Work From Bali

Fayye Arsyana
Chapter #5

It"s time to embrace Bali and its Glory

Perjalanan dari bandara Ngurah Rai menuju Nusa Dua sangatlah cepat karena selain jalanan sepi, kini jalur ke Nusa Dua bisa semakin cepat karena keberadaan tol Bali Mandara. Perjalanan melewati tol Bali Mandara ini juga sangat membantu dalam mengalihkan perhatian Kay. Mereka sangat beruntung, bisa melewati tol yang terapung di atas laut itu tepat ketika matahari terbenam. Semburat merah jingga yang begitu indah terlihat menghiasi langit. Di kejauhan, patung Garuda Wisnu Kencana yang sudah selesai dibangun terlihat berdiri megah. Di sisi jalan tol, siluet hutan mangrove dan laut yang sedang pasang terlihat cantik dengan pantulan dari matahari yang tengah terbenam.

Bagi Ara, tidak ada daerah manapun yang bisa mengalahkan keindahan matahari terbenam di Bali. Bahkan melihat matahari terbenam saat melewati jalan tol pun bisa sedemikian indah. Spektrum warna matahari tenggelam di Bali begitu kaya. Birunya langit berpadu sempurna dengan rona merah, jingga, kuning, dan juga ungu. Yah, walaupun Ara belum pernah keliling dunia, tapi setidaknya dari berbagai daerah yang pernah dikunjunginya, Bali adalah juara untuk keindahan matahari terbit dan juga tenggelam.

“Mataharinya keren sekali!” seru Kay kagum. Matanya kembali berbinar-binar dan Kay juga sudah mulai berceloteh riang mengomentari banyak hal. “Kita naik mobil di atas laut? Keren!”

Ara dan Dev hanya bisa tertawa melihat tingkah Kay yang sangat terkagum-kagum dengan perjalanan kali ini. Ara juga berusaha mengabadikan momen matahari tenggelam, tapi mobil yang bergerak kencang membuat fotonya selalu tampak kabur. Dalam hati, Ara bertekad untuk mengajak Dev melewati jalan tol ini lagi di saat matahari terbenam sehingga dirinya bisa mengambil foto.

“Selamat datang di Nakshatra Bali, Bapak dan Ibu,” sambut resepsionis sesampainya mereka di resor bintang lima yang sudah dipesan oleh Dev. Hanya ada satu orang resepsionis yang berada di balik meja penerima tamu. “Boleh tolong isi formulirnya dulu, Pak?”

Resepsionis Nakshatra Bali, dengan papan nama bertuliskan ‘Ayu’ tersemat di bagian depan seragamnya, menyerahkan selembar formulir pada Dev dari balik kaca akrilik dengan lubang kecil di bagian bawah untuk tempat menyerahkan kartu, kunci, atau juga formulir. Dev kemudian mengambil pulpen dengan catatan ‘sudah disanitasi’ yang terletak di meja resepsionis.

“Mama, hotelnya besar sekali!” Kay berseru takjub. Kepalanya menoleh ke sana ke mari mencoba melihat semua sisi lobi hotel yang memang sangat besar itu. Nyaris tidak ada orang di sana, bahkan bisa dibilang mereka bertiga adalah satu-satunya tamu di sana. Sisanya adalah pegawai resor yang tersenyum ramah dan sigap membantu jika diperlukan.

“Ada naga di atas!” seru Kay sambil menunjuk ke arah atap, membuat Ara ikutan melihat ke arah atas. Ukiran naga terpatri indah berpadu dengan mural yang menunjukkan pemandangan gunung dan pedesaan di Bali. “Ada patung Rusa! Di sana ada Mermaid!”

Kay sibuk berseru takjub sambil mengamati ada patung apa lagi di sana. Beberapa patung dari kayu memang menghiasi berbagai sudut lobi resor itu. Ara kemudian menyuruh Kay berpose di dekat patung gadis mermaid. Kay yang memang mulai genit, tentu saja langsung berpose macam-macam. Ara tertawa geli melihat tingkah Kay itu.

“Jadi, menginap selama delapan malam, check-in Sabtu ini dan check-out hari Minggu depan. Yang menginap adalah Bapak Devandra Kabinawa, Ibu Aurora Chandrarini, dan Nona Kayra Aurelia Maharani, betul? Kamarnya sudah kami upgrade ke Lagoon Access Junior Suite.” Mbak Ayu membacakan reservasi hotel dan dibenarkan oleh Dev.

Mendengar ucapan Mbak Ayu, Ara menghentikan kegiatan foto-fotonya dan menoleh ke arah Dev. Wow, upgrade ke junior suite? Keren sekali! Sementara itu, Dev dengan wajah datarnya hanya mengucapkan terima kasih karena pesanannya di-upgrade. Dev bertingkah seolah-olah hal seperti ini adalah biasa terjadi, padahal baru sekarang mereka memesan kamar Deluxe, eh malah dapat kamar Suite.

“Musim pandemi begini, hotelnya ramai gak, Mbak?” tanya Dev sembari menunggu Mbak Ayu membereskan urusan reservasi.

“Kebetulan okupansi kami saat ini hanya lima persen, Pak. Jadi hanya ada satu gedung yang dibuka, tempat kamar lagoon suite, dan kami menempatkan semua tamu di gedung itu saja. Lagipula memang okupansi hotel dibatasi, maksimal lima puluh persen saja.” Ara dan Dev berpandang-pandangan kaget. Cukup mengejutkan juga mendengar informasi bahwa resor sebesar ini hanya terisi lima persen. Ara bergidik ngeri, semoga saja tidak ada hal-hal aneh, mengingat biasanya ada ratusan orang yang menginap di sini dan kini hanya segelintir saja.

Setelah memberikan informasi sekilas mengenai jam sarapan dan juga fasilitas hotel, mereka pun diantar ke kamar oleh Mbak Ayu. Ini juga cukup mengagetkan karena biasanya ada bell boy yang bertugas mengantarkan tamu dan barang ke kamar. Mungkin untuk efisiensi, mengingat tamu hanya sedikit, akhirnya petugas yang berjaga pun hanya seperlunya saja?

Perjalanan menuju kamar cukup seru juga karena mereka harus melewati beberapa lorong dengan sinar lampu agak temaram. Suasana hotel juga sangat hening, nyaris tidak ada suara apapun selain gemercik air dari beberapa kolam kecil di taman yang berada di antara lorong. Walaupun terkesan sepi, kondisi resort ini sangatlah rapi dan bersih. Ara tidak bisa membayangkan berapa banyak biaya perawatan yang harus mereka keluarkan padahal jumlah kedatangan tamu sangat minim. Apakah penghasilan dari tamu yang datang seimbang dengan biaya perawatan?

Lihat selengkapnya