Jemari kurus milik seorang gadis berambut lurus, wajah tirus, manik mata berwarna keabuan, bibir kecil, dan berumur sembilan belas tahun itu tengah sibuk menekan huruf abjad pada keyboard laptop. Pandangan gadis itu tak lepas dari layar laptop, dan sesekali bola matanya mengarah ke sebuah buku tebal berjudulkan ensiklopedia di sebelah kanan laptopnya yang sedari tadi terbuka lebar. Otaknya sibuk mengelola diksi yang sesuai untuk essay yang dia kerjakan sekarang.
“MELLA!” panggil Tika membuyarkan otak Mella yang tengah mengolah diksi untuk essay-nya. Tika yang membawa dua mangkuk mie duduk di kursi sebelah Mella, lalu meletakkan semangkuk mie yang dia buat khusus untuk Mella.
“Apa enggak bisa lo enggak teriak Tika? Seketika otak gue stuck mendengar teriakan lo yang super cempreng itu,” ucap Mella kemudian menjuruskan pandangannya pada Tika.
“Hehehe nih gue buatin mie buat lo, biar nggak stuck.” Tika menyodorkan semangkuk mie kepada Mella, lalu menyeruput mie miliknya.
“Nanti aja, gue nyelesain essay dulu,” pandangan Mella kembali ke layar laptopnya.
Beberapa detik kemudian, pandangan Mella terputus karena layar laptopnya yang tiba – tiba tertutup. Siapa lagi kalau bukan Tika yang menutupnya. Spontan biji mata Mella menyorot Tika.
“Cukup Mella, cukup dengan tugas – tugas itu, gue enggak mau lo sakit gara – gara kelaparan. Lo enggak tahu apa, gue enggak dibolehin tidur ama ibu asrama kalau lo sakit,” ujar Tika sedikit memberi penekanan. Tika memang salah satu teman terbaik Mella, dia tidak ingin terjadi hal yang buruk menimpa Mella.
“Okey, Baiklah, yang dulu begitu cuek, yang sekarang sangat peduli.” Mella mengambil semangkuk mie-nya lalu melirikkan biji matanya pada Tika diiringi senyum kecil di bibir Mella.
“Iiiihhhhh, Mella. Lo selalu ngingetin gue tentang kejadian masa lalu, saat itu gue hati – hati aja takut lo itu cuma manfaatin gue, seperti fakefriend gitu,” cibir Tika, seketika ingatannya flashback kejadian masa lalu.
Flashback on
“Tika, lo kenapa?” tanya Mella setelah melihat gesture tubuh Tika yang menandakan kalau dirinya sedang kebingungan, dan seperti mencari suatu barang.
“Nggak ada apa – apa.” Jawaban itu selalu diterima Mella saat menanyakan pertanyaan yang sama.
“Lo lagi nyari apa?” Mella memberanikan untuk bertanya lagi. Barangkali dia bisa membantu.
“Enggak nyari apa – apa.” Jawaban yang sama diterima Mella.
“Baiklah, kalau lo butuh bantuan bilang aja,” ucap Mella lalu berjalan menuju dapur.
Tangan Tika masih sibuk menggeser beberapa buku yang berdiri di rak dekat kasurnya. Bola matanya terus meneliti judul dari buku – buku itu. Tika kehilangan buku diary-nya. Seketika tercetus di pikiran Tika kalau Mella yang mengambilnya. Siapa lagi? Pikirnya.
Mella keluar dari dapur dengan membawa dua piring yang telah penuh dengan nasi, dan lauk. Mella duduk di kursi dekat meja yang berada di tengah kamar asramanya, lalu menaruh dua buah piring berisikan makanan itu di atas meja.
“Nih, gue bawain makanan,” ucap Mella. Bola matanya masih memandang Tika yang sibuk mencari sesuatu yang tidak Mella ketahui.
“Dimakan dulu makanannya, enggak ada racunnya kok, enggak usah takut,” kata Mella setelah beberapa detik tidak mendengar balasan dari Tika.
“Kenapa sih lo? Udah beberapa minggu kita satu kamar, perlu tumbuh kepercayaan satu sama lain. Gue udah percaya sama lo, tinggal lo aja yang harus juga percaya sama gue.” Mella berhenti sejenak, lalu kembali menatap Tika “Kalau lo enggak cocok satu kamar sama gue, tinggal bilang aja. Gue terima kok, tinggal bilang ke ibu asrama untuk tukar tempat.”
Mella bangkit dari duduknya, lalu berjalan selangkah demi selangkah hingga membawanya ke hadapan Tika. “ Gue masih enggak ngerti penyebab lo emasih nggak percaya sama gue.”
Tatapan Tika yang awalnya ke arah rak bukunya, kini tiba – tiba menjurus ke kedua bola mata Mella.
“Maafin gue, gue hanya takut lo itu fakefriend, dimana hanya berteman karena sesuatu. Maaf kalau gue blak – blak-an.” Tika berbalik lalu duduk di bibir kasurnya,
“Gue dulu pernah dimanfaatin saat gue udah bener – bener percaya sama dia, hingga akhirya dia pergi seakan tidak menghargaiku sebagai teman,” lanjut Tika.