Ia tak bisa menatap mata Ayahnya lekas melangkah pergi meninggalkan rumah.
"Kakak .. hiks, hiks, hiks kakak .." Rengek Arsya kala melihatnya pergi, sebab sejatinya diantara ia dan adiknya saling mengasihi namun terhalang oleh kedua orangtuanya yang melarang saat mendapati mereka berdekatan.
Miris memang sangatlah miris tetapi itulah kenyataan yang terjadi didalam keluarga ini.
Lekas ia pergi menuju tanah lapang yang terletak disebrang jalan tak jauh dari rumahnya. Disana banyak anak-anak yang berusia lebih besar darinya tengah asik bermain sepak bola. Ia tidak bisa ikut serta lantaran berbedaan dari segi usia dan lain sebagainya. Maka ia pun memilih bermain air di parit seorang diri disana.
Sebab saat hujan turun dalam volume besar, maka debit air di parit pastilah tinggi dan sangat mengasikan untuk bermain. Ia tipikal anak yang cerdas serta memiliki seni yang cukup apik. Sejenak ia meraih pelapah pisang lekas ia buat sedemikian rupa menjadi sebuah kapal-kapalan.
Permainan tersebut memang sangat mengasikkan hingga membuatnya melupakan gundah yang menerjang pikiran.
Tak lama kemudian, hujan kian mereda tetapi masih terdapat rintikan air dalam volume kecil. Aktifitas para warga pun kian kembali seperti semula yakni banyak pengendara yang sudah melintas bahkan sering kali ia terkena cipratan air dari jalan yang berlubang disebelahnya saat ada mobil yang melintas. Tetapi semua itu justru membuatnya tertawa-tawa gembira.
Namun tertawanya terhenti kala terdengar suara seorang anak perempuan memanggil namanya dari arah seberang jalan.
"Kakak .. !" Seru suara anak kecil itu yang tak lain ialah adiknya.