Langkah kaki Wira dengan gesture tubuhnya yang gagah membawanya ke depan meja gadis dengan earphone berwarna ungu yang menancap di daun telinganya. Dengan senyuman, Wira menyapa gadis itu membuat pandangan gadis itu yang awalnya fokus pada buku novelnya, kini mengarah ke wajah Wira.
“Boleh gue duduk?” tanya Wira, alisnya terangkat dengan senyum terukir di bibirnya.
Gadis itu mendongak, meneliti tubuh Wira dari atas sampai bawah. Tangannya melepas earphone ungu yang menancap di daun telinganya. “Lo bicara sama gue?”
Wira mengangguk.
“Sorry gue enggak nyimak, lo bilang apa tadi?” tanya gadis itu lalu menipiskan bibirnya.
“Boleh gue duduk?” balas Wira masih dengan senyum yang terukir di bibirnya.
“Boleh,” jawab gadis itu singkat.
“Ada apa? Mau deketin gue, sorry enggak gampang ya,” lanjut gadis itu dengan nada sombong, lalu pandangannya kembali ke buku novelnya.
“Sesulit apapun, kalau gue udah demen banget, gue bakal usahain sampai gue dapet, apapun caranya,” ucap Wira penuh keyakinan.
Pandangan gadis itu kembali merujuk ke arah Wira. Dia menutup buku novelnya, lalu menaruh buku novel itu di sebelah jus jeruknya. Dia mendekapkan kedua tangannya di depan dada.
“Gue suka sama omongan lo barusan, tapi belum tentu gue suka juga sama lo. Gue denger – denger lo itu fuckboy nomor satu se-universitas Absara. Oh ya, sebelum membahas ke arah itu, kenalin nama gue Tamara, putri universitas Absara.” Tamara mulai menyombongkan dirinya, seakan dia memang satu – satunya mahasiswi tercantik di universitas Absara karena hanya dengan memenangkan kompetisi kecantikan online universitas Absara.
“Gue Wira.” Wira memperkenalkan diri.
“Lo pasti dengernya dari gosip di web.gosip kan? Apakah lo tau kalau gosip itu seratus persen sesuai realitanya?” lanjut Wira lalu memangku dagunya dengan kedua tangannya. Pandangannya masih ke wajah Tamara.
“Gue enggak terlalu percaya sih sama gosip di web.gosip itu, membaca gosip hanya membuang waktu bagiku, lagi pula aku lebih suka membaca novel remaja, atau ensiklopedia.” Tangan Tamara meraih segelas jus jeruknya, lalu menyeruputnya sedikit.
“Baguslah, lo nggak terpengaruh sama gosip – gosip di web.gosip itu, dan percayalah kalau gue bukanlah fuckboy.” Wira meyakinkan Tamara kalau dirinya bukanlah yang seperti yang Tamara pikir, walau sebenarnya yang dipikirkan Tamara adalah realita.
“Bagaimana gue bisa percaya kalau lo bukan fuckboy?” tanya Tamara lalu menyandarkan tubuhnya di dinding kursi.
“Pertama, gue enggak suka nyakitin hati cewek. Kedua, gue memiliki cinta sejati yang hanya mencintai satu orang saja. Ketiga, gue bakal ngejagain orang yang gue cinta,” ucap Wira dengan nada serius, padahal dirinya tengah mengatakan sebuah kebohongan. Itulah trik yang digunakan Wira untuk memikat banyak wanita, sehingga dirinya juga banyak mantan.
Tamara tertawa ringan seakan menganggap ucapan Wira hanyalah bualan yang artinya tidak sesuai realita. Tangannya mengambil buku novelnya, lalu merangkul buku novel itu di dadanya, kemudian dia bangkit dari duduknya.
“Bullshit!” ucap Tamara singkat lalu berjalan meninggalkan Wira sendiri.
Mendengar suara hentakan sepatu hak tinggi yang dikenakan Tamara telah hilang, Wira berdiri, kemudian berjalan menuju meja tiga temannya. Setelah sampai, terlihat Eza, Damien, dan Varo tengah menahan tawa.
“Kalian kenapa?” tanya Wira setelah beberapa detik sampai di meja ketiga temannya.
“Sebuah sejarah...” Damien bangkit lalu tangannya seakan melukis pelangi di langit – langit. “Seorang Wira yang terkemuka, banyak digemari, hari ini gagal dalam mengambil hati seorang gadis yaitu putri universitas Absara. Waaahhh.” Selang beberapa detik. Eza, Varo, dan Damien tertawa terbahak – bahak.
“Aaauhhh.” satu pukulan sukses menghantam kepala Damien. Pukulan itu dari Wira.
“Gue enggak gagal, orang dia belum nolak gue kok,” balas Wira lalu duduk di sebelah Damien.
“Wira mah main pukul aja.” Damien mengusap ujung kepalanya yang masih terasa sakit karena pukulan dari Wira.
“Lo sih, ngledek Wira yang udah banyak pengalaman sama cewek,” ujar Eza menghadap ke Damien yang masih mengusap ujung kepalanya.