Words in Deep Blue

Noura Publishing
Chapter #3

Rachel

MUM PULANG, TAPI AKU TETAP duduk di pantai bersama Woof. Kukeluarkan surat yang selalu kubawa ke mana-mana sejak aku memutuskan untuk kembali ke kota—surat terakhir yang Henry tulis untukku. Setelah aku pindah ke Sea Ridge, Henry menulis surat untukku setiap minggu selama kurang lebih tiga bulan sampai dia akhirnya paham bahwa kami tidak berteman lagi.

“Tidak ada alasan membalas suratnya kecuali dia mengatakan yang sebenarnya kepadaku,” kataku kepada Cal setiap kali aku menerima selembar surat, dan setiap kali itu pula Cal akan menatapku, matanya tampak serius di balik kacamatanya, dan dia akan mengatakan sesuatu seperti, “Ini Henry. Henry, sahabatmu. Henry yang membantu kita membangun rumah pohon waktu itu, Henry yang membantu kita berdua dalam pelajaran bahasa Inggris. Henry.”

“Kau lupa menyebutkan bebal,” aku mengingatkannya. “Henry yang bebal.”

Sebelumnya, tidak menjadi masalah bahwa aku adalah sahabat Henry dan aku jatuh cinta kepadanya pada saat bersamaan sampai awal kelas 9. Dia menyukai beberapa gadis lain, tapi dia tidak mendekati mereka dan perasaan-perasaan itu tidak bertahan lama, dan akulah satu-satunya yang duduk bersamanya dan meneleponnya pada tengah malam.

Kemudian, Amy datang. Dia memiliki rambut merah dan kulit yang sangat tidak masuk akal karena tidak ada satu bintik pun di permukaannya. Kulitku dipenuhi bintik-bintik lembut karena bertahun-tahun menghabiskan musim panas di pantai. Amy juga cerdas. Kami bersaing memperebutkan piala matematika tahun itu, dan dia menang. Aku memenangkan piala sains. Dia memenangkan Henry.

Dia mengatakan kepadaku kalau dia akan menang, satu hari sebelum liburan musim panas. Kami sedang mempelajari seorang penulis bernama Ray Bradbury di kelas bahasa Inggris. Salah satu cerita pendeknya mengisahkan sepasang kekasih pada malam terakhir mereka sebelum dunia kiamat, dan ide tersebut pun menyebar dan kami semua harus membayangkan hari itu sebagai malam terakhir kami. Sesungguhnya, itu adalah alasan untuk bermesraan; sebuah tiket gratis untuk mengatakan kepada siapa pun yang kau cintai bahwa kau mencintai mereka. Aku tidak berencana mengatakannya kepada Henry, tapi karena itu juga merupakan malam terakhirku di kota, Henry bilang kami harus menghabiskannya bersama.

“Kau menyukainya,” kata Amy sambil menatapku dari cermin kamar mandi pagi itu.

Henry dan aku pertama kali bertemu di mobil jemputan sewaktu SD. Aku tidak bisa mengingat percakapan pertama kami, tapi aku ingat yang lainnya: buku-buku, planet-planet, perjalanan lintas waktu, ukuran keliling bulan. Rasanya seolah-olah aku tahu segala hal yang harus diketahui tentang Henry. Suka tampaknya tidak cukup untuk menggambarkan perasaanku.

“Dia sahabatku,” aku berkata.

“Aku mengajaknya,” ujar Amy, dan aku tahu apa yang dia maksud.

“Dia akan melewatkannya bersamaku,” kataku lagi.

Henry memberitahuku siang itu bahwa Amy ingin menghabiskan malam terakhir dunia bersamanya. Kami berbaring di atas rumput saat jam makan siang, memandangi serangga-serangga meluncur pada garis-garis matahari. “Aku jawab iya, tapi kalau itu benar-benar mengganggumu, aku bisa kembali kepadanya dan bilang tidak.” Lalu, dia berlutut dan memohon kepadaku untuk membiarkannya menghabiskan malam terakhir dunia bersama Amy.

Aku memejamkan mata dan memberitahunya bahwa itu tidak masalah.

Lihat selengkapnya