Aku adalah seorang pria yang berprinsip untuk selalu menepati janjinya. Tapi, karena prinsip itulah, aku jadi telat di hari yang “di janjikan”.
Dan di sinilah aku, sedang mengerjakan pr matematikaku, sambil mendengar ledekan temanku yang sepertinya agak gila.
“Baru pertama kali kutemui, orang yang berusaha datang pagi ke sekolah cuman mau nyalin pr temannya di hari minggu hahaha… udah gitu, dah tau besoknya sekolah, malah main takken 7 sampai pagi, ya jelas kesiangan lah tol*l hahaha…” Nafasnya terengah-engah. Sepertinya dia sudah capek menertawaiku dari tadi. Dia meminum air dari botol kemasan miliknya, lalu melanjutkan,“Makanya cari pacar sana, biar ada yang bisa ingetin.”
Memangnya kau pikir salah siapa aku gagal punya pacar hah!?
Dendam lama keluar kembali, tapi karena dia temanku, dendamku surut begitu saja. Aku mengabaikannya dan kembali berfokus pada pr ku yang sekarang sisa 2 nomor.
Karena dia sudah berhenti mengoceh, aku menyempatkan melirik sebentar. Dia sekarang sedang melihat ponselnya. Kemungkinan besar dia sedang menghubungi pacarnya yang tak kunjung datang ke kelas kami.
“Stephanie…?” Aku memastikan.
“Ya,”-dia mengetik -“Katanya lagi di Ruang BK”
“Dia kena masalah?”
“Hei, gak selamanya murid yang pergi ke ruang bk itu anak yang bermasalah ya… lagian, kalau emang karena masalah, kau harusnya ada di sana bersamanya,” ucapnya sambil terus mengetik di ponselnya.
Di titik ini, sebenarnya mulutku sudah gatal ingin mengeluarkan kata-kata kasar, tapi dia sudah merelakan pr nya ku salin, jadi lebih baik kutahan saja. Setelah dipikir-pikir, sebenarnya apa yang dia katakan masuk akal juga. Karena aku sangat sering terlambat dan jarang mengerjakan pr matematika, jadi aneh kalau Stephanie pergi ke Ruang BK karena masalah, sedangkan aku tidak. Aku sedikit penasaran alasan dia ke sana, tapi aku harus fokus mengerjakan PR ku.
Beberapa saat kemudian suara ketikan itu berhenti. Reflek, aku kembali meliriknya. Sekarang, dia sedang menatap layar ponsel sambil memasang muka seolah baru tau sesuatu. Setelah itu dia melihatku dan berkata,”Stephanie lagi bimbingan karir katanya.”
Waktu kita di sma mungkin masih bersia 6-8 bulanan. Tapi, fakta bahwa kita sudah kelas 12 pasti membuatnya sedikit cemas dengan masa depannya. Aku sebenarnya, juga belum tau mau menjadi apa, tapi mencemaskannya sekarang, tanpa memiliki bayangan apa-apa, hanya akan membuat masa depan terlihat semakin mengerikan. Jadi, dalam kasusku, lebih baik kujalani saja sampai tau apa yang kuinginkan di masa depan. Yang dilakukan Stephanie juga gak salah menurutku, soalnya kalau sudah cemas memang lebih baik di bicarakan dengan ahlinya. Apalagi yang kita bicarakan ini Stephanie, siswi paling pintar di sekolah ini. Dia pasti sudah punya beberapa opsi tentang masa depannya, jadi dia hanya perlu pendapat orang lain saja untuk membantunya yakin dengan pilihannya.
Di saat aku masih menulis jawaban dua nomor terakhir yang lumayan panjang, mahluk di depanku ini kembali dengan ocehannya. “Karena Stephanie sepertinya akan lama, dan kau belum selesai, akan kuceritakan sesuatu yang menarik.” Tiba-tiba saja dia sudah memegang sebuah buku tebal yang kelihatan seperti sebuah novel. Entah dari mana dia mengambilnya. Buku itu berjudul, “Mencari Jejak Wonderland”.
“Kubacakan ya….”
Kumohon jangan
“ ’Awal Perjalanan…Ini adalah kejadian yang terjadi saat aku masih remaja….’ ”
Aku tidak terlalu fokus untuk mendengarnya karena sedang menulis, tapi dari yang kutangkap, dia berbicara tentang seseorang yang kehilangan ingatannya di suatu tempat terus di depannya ada wanita berwajah sedih. Hal-hal yang dia lupakan itu menghantuinya selama puluhan tahun. Hingga suatu hari, entah bagaimana, secuil ingatan muncul dan dari secuil ingatan itulah yang jadi awal perjalanannya.
“ ‘… jika kalian mengalami hal serupa, jangan pernah melakukan hal yang sama dengaku. Agar mimpi indah itu, tidak berhenti seperti punyaku ….’ “
Setelah menyelesaikan 1 soalnya, aku berhenti sejenak, lalu merenggangkan badan, sehingga aku bisa fokus untuk mendengar ceritanya, walau hanya bagian akhir dari bab itu. Sekarang tinggal 1 soal lagi.
Setelah menyelesaikan satu bab, dia menutup bukunya, lalu berkata,“Jadi, gimana menurutmu?”
“Menurutku, itu cerita yang sangat tidak jelas.”
Aku tidak tau harus membalas apa, apalagi itu hanya bab awal saja. Jadi kujawab asal saja sambil lanjut menulis soal terakhir.
“Hah?! Kau belum nangkep juga ya? Padahal lumayan ramai kita membahas ini lusa kemarin.”
