“Ternyata kau Nayaka?” Marcia berkata sambil memandangku dengan mata membesar karena keheranan. "Wow!"
“Memangnya kenapa?” Tukasku datar sambil mencicipi kopi hitamku sebelum menambahkan tiga sendok gula ke dalamnya.
“Kau adalah satu-satunya korban selamat.” Lanjut Marcia.
“Lalu?” Aku mendecakkan lidah saat kopiku rasanya terlalu manis sekarang.
“Apa yang terjadi selama kau dikurung di rumah itu?” Tanya Marcia penuh minat.
“Aku tidak bisa cerita apa-apa.” AKu berkata sambil menggoyangkan tanganku.
“Kenapa?” Kening Marcia berkerut.
“Karena aku tidak bisa mengingatnya.” Jawabku seraya meletakkan gelas kopiku ke atas meja.
Saat ini kami tengah berada di sebuah warung kopi tradisional letaknya di dekat hotel tempatku menginap. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, Pengunjung warung kopi ini sudah jauh berkurang dari saat kami baru datang satu jam yang lalu.
“Bagaimana kalau kita mulai meneliti diary ini.” Ujarku sambil mengambil diary dari dalam ransel.
Marcia langsung pindah tempat duduk ke sebelahku. Posisi tubuhnya di dekatkan, sehingga kulitku bisa merasakan hembusan napasnya yang lembut. Rambutnya terasa menggelitik pipiku yang sensitif.
Aku langsung merinding.
Lagi-lagi Marcia mengingatkanku pada perempuan sialan itu.
Aku berusaha tidak memedulikannya dan memusatkan seluruh perhatianku pada diary. Saat membuka halaman pertama, aku langsung mengumpat.
“Kenapa?” tanya Marcia dengan kening berkerut.
“Buku ini …,” aku mendesah. "ditulis dalam bahasa asing.”
“Apa bahasa Belanda?”
“Mana aku tahu.”
“Sini aku lihat.” Marcia langsung merebut diary yang kupegang.
Lucu rasanya melihat gadis itu mempermainkan bibirnya saat membaca diary itu.
“Benar, buku ini ditulis dengan bahasa Belanda.” Ujarnya gembira. “Aku mengerti isinya.”
“Lalu apa isinya.” Tanyaku masam.
Seketika itu aku sadar, berarti aku akan menghabiskan banyak waktu dengan seseorang yang wajahnya mirip Wuri. Aku mengumpat dalam hati berkali-kali.
“Isinya tentang ….” Marcia menatapku dengan kening berkerut. “Kau tidak mau mencatatnya?”
“Aku akan merekamnya saja.” Aku meletakkan alat perekam digital di depan gadis itu. “Silahkan lanjutkan.”
“Buku harian ini ditulis jauh sebelum peristiwa penculikan itu terjadi.” Marcia membuka halaman pertama. “Ditulis pertama kali pada tanggal 23 Juni tahun 1999.”
“Apa isinya?”
“Wuri terbangun di sebuah tempat asing. Dia bahkan tidak bisa mengingat namanya sendiri. Tapi dia sadar, kalau ia sangat mengerti Bahasa Indonesia, Jawa dan Belanda. Setiap hari, dia mendapat sepenggal ingatan masa lalunya dan lama-kelamaan, Wuri bahkan mengingat masa kecil dan juga takdirnya.”
“Takdir macam apa?”
“Entahlah?” Marcia membuka lembar demi lembar. “Dia tidak menuliskan apa-apa di sini.”
Kemudian, Marcia kembali membuka halaman diary. Lembar demi lembar. Sesekali mulutnya komat-kamit tanpa mengeluarkan suara.
“Hei, jangan kau simpan sendiri.” Tukasku mengingatkan. “Aku juga ingin tahu apa isinya.”
“Maaf, hanya saja aku perlu memahaminya dulu sebelum menjelaskannya padamu.” Jawab Marcia tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. “Dia mengatakan semua ini bermula pada tahun 1522 di Roermond, Belanda.”
“Belanda? Apa hubungannya?”
“Entahlah, tapi Wuri melingkari beberapa tanggal dan keterangan seolah hal itu merupakan sesuatu yang penting.” Marcia menunjukkan sebuah nama padaku. “Misalnya ini, Trijn van der Moelen, perempuan ini mengaku telah menyebabkan beberapa kematian warga dan ternak. Bahkan mengaku membuat perjanjian dengan iblis. Dari pengakuannya, wanita ini dihukum mati dengan cara di bakar. Tiga tahun kemudian, dua perempuan lainnya dihukum mati dengan cara yang sama.”
“Itu kejam sekali.”
“Wuri pun setuju dengan itu.” Marcia menunjukkan kata wreed yang diberi lingkaran warna merah.
“Hanya itu?”
“Tidak ini baru permulaan,” Marcia kembali membuka lembaran diary. “Yang terbesar adalah pengadilan penyihir yang diadakan tahun 1613. Saat itu, enam puluh empat tersangka penyihir di tangkap dengan berbagai tuduhan, seperti kematian janin dalam rahim atau saat melahirkan, gagal panen, kematian ternak dan bahkan orang-orang yang kehilangan mata pencaharian dan sumber penghasilan.”
“Wow, aku baru tahu penyihir bisa melakukan semua itu.”