Eve, anak yang sangat biasa dan tidak supel ini, ternyata telah mengikuti banyak acara saat SD, sebut saja mulai dari latihan angklung selama tiga tahun berturut-turut hingga ia dan teman-temannya bisa tampil di berbagai acara seni, ditambah dengan latihan menari dan paskibra untuk acara sekolah.
Tentu saja semuanya bukan hasil inisiatif Eve sendiri. Ia hanya menurut saat ditunjuk oleh guru. Padahal Eve tidak merasa punya banyak bakat, apalagi banyak teman. Waktu itu Eve hanya akrab dengan Rere.
Selain mengikuti semua kegiatan tadi, Eve belum punya prestasi apa-apa, namun ia memang tidak mengincar prestasi apapun. Eve hanya menjalani hari-hari yang biasa dengan biasa-biasa saja.
Eve menjalani hari tanpa sadar kalau segala sesuatu terjadi karena kesempatan-kesempatan kecil yang ia ambil maupun lewati setiap harinya. Kesempatannya boleh kecil namun dampaknya bisa jadi besar, sesederhana belajar atau tidak untuk ulangan besok.
Suatu ketika di kelas 4 SD, banyak ulangan dan pekerjaan rumah (PR) yang datang bertubi-tubi. Eve tidak punya waktu untuk berpikir selain mulai mengerjakan semua PR-nya satu demi satu dan belajar untuk lima ulangan tersebut selama lima hari berturut-turut setiap pulang sekolah.
Semua dikerjakan dengan otomatis, tanpa sadar hal itu telah membuatnya betah belajar selama seminggu berturut-turut dari sore hingga malam, bahkan saat hari Sabtu ia juga menyempatkan diri untuk belajar. Lama-lama belajar dengan giat menjadi kebiasaannya setiap hari.
Waktu itu Eve rajin belajar dengan kemauan sendiri, tanpa dorongan dari orang tua, teman sekelas, sahabat, ataupun gurunya, bahkan mereka sama sekali tidak tahu kalau Eve sedang rajin belajar. Mereka hanya mengetahui kalau jadwal ulangan Eve sedang padat-padatnya. Tujuan Eve belajar hanya satu, yakni supaya pintar. Eve sama sekali tidak mengincar juara apapun.
Eve sangat bangga dengan dirinya yang telah berjuang dengan sepenuh hati untuk belajar. Di kelas 1 sampai 3 SD, Eve sama sekali tidak masuk peringkat sepuluh besar. Namun entah dari mana munculnya keyakinan dan semangat yang menggebu-gebu itu. Eve merasa bisa menjadi pintar seperti teman-temannya yang selalu masuk peringkat tiga besar.
Saat belajar, Eve berbicara kepada dirinya sendiri seperti ini, ”Kalau orang lain bisa, aku juga pasti bisa!”
Kata-kata itu terus terngiang-ngiang dalam dirinya, bahkan saat Eve mengantuk di tengah-tengah jam belajarnya.
Suatu hari, sementara para murid sedang duduk mengerjakan tugas di kelas dengan penuh konsentrasi, Eve yang sudah selesai memeriksa semua jawaban soal miliknya, tiba-tiba mendengar wali kelasnya bergumam, ”Akan ada juara baru di kelas ini,” wali kelasnya tersenyum dengan penuh makna.
Eve yang duduk di depan meja guru, bisa mendengar kalimat itu dengan sangat jelas. Seketika itu juga, Eve merasa bahwa ia yang sedang digumamkan oleh sang wali kelas. Tetapi ia menyimpan semua itu di dalam hatinya.
***
Seminggu kemudian tiba waktunya pengumuman juara, Eve merasa namanya yang akan dipanggil. Inilah saat-saat pembuktian terhadap semua usaha Eve.
“Juara tiga jatuh kepada … Ebern!”
Eve menangkap sorot mata Ebern yang agak sedih, memang caturwulan sebelumnya ia juara dua.
“Juara dua … jatuh kepada langganan juara kita, Helzaaa!” Helza, siswa terpandai di kelas 4C tersenyum tipis, ia tidak bisa menyembunyikan raut muka kecewanya. Sepertinya Helza penasaran siapa orang yang berhasil menggeser posisi juara satu yang selalu berhasil ia raih. Semua orang juga terlihat penasaran.
Dalam beberapa menit ke depan, kita akan tahu apakah semua usaha dan proses yang telah Eve lalui tidak mengkhianati hasil? Apakah Eve hanya berhalusinasi bahwa ia akan menjadi juara satu pada caturwulan ini?
“Saya mau mengumumkan juara baru pada caturwulan ini. Juara satu kelas 4C jatuh kepada ... Eve Hearthway!“ Kepala Sekolah mengumumkan nama Eve dengan sangat berapi-api, sehingga suaranya menggema ke seluruh aula.
Benar saja, Eve menjadi juara satu dan itu membuat semua orang terkejut. Juara baru yang tak disangka-sangka telah muncul. Inilah era baru seorang Eve! Ternyata anak biasa sepertinya bisa juga mencapai sesuatu. Eve sangat senang, sedangkan teman-temannya melongo.
Eve segera melangkah ke atas panggung dengan diiringi oleh tepuk tangan yang membahana. Dari kejauhan wali kelasnya tersenyum dan menghampirinya, seraya mengacungkan jempol pada Eve.
”Ibu bangga sama kamu, Eve!” di atas panggung wali kelasnya menyalami Eve dengan tatapan bahagia.