“Lusa kemarin? Maksudmu saat kalian begadang sampai pagi itu ya? Saat itu aku sedang main takken 7, jadi aku hanya mengecek sekilas apa yang kalian bicarakan. Mungkin saja, bagian yang kau maksud terlewatkan. Yang kuingat cuman orang misterius di Pantai Namosain itu saja” kataku sambil terus menulis. Setelah menulis beberapa rumus, aku menatap Yoseph dan melanjutkan,”Jadi… apa hubungannya pembicaraan kalian lusa kemarin sama cerita yang kau bacakan ini?”
Pandanganku kembali pada buku, dan melanjutkan mengerjakan nomor terakhir yang sudah setengah jalan. Di sisi lain, aku bisa mendengar suara kertas yang di bolak balik di depanku. Sepertinya dia kembali membuka buku novel tadi.
“Yang kumaksud itu wonderland… tempat yang katanya bisa mengabulkan semua permintaan kita,” katanya sambil terus membolak-balik kertas itu.
Setelah mendengar perkataannya, aku jadi ingat sepertinya pernah membaca pesan mereka tentang tempat yang kurasa mirip pesugihan. Jadi, namanya wonderland toh.
“Tunggu dulu, bukankah judul buku itu juga ada wonderland nya kan?” Otakku lagi bekerja sangat keras untuk menyalin simbol-simbol aneh matematika dan juga mendengarkan perkataannya, jadi wajar aku telat menyadarinya.
“Ya, benar sekali. Saat aku sedang melihat-lihat buku di perpustakaan, aku tanpa sengaja melihat buku yang agak condok keluar dari raknya. Lalu Anehnya, dari pada berpikir untuk mendorong buku itu agar kembali sejajar dengan buku-buku lain, aku malah berpikir untuk mengambilnya. Dan berakhir meminjamnya karena melihat kata Wonderland di sampul.”
“Itu kebetulan yang agak aneh sih.”
“Iya kan!? Tapi, awalnya aku tidak berpikir itu wonderland yang sama dengan wonderland yang kita bicarakan kemarin. Aku berpikirnya Wonderland yang di maksud itu, seperti negeri atau tempat indah yang di temukan penulisnya, Tapi setelah aku membacanyaa…” Wajahnya mendekat di buku itu, sembari terus membalik halaman, tapi kecepatan balikannya semakin lambat. Di suatu titik dia berhenti, lalu melanjutkan, “nah, ini dia…. Singkatnya, di bab 3 yang berjudul petunjuk pertama, setelah penulis sampai di Jawa Barat, dia mendengar sebuah legenda manusia penyendiri yang mendapatkan keabadian setelah menghilang selama 7 hari dari desanya. Di katakan, setelah 7 hari hilang, pria itu tiba-tiba datang dari arah gunung yang berada dekat di desa itu—Gunung Hanuman. Katanya, saat bertapa di gunung itu, dia tiba-tiba berada di dunia lain dengan pemandangan serba merah muda. Mendengar kata merah muda, dia jadi teringat masa mudanya, saat dia berada di suatu tempat yang memang dominan warna merah muda. Penulis pun datang ke desa itu dan berhasil menemukan pria itu di sebuah rumah kecil yang terpisah dari desa. Dia menanyakan tentang dunia merah muda yang dia liat. Dan katanya, tempat itu namanya Wonderland, tempat dimana kalian bisa menemukan kesenangan dan mendapatkan apapun yang kalian inginkan asal ada bayaran yang setimpal.”
Dia memperlihatkan salah satu halaman buku itu, dan menunjukan keberadaan kata Wonderland halaman itu. Mungkin, di matanya aku kelihatan gak peduli karenamendengarkan ceritanya sambil menulis, jadi dia berpikir aku gak percaya padanya. Untungnya sekarang aku sudah selesai. Aku menutup buku PR ku, lalu berkata, “Jadi, setelah itu bagaimana?”
“Untuk si penulis, dia pergi ke sebuah gua tersembunyi di Gunung Hanuman, tempat pria itu bertapa. Tapi dia tidak berhasil masuk ke Wonderland. Sebelum pergi dari desa itu, si penulis teringat dengan pembicaraan dengan pria itu, sebelum dia pergi bertapa. ‘Ngomong-ngomong, untuk mendapatkan keabadian, apa yang kau korbankan?’ pria itu terdiam sejenak lalu berkata,’Seluruh keluargaku… termasuk istri yang akan kutemui di masa depan dan keturunan-keturunanku.’ ”
“Bayarannya, lumayan menyeramkan ya.”
“Ya, aku sampai merinding ketika membaca ini tadi malam.”
Jujur, walaupun mendengarnya dari mulutnya yang saat bercerita lumayan blepotan ini, aku tetap merinding mendengarnya. Apalagi ketika mendengar istrinya di masa depan yang bertemu saja belum, dan keturunannya yang bahkan belum berkesempatan untuk lahir di dunia juga ikut di korbankan. Aku jadi ragu Wonderland ini tempat yang indah.
Yoseph membolak-balik buku itu tanpa alasan lalu menggebrak meja. “Tapi! Itu semua gak penting.”
Karena kaget, aku jadi tidak sempat memberikan balasan. Dia pun melanjutkan,”Bagaimana kalau kau minta pacar di Wonderland?” Yoseph menopang dagu dengan tanganya dan memberikan senyumnya yang aneh.
“Kau mau istri dan anak-anakku dimasa depan pada mati ya?”
“Itu mah, karena pria itu yang permintaannya terlalu berat, jadi pengorbanannya pun sangat besar. Kalau hanya meminta di pertemukan dengan jodoh mah harusnya, pengorbanannya jauh lebih kecil. Siapa tau, kau yang tidak pernah pacaran dengan satu pun manusia di dunia ini, bisa mendapat pacar vampir atau elf yang luar biasa cantik itu”