”
“Giziku cukup.” Aku tertawa hambar. “Kau siap?”
“Siap.”
Dengan lembut aku mendudukkannya.
“Sekarang…” Aku berjongkok di hadapannya dan mendudukkan kakinya yang sakit di atas pahaku. “Lebih baik kita periksa kakimu.”
Secara hati-hati aku membuka sneakers dan kaus kaki yang dikenakannya.
“Apa sih yang kau lakukan hingga jadi seperti ini?” Komentarku saat melihat bengkak di kaki kanannya.
“Sudah kukatakan kalau aku terjatuh.” Kemudian gadis itu melanjutkan ucapannya dengan nada suara terkesan takut dimarahi. “Apa parah?”
“Apakah rasanya sakit.” Aku menjawab dengan memutar pergelangan kakinya.
“Tentu saja sakit!” Tukasnya sambil memukul bahuku.
“Itu artinya kau baik-baik saja.” Aku tertawa. “Kalau kau tidak bisa merasakan apa-apa itu baru masalah.”
“Tapi bagaimana aku bisa pulang dalam kondisi seperti ini.”
“Ada tiga pilihan.” Aku mengacungkan tiga buah jariku.
“Apa saja itu.”
“Pertama, kau menunggu di sini sementara aku mencari bantuan.”
“Aku tidak mau ditinggal sendiri.”
“Aku sudah menduganya. Kedua, aku menggendongmu hingga ke jalan raya.”
“Kau tidak mungkin kuat.”
“Aku lebih kuat dari penampilanku.” Dengan santai aku berkata.
“Apa cara yang ketiga?” Gadis itu bertanya dengan nada pensaran.
“Aku menyembuhkan kakimu dan kita berdua berjalan bersama kembali ke sekolah.”
Mendengar ucapanku, gadis itu tertawa.
“Mana mungkin kau bisa menyembuhkanku.”
“Kau tidak percaya?” Dengan perlahan aku menyusuri permukaan kulitnya yang merah dan bengkak. “Aku sudah menemukan akar masalahnya. Kalau kau mengizinkan aku menyembuhkanmu, kau bahkan bisa langsung berlari.”
“Bohong! Kau pasti bercanda.”
“Kau tidak percaya?” Aku tersenyum. “Mau bertaruh?”
“Apa taruhannya.”
“Kalau aku berhasil menyembuhkan kakimu, kau harus menciumku.”
“Sepakat.”
"Kau langsung setuju?"
"Apa ada masalah?"
"Tidak, hanya saja aku pikir kau akan mengomeliku."
"Aku toh tidak yakin kau mampu melakukannya."