Rey memandang pemuda yang tengah terduduk lemas. Tatapannya tajam bagai elang, yang sedang melihat mangsanya.
"Kurang ajar!"
Pemuda itu berteriak marah. Wajahnya babak belur, dan bajunya kotor dengan noda tanah.
"Kenapa? Gak terima kalah?"
Rey menunjukkan seringainya. Pemuda itu merinding seketika.
Pemuda itu dengan beraninya menantang Rey untuk berkelahi. Tanpa mengetahui bagaimana Rey ketika berkelahi. Tentu saja dengan senang hati Rey meladeni pemuda itu.
Dan hasilnya, tentu saja Rey yang menang.
Pemuda itu berkata, apabila ia menang melawan Rey. Maka Ia akan menggantikan posisi Rey sebagai ketua di geng motornya.
Rey dipilih menjadi ketua bukan tanpa alasan. Pria itu cerdas, dan juga memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bertarung.
Rey akan menunjukkan taringnya saat menjadi ketua geng. Bukan sebagai ketua band.
"Suatu saat, akan aku rebut posisimu sekarang!!"
Rey memandang dingin pemuda itu.
"Akan aku tunggu," Ujar Rey dingin.
Rey beserta yang lainnya meninggalkan pemuda itu sendirian. Pemuda itu merasa malu, dan marah saat ini. Kemampuan Rey memang tidak bisa dianggap remeh. Bahkan Rey tidak terluka sedikitpun, sedangkan ia babak belur. Padahal yang memukulnya hanya seorang.
.
.
.
.
.
.
Malam ini, Rey berencana untuk menjemput Fita. Ia berencana untuk meluluhkan hati gadis itu, dan meyakinkannya.
Motor besarnya berhenti di depan rumah gadis itu. Matanya menelisik keadaan rumah.
Rumahnya terlihat kosong.
Itu artinya, saat ini Fita sedang tidak di rumah. Kemana perginya gadis itu?
"Ngapain kamu disini?"
Fita datang, dengan satu kantong plastik di tangannya.
"Kamu dari mana?" Tanya Rey.
"Lah, kenapa kamu jawab pertanyaan aku dengan pertanyaan lagi," Jawab Fita datar.
Rey menghela nafas. Fita benar-benar gadis yang sangat keras kepala.
"Aku mau jemput kamu."
"Untuk apa?"
"Jalan."
Fita menggeleng seraya berjalan meninggalkan pria itu.
Rey yang melihat itu, dengan sigap menahan tangan gadis itu. Ditatapnya wajah bingung gadis itu.
Tubuh mereka begitu dekat. Bahkan Rey bisa mencium aroma sampo yang di pakai oleh Fita.
Fita yang sadar dengan keadaan, dengan cepat menarik tubuhnya. Gadis itu batuk pelan, guna menetralisir rasa gugupnya.
Rey mengulum senyum, melihat wajah Fita yang datar sedang bersemu.
Fita memang jarang berekspresi seperti senyum, atau yang lainnya. Tapi semu di pipinya, entah kenapa sering muncul di wajahnya. Dan anehnya ia suka.
"Kamu gak mau, kenapa?"
"Gak mau aja."
"Gak lapar?" Bujuk Rey.
Fita memejamkan matanya. Niatnya, ia ingin menjauhkan diri dari pria ini. Tapi nyatanya, pria ini malah gencar mendekatinya.
Gadis itu menatap wajah Rey. Pria itu terlihat benar-benar berharap padanya. Fita menghela nafas gusar.
"Oke. Aku ganti baju dulu," Ujar Fita sambil berjalan masuk rumah.
Rey mengangguk dengan semangat. Entah mengapa, ia begitu merasa bahagia.
Setelah menunggu beberapa menit. Fita keluar rumah, dengan pakaian santai. Namun, tetap saja Rey terpesona di buatnya.
Fita mengangkat sebelah alisnya. Pasalnya, Rey terus menatapnya. Dan jujur saja, ia merasa risih dengan tatapan pria itu. Seolah menelanjangi.
"Hei!"
Rey tersentak di tempatnya.
"Ya?"
Fita menatap heran Rey.
"Ayo, nanti kalau sudah terlalu malam aku gak mau pergi."
"Ah, iya."
Rey membawa motornya dengan kecepatan sedang. Sejenak, ia mengingat saat pertama kali dirinya membonceng Fita.
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di benaknya.