Fita bekerja paruh waktu di sebuah kafe yang cukup terkenal di kotanya.
Nila cafe, itu adalah namanya. Di cafe tersebut banyak remaja yang sering berkunjung sekedar untuk minum kopi. Ada juga beberapa mahasiswa yang memanfaatkan fasilitas wifi di cafe tersebut.
Fita memutuskan mengambil shif malam, saat ia diterima bekerja. Alasannya karena ia masih pelajar, jadi tidak mengganggu sekolah gadis itu, pemilik kafe menyetujui keputusan Fita untuk bekerja pada malam hari.
Hari ini, di Nila cafe akan ada sesuatu yang baru. Band the frost, yang mana band tersebut merupakan band yang baru saja naik daun, akan tampil sebagai penghibur di cafe tersebut.
Reyco, adalah leader sekaligus Drummer di dalam band tersebut.
joe, adalah vokalis dan juga pandai bermain gitar.
Arfan, adalah pemain keyboard di band tersebut.
Arfan merupakan idola banyak orang saat ini karena wajahnya yang tampan, sebetulnya Reyco dan Joe juga tampan namun aura menyeramkan selalu keluar dari keduanya.
Fita mengikat rambutnya yang panjang, dan menyampingkan poninya. Hal itu ia lakukan agar tidak merasa gerah saat bekerja. Gadis itu terus beraktifitas, dan melayani pelanggan yang memesan. Tanpa dirinya sadari, ia kini sedang di perhatikan oleh seseorang.
Tugas Fita di kafe hanya menjadi kasir, dan terkadang juga ikut membantu membuat beberapa minuman yang mudah di sajikan. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, pada jam tersebut cafe haruslah sudah tutup.
"Fita, kamu boleh pulang, hari ini agak mendung."
Fita menggeleng, ia merasa tidak enak meninggalkan Desi sendiri membereskan kafe. Fita melirik ke arah anak band yang sedang membereskan alat musiknya.
"gak, aku nanti aja pulangnya."
"Yakin?"
Fita mengangguk dengan yakin, dan mengambil pel untuk mengepel lantai.
"kamu yang harusnya pulang." Seru Fita.
"kok aku?"
Fita menghela nafas, dan berhenti beraktifitas. Ia mengambil tas dan jaket milik Desi, lalu di serahkan kepada pemiliknya.
"Rumah kamu jauh, kamu harus pulang sekarang."
"kamu gak apa-apa kalo ditinggal sendiri?"
Fita hanya mengangguk dan mulai mengepel lagi.
"Ya sudah aku pulang ya..."
Fita melambaikan tangan, ujung bibirnya tanpa sadar naik keatas walaupun hanya sedikit. Desi sudah seperti saudaranya sendiri, mungkin di dunia ini hanya Desi yang benar- benar peduli padanya.
Selesai mengepel, Fita mendekati anak band untuk meminta pengertian mereka bahwa kafe harus segera tutup, dan mereka harus keluar.
"Maaf, tapi kafe mau tutup."
Tidak ada satupun yang menyahuti omongan Fita, semua diam dan menatap Fita. Sampai selang beberapa detik, Arfan membalas omongan Fita